Rabu, 18 Maret 2009

KEBENARAN YANG SESUNGGUHNYA

Sebuah Tanggapan terhadap Julius Sangguwali

Oleh:James Lola



Membaca tulisan saudara Julius Sangguwali (JS) yang terbit 4 hari berturut-turut di harian Timor Express (Senin 12 Januari 2009 – Kamis 15 Januari 2009) saya seperti membaca sebuah tulisan dari seorang anak kecil yang mencoba berandai-andai menjadi orang yang menulis? hal ini terlihat dari keseluruhan tulisan dari saudara JS yang memperlihatkan betapa sempit, dangkal dan kurangnya pemahaman JS secara menyeluruh terhadap Alkitab.

JS dalam bagian pertama tulisannya mengajukan pertanyaan bahwa kalau memang istilah atau kata Tritunggal tidak ada dalam Alkitab kenapa doktrin ini dari tiada menjadi ada? dan juga JS menyatakan bahwa gagasan ini (gagasan tentang tritunggal) adalah gagasan yang dipaksakan oleh kaun Trinitarian. buat saudara JS jika sebuah kata tidak ada di dalam Alkitab apakah berarti Alkitab tidak mengajarkan hal tersebut? sama sekali tidak!!! di dalam Alkitab di kenal dengan istilah maksud yang tersurat dan juga maksud yang tersirat. sebagai contoh :

tidak ada satu ayatpun di dalam Alkitab yang berbicara bahwa Alkitab melarang orang percaya untuk melakukan poligami, jika saudara JS mencari di dalam Alkitab dari PL sampai PB maka tidak akan menemukan istilah ini. Tetapi apakah ini berarti bahwa Alkitab tidak melarang poligami? sama sekali tidak!!! Alkitab dengan keras menentang orang percaya untuk melakukan poligami dan ini terlihat dari pernyataan Yesus dalam Matius Pasal 19 : 5 “Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki (Tunggal) akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya (Tunggal), sehingga keduanya itu menjadi satu daging”. ini yang disebut dengan maksud yang tersirat dari Alkitab bahwa memang istilah itu tidak ada dalam Alkitab namun konsepnya jelas ada di dalam Alkitab, jadi doktrin tritunggal tidak di bangun diatas dasar yang rapuh karena di dalam Alkitab kita menemukan begitu banyak ayat yang secara tersirat menjelaskan tentang Allah tritunggal

1. Hanya ada satu Tuhan: Ulangan 6:4, 1 Korintus 8:4, Galatia 3:20, 1 Timotius 2:5.

2. Allah Tritunggal terdiri dari 3 Pribadi: Kejadian 1:1, Kejadian 1:26, Kejadian 3:22, Kejadian 11:7; Yesaya 6:8, Yesaya 48:16, Yesaya 61:1; Matius 3:16-17, Matius28:19;2Korintus13:14. Dalam mempelajari perikop2 perjanjian Lama, kita perlu mengerti sedikit mengenai bahasa Ibrani. Kejadian 1:1 menggunakan kata benda jamak "Elohim". Kejadian 1:26, Kejadian 3:22, Kejadian 11:7 dan Yesaya 6:8 menggunakan kata ganti jamak "kita". Bahwa "Elohim" dan "kita" menunjuk pada lebih dari dua orang adalah hal yang tidak bisa diragukan. Bahasa Indonesia hanya mengenal dua bentuk: tunggal dan jamak. Tetapi bahasa Ibrani mengenal 3 bentuk: tunggal, bentuk jamak untuk 2 dan bentuk jamak untuk lebih dari 2. Bentuk jamak untuk 2 benar-benar HANYA digunakan untuk menunjuk kepada 2 hal. Dalam bahasa Ibrani bentuk ini dipakai contohnya untuk sepasang mata, sepasang telinga dan tangan.

Kata "Elohim" dan kita adalah bentuk jamak untuk lebih dari 2, jadi yang dimaksud pastilah sedikitnya 3 atau lebih (Bapa, Anak, Roh Kudus). Di Yesaya 48:16 dan Yesaya 61:1, Anak berbicara dengan menyebut Bapa dan Roh Kudus. Bandingkan dengan Yesaya 61:1 dengan Lukas 4:14-19 untuk melihat bahwa Allah, Anak-lah yang sedang berbicara. Matius 3:16-17 menceritakan pembabtisan Yesus.

Di sini kita melihat bagaimana Allah Roh Kudus turun ke atas Allah Anak sementara Allah Bapa menyatakan sukacitaNya bagi sang Anak. Contoh-contoh lain dari 3 pribadi yang berbeda dalam Allah Tritunggal dapat dilihat di Matius 28:19 dan 2 Korintus 13:14.

3. Alkitab membedakan oknum-oknum dari Allah Tritunggal. Di PL kata "TUHAN" berbeda dengan "Tuhan" (Kejadian 19:24). "TUHAN" memiliki "Anak" (Mazmur 2:7, 12; Amsal 30:2-4). Alkitab juga membedakan antara Roh dan "TUHAN" (Bilangan 27:18) dan "Tuhan" (Mazmur 51:10-12). Allah Anak tidak sama dengan Allah Bapa (Mazmur 45:6-7, Ibrani 1:8-9). Di Yohanes 14:16-17 Yesus berbicara kepada Bapa untuk mengirim seorang Penolong, yaitu Roh Kudus. Ini menunjukkan bahwa Yesus tidak melihat diriNya sebagai Bapa atau Roh Kudus. Renungkan juga banyak kesempatan di mana kitab-kitab Injil mencatat bahwa Yesus berbicara kepada Bapa. Apakah Ia berbicara kepada diriNya sendiri? Tidak, Ia berbicara kepada oknum yang lain dari Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa.

4. Setiap oknum dari Allah Tritunggal adalah Allah:
• Bapa adalah Allah: Yohanes 6:27, Roma 1:7, 1 Petrus 1:2
• Anak adalah Allah: Yohanes 1:1, 14; Roma 9:5, Kolose 2:9, Ibrani 1:8, 1 Yohanes 5:20.
• Roh Kudus adalah Allah: Kisah 5:3-4, 1 Korintus 3:16 (Roh Kudus berdiam di dalam manusia—Roma 8:9, Yohanes 14:16-17, Kisah 2:1-4).

5. Tugas dari oknum-oknum Allah Tritunggal secara individu:
• Bapa adalah sumber atau pencipta dari• Alam semesta (1 Korintus8:6, Wahyu 4:11)
• Pernyataan ilahi (Wahyu1:1)
• Penebusan (Yohanes 3:16-17)
• Perbuatan-perbuatan Yesus (Yohanes 5:17, Yohanes 14:10)
Bapa memulai hal-hal di atas.
• Melalui Anak, Bapa untuk melakukan hal-hal berikut:
• Penciptaan dan pemeliharaan alam semesta (1 Korintus 8:6, Yohanes 1:3, Kolose 1:16-17)
• Pernyataan ilahi (Yohanes 1:1, Matius 11:27, Yohanes 16:12-15, Wahyu 1:1)
• Penebusan (2 Korintus 5:19, Matius 1:21, Yohanes 4:42)
Bapa melakukan hal-hal di atas melalui Anak yang bertindak sebagai wakil dari Bapa.
• Melalui Roh Kudus, Bapa melakukan hal-hal berikut:
• Penciptaan dan pemeliharaan alam semesta (Kejadian 1:2, Ayub 26:13, Mazmur 104:30)
• Pernyataan ilahi (Yohanes 16:12-15, Efesus 3:5, 2 Petrus 1:21)
• Penebusan (Yohanes 3:6, Titus 3:5, 1 Petrus 1:2)
• Perbuatan-perbuatan Yesus (Yesaya 61:1, Kisah 10:38).
Bapa melakukan hal-hal di atas melalui kuasa Roh Kudus.

Dan juga JS menulis pada bagian kedua tulisannya “Salah satu faktor untuk dipertimbangkan dalam wacana ini adalah, andai kata doktrin Tritunggal ada dalam Alkitab (karena Yesus dan murid-muridnya dahulu mengajarkan), maka tentu para pemimpin gereja yang hidup segera setelah zaman itu juga akan mengajarkan doktrin Tritunggal. satu hal yang dilupakan oleh saudara JS adalah bahwa para bapak Gereja yang hidup setelah Yesus juga mengajarkan tentang Allah Tritunggal walaupun pembicaran mereka masih merupakan suatu pembicaraan yang memiliki cacat dan sepertinya memperlihatkan hirarki antara ketiga pribadi tersebut (karena sampai pada permulaan abad ke-IV, Gereja masih berkutat dengan persoalan penganiayaan yang di lakukan oleh imperium Romawi pada saat itu, dan juga tulisan-tulisan tersebut tidak menawarkan teologi sistematis, melainkan lebih pada upaya-upaya menjawab kecenderungan-kecenderungan yang ada dalam jemaat berdasarkan pada pemahaman Alkitab yang menyeluruh (inipun dialami oleh para penulis surat-surat am dalam PB bahkan umumnya surat-surat Paulus), sehingga formulasinya masih terdapat kecacatan.

Pada abad kedua berkembang kaum Apologis, di antaranya Aristides, Yustinus Martir, Athenagoras, Tatian, dan Teofilus dari Antiokhia. Kehadiran mereka bukan bermaksud menghadapi serangan-serangan dari kelompok monoteisme, misalnya Yahudi tentang Trinitas. Pergulatan kaum Apologis lebih pada upaya menangkal serangan-serangan dari kelompok-kelompok filsuf ateis. Dan terlebih lagi ini mau menunjukkan betapa sukarnya manusia dapat memahami misteri trinitas) namun tetap saja dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa setidaknya bapak-bapak Gereja mula-mula telah membicarakan tentang Allah tritunggal hingga tiba pada Tertulianus yang menjadi orang yang pertama kali menggunakan istilah Tritunggal.

Sejak awal abad ke-2, menyusul terkumpulnya tulisan2 para Rasul tentang Yesus, Guru dan Allah mereka, para Bapa Gereja mulai mencoba membawa pelbagai pandangan yang muncul dalam Perjanjian Baru kedalam suatu kesatuan konseptual. Diawali dengan karya Ignatius dari Antiokhia (tahun 110-117), Gembala dari Hermas (taon 115-140), dan Yustinus Martir (taon 150). Pandangan mereka kurang lebih sama yaitu: Sang Bapa menghasilkan Logos-Nya yang kreatif. Logos ini hadir di dalam Yesus Kristus yang historis. Roh Kudus, Pemberi Ilham dan Ide, telah hadir sebelum Kristus di antara para nabi dan setelah Kristus di dalam komunitas Kristen.

Dari sini kita lihat bahwa sejak awal konsep Kristen berbicara tentang Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Matius 28:19), walaupun belum ada terminologi Tritunggal yang dipakai, namun konsep yang nyata terlihat dari tulisan bapak-bapah Gereja pada waktu itu. (baca: J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrine hlm 102 dst).

Irenaeus seorang bapak Gereja mula-mula juga menulis tentang ketiga pribadi tersebut sebagai berikut “Jadi inilah urutan ketetapan iman kita …. …. Allah Bapa, tidak dijadikan, tidak bersifat material, tidak kelihatan; satu Allah, penciptan segala sesuatu: ini adalah pokok pertama dari iman kita. Pokok kedua adalah ini: Firman Allah, Anak Allah, Kristus Yesus Tuhan kita, Dia yang dimanifestasikan kepada nabi-nabi seturut bentuk nubuat mereka dan sesuai dengan cara penyataan Bapa; melalui Dia (yaitu Firman itu) segala sesuatu telah diciptakan; Dia juga yang pada akhir jaman, menyempurnakan dan mengumpulkan segala sesuatu, dijadikan manusia di antara umat manusia, kelihatan dan dapat disentuh, supaya menghapuskan kematian dan melahirkan kehidupan dan menghasilkan pendamaian yang sempurna antara Allah dan manusia, karena Dia adalah Allah sendiri. Pokok ketiga adalah: Roh Kudus, melalui Dia nabi-nabi bernubuat, dan para leluhur belajar tentang segala sesuatu yang berasal dari Allah, dan orang benar dituntun ke jalan kebenaran; Dia yang pada akhir zaman dicurahkan dalam suatu cara yang baru ke atas umat manusia di seluruh bumi, yang membaharui manusia bagi Allah” (Irenaeus, Proof of the Apocaliptic Preaching psl 6 dikutip dari: J.N.D Kelly, Early Christian Doctrine).

Sedangkan pembicaraan tentang paham ke-tunggalan Allah. Penggunaan terminologi “Esa” dalam syahadat yahudi, “Allah yang Esa”, merujuk pada pengertian eksistensi suatu Allah yang “jamak”. Meski sudah jelas para pemikir Yahudi seperti Philo yang diikuti oleh para Bapa Gereja, mencoba mengembangkan pemikiran tentang Allah yang “jamak” ini, namun kaum unitarian tidak peduli dan mengembangkan konsep Allah yang berbeda yaitu: Allah yang bersifat “tunggal” dan bukan “jamak ini justru baru muncul pada abad ke-2 dan mendapat istilah dari Tertulianus dengan istilah Monarkian.

Ini dimulai oleh Theodotus dari Byzantium (taon 190, Pendiri monarkian dinamis) dan juga oleh Praxeas (taon 210, pendiri Monarkian Midalistis). Inti ajarannya Monarkian dinamis adalah Kuasa yang membuat Yesus dapat melakukan berbagai mujizat adalah Kuasa Roh Allah dalam diri-Nya. Ia melihat bahwa terdapat energi (Yunani: dynamis) ilahi dalam diri Yesus yang bersumber dari Roh Allah.

Ia memandang Yesus adalah seorang guru kebenaran rohani yang merupakan manusia teladan dan bukan Allah, sehingga tidak ada alasan untuk menegaskan kehadiran Allah di dalam Yesus, yang kalau di telaah secara seksama sebenarnya bertentangan dengan Alkitab. Pandangan kaum monarkian dinamis ini, jelas bertentangan dengan klaim Yohanes bahwa Logos adalah Allah itu sendiri (bukan makhluk ciptaan) dan Logos itu telah menjelma menjadi manusia, yaitu Yesus Kristus (baca: Yoh 1:1-3 dan Yoh 1:14). Karena itu, dalam tradisi gereja, mereka dengan sendirinya tertolak dan menurut catatan Berkhoff & Enklaar, belakangan menyingkir ke arab. Rupanya pandangan mereka inilah yg menjadi referensi utama Muhammad ketika membunyikan ayat quran yang mencela tauhid nasrani monofisit yang waktu itu juga berada di arab.

Bayangkan, begitu nekatnya Muhammad membunyikan pandangan sesat kaum monarkian dinamis ini sbg “Firman Allah” sekedar utk propaganda umatnya sendiri agar menolak dan memusuhi nasrani.

Sedangkan pandangan Monarkian modalistis yang berusaha menyampaikan bahwa Allah itu tunggal dengan menyatakan bahwa Allah secara keseluruhan hadir dalam Yesus Kristus. Ia percaya bahwa Bapa (totalitas ke-Allah-an) sendirilah yang masuk ke dalam rahim perawan Maria, menjadi manusia, lalu mati di kayu salib. Pandangan ini jelas lemah karena tidak mampu menjawab pertanyaan, terkait transendensi Allah surgawi, “bagaimana mungkin sifat transendensi Allah yang diakui kekal itu dihilangkan?” Pemikiran pra-Nicea memberikan pandangannya bhw ada bagian dari Allah yang tidak berinkarnasi, dan menurut Yohanes (Yoh 1:1-3 dan ayat 14), Bapa tidak berinkarnasi dalam Yesus melainkan Anak (Logos). Dengan demikian, Allah memang bersifat jamak, tidak tunggal sebagaimana pandangan kaum Monarkian yang diadopsi oleh Muhammad.

Dengan demikian tanpa mengurangi rasa hormat terhadap saudara JS saya harus berkata bahwa justru pemahaman tentang Allah Tritunggal adalah suatu pemahaman yang Alkitabiah dan telah berakar kuat di dalam Alkitab, dari kitab Kejadian sampai pada kitab Wahyu, dan semua peneliti Alkitab yang berusaha dengan sungguh-sungguh mencari kebenaran seperti bapak-bapak Gereja mula-mula bahkan sampai sekarang telah menemukan dan membicarakan tentang Trinitas bahwa Doktrin Tritunggal meneguhkan kesatuan Allah di dalam tiga pribadi. Doktrin Tritunggal bukan merupakan suatu kontradiksi; Allah memiliki satu esensi dan tiga pribadi. Alkitab meneguhkan baik keesaan Allah dan keilahian dari Bapa, Anak dan Roh Kudus.

Ketiga pribadi di dalam Tritunggal dibedakan melalui karya yang dilakukan oleh Bapa, Anak dan Roh Kudus. Doktrin Tritunggal memberikan batasan kepada spekulasi manusia tentang natur Allah.

Dan jika saudara JS, Frans Donald, dan orang-orang yang mengklaim diri mereka sebagai Unitarian harus jujur maka sebenarnya pemahaman ajaran Unitarian ini kalau mau dianalogikan seperti kapal selam yang muncul sebentar kemudian hilang untuk waktu yang lama karena tidak memiliki dasar yang kuat, dan kemudian di rekonseptualisasikan kembali dengan pencampuran semua ajaran (modalistik, monarkian saksi Yehova, islam) agar kelihatan seperti memiliki dasar pemahaman yang kuat untuk dimunculkan kembali lagi. Dan untuk saudara JS dan semua kaum Unitarian perlu ketahui adalah kalau ajaran Unitarian itu benar dan Alkitabiah kenapa ajaran ini seperti “kapal selam”?

kalau alasannya adalah karena kaum Unitarian dipaksa untuk diam oleh Gereja pada konsili Nikea, maka bagi saya ini adalah alasan yang tidak logis karena kebenaran (jika seandainya Unitarian benar) itu tidak dapat di tutupi, atau didiamkan kebenaran akan terus bersuara (istilah pepatah semakin dihambat, semakin merambat), seperti kepercayaan terhadap Tritunggal dan KeAllahan Yesus yang sudah terbukti di dalam sejarah, bahwa semakin dilawan, semakin di serang, bahkan dianiaya sekalipun justru semakin memperlihatkan bahwa tidak sedikitpun pemahaman ini bergeser dari sifat aslinya, justru semakin memperlihatkan bahwa pemahaman ini adalah pemahaman yang Alkitabiah, bahkan kebenaran ini membawa orang-orang yang menolaknya akhirnya mengakui bahwa inilah kebenaran yang sesungguhnya. Terpujilah ketiga Allah Tritunggal, Bapa, Putra dan Roh Kudus.

Tidak ada komentar: