Tanggapan Untuk Julius Sangguwali (JS)
Oleh:Esra Alfred Soru
Tuntutan Tertulis
Pada bagian pertama tulisan ini saya menuntut JS untuk menunjukkan dasar Kitab Suci mana yang ia pakai yang melandasi pemahamannya bahwa jikalau sebuah kata/istilah tidak ditemukan dalam Kitab Suci maka itu berarti bahwa konsep/ajarannya/dasarnya juga tidak ada. Kelihatannya JS mempunyai argumentasi Kitab Suci tentang hal ini di bagian yang lain dari tulisannya. Ia menulis : ‘Tuntutan tertulis ini apakah tidak terlalu berlebihan? Tidak! Mari dilihat contoh-contohnya di Alkitab. Pertama, di Mat. 4:3-10, maka di ayat 4, 7, dan 10 Yesus mengatakan ‘Ada tertulis’. Jadi ada tiga kali Yesus mengungkapkan “ada tertulis”.
Kedua, di Mat. 12:1-8, ada dua kali (ayat 3 dan 5) Yesus berkata, ‘Tidakkah kamu baca”. Ketiga, Luk. 10:25-29, ada dua kali Yesus berkata (ayat 26), “Jawab Yesus kepadanya: ‘Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?’” Keempat, Luk. 17:32, Yesus berkata, “Ingatlah akan isteri Lot!” (tentu Yesus sedang merujuk pada Kejadian 19:26 yang berbunyi, “...isteri Lot, yang berjalan mengikutinya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam).
Memang semua contoh-contoh ayat ini tidak sedang membicarakan tentang jati diri Allah dari Alkitab, tetapi bisa dijadikan pelajaran (aplikasi) yang menunjukkan bagaimana Tu(h)an Yesus sering kali mengutip, menyadur, atau menyinggung ayat-ayat Alkitab untuk menjawab pertanyaan dan menangani situasi yang dihadapinya.
Di ayat-ayat ini juga, Yesus balik bertanya, mempersilakan si penanya untuk menjelaskan pemahamannya tentang sebuah ayat, dan Yesus mengutip, menyadur, atau menyinggung ayat-ayat itu. Pada abad pertama, gulungan Tulisan-Tulisan Kudus biasanya disimpan di sinagoga. Tidak ada bukti bahwa Yesus mempunyai koleksi pribadi gulungan-gulungan itu, tetapi ia mengenal baik Alkitab yang sering dirujuknya secara leluasa sewaktu mengajar orang lain (Luk. 24:27, 44-47).
Bahkan di Yoh 8:26, Yesus dapat mengatakan bahwa apa yang diajarkannya tidak berasal dari dirinya sendiri, melainkan ia mendengar dari Bapa-Nya sewaktu ia masih di surga. Lalu bagaimana dengan wacana tentang ajaran Tritunggal yang katanya “Alkitabiah” itu, tidakkah seharusnya ingin meniru teladan Yesus? He…he…Sdr. JS, kalau memang tuntutan tertulis itu tidak berlebihan, mengapa kalian juga memakai istilah-istilah yang juga tidak tertulis dalam Alkitab seperti yang sudah saya contohkan pada bagian pertama tulisan ini ? Artinya kalian juga melanggar prinsip ini kan ? Berarti saya juga bisa berkata bahwa apa yang kalian (Saksi-Saksi Yehuwa) buat jelas juga di luar pola dari ajaran Yesus. Saya kembalikan kata-kata anda ‘tidakkah seharusnya kalian juga ingin meniru teladan Yesus?’ Kasihan sekali, kalian sebenarnya membuat peraturan yang menghantam kepala kalian sendiri. Ah, senjata makan tuan ! Senjata makan Julius !
Anda mengutip ayat-ayat di mana Yesus memberikan pengajaran-pengajaran yang eksplisit dan secara tergesa-gesa membuat kesimpulan bahwa semua ajaran harus ada secara eksplisit (ada kata/istilahnya). Anda lupa (atau mungkin tidak tahu ?) bahwa Yesus juga pernah membangun ajaran-Nya dari dasar Kitab Suci yang bersifat implisit. Kaget? Sekarang saya tanya, apakah doktrin tentang kebangkitan orang mati merupakan ajaran yang jelas dalam Kitab Suci atau tidak? Saya yakin orang yang waras akan menjawab ‘Ya !’ Tetapi coba perhatikan dari ayat yang bagaimana Yesus membuktikan hal itu kepada orang-orang Saduki? Coba perhatikan Mat 22:23-32 : “Pada hari itu datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan.
Mereka bertanya kepada-Nya: "Guru, Musa mengatakan, bahwa jika seorang mati dengan tiada meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Tetapi di antara kami ada tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin, tetapi kemudian mati. Dan karena ia tidak mempunyai keturunan, ia meninggalkan isterinya itu bagi saudaranya. Demikian juga yang kedua dan yang ketiga sampai dengan yang ketujuh. Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itupun mati.
Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan? Sebab mereka semua telah beristerikan dia." Yesus menjawab mereka: "Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah! Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Tetapi tentang kebangkitan orang-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah, ketika Ia bersabda: Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup."”.
Perhatikan bahwa dari Firman Tuhan dalam Perjanjian Lama yang berbunyi ‘Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub’, di mana dalam kalimat itu tak ada kata / istilah ‘kebangkitan’, ‘orang mati’ dan sebagainya tetapi ternyata Yesus sendiri menarik doktrin kebangkitan orang mati. Anda berani menyalahkan Yesus? Kalau Yesus bisa dan boleh menarik ajaran secara sangat implisit dari teks seperti itu, lalu apa dasarnya untuk mengatakan bahwa karena doktrin Allah Tritunggal tidak mempunyai ayat dasar yang eksplisit, maka doktrin itu salah atau tidak ada? Apa jawabmu JS? Kelihatan bahwa anda hanya memperhatikan sebagian data Kitab Suci lalu tergesa-gesa membuat kesimpulan tanpa memperhatikan bagian Kitab Suci yang lain.
Lalu di mana teori anda yang anda kemukakan di awal tulisan anda : “demi memahami apa yang dikatakan Pengarang Alkitab….perlu mengumpulkan semua ayat yang berhubungan erat dengan topik yang sedang dibahas. Inilah yang harus dilakukan, dalam upaya mencari kebenaran terhadap pokok ini, ingin mendapat kejelasan, dengan membandingkan ayat-ayat dan mempertimbangkan artinya dalam bahasa yang digunakan untuk menulis Alkitab, akan sampai kepada penafsiran yang sesuai dengan Alkitab”.
Teori anda kelihatan bagus, sayangnya anda tidak melakukannya. Jadi boleh dikatakan bahwa tuntutan anda itu adalah penafsiran yang tidak sesuai dengan Alkitab. Apa kira-kira ungkapan yang tepat untuk menggambarkan inkonsistensi kalian ini ? Hmmm…Ya! Ungkapan yang tepat adalah : “Indah Kabar Dari Rupa” atau “Jauh panggang dari api”. Ha..ha..ha… (Maaf, saya tak bisa menahan tawa pada bagian ini). Sdr. JS, tuntutan-tuntutan anda itu ternyata tak ada dasar sama sekali atau membangun di atas dasar yang salah sehingga kata-kata anda layak saya kembalikan : “Sekalipun membuat “sejuta perkataan” atau “sejuta teori”, alangkah hambarnya pada tataran aplikasi, tidak ada pembuktiannya secara tertulis di dalam Alkitab. Ibarat sebuah rumah, “tukangnya” meyakinkan dengan mengatakan bangunan itu “sangat kuat” karena bertumpu pada struktur penyangga, atau fondasinya berdiri di atas batu karang. Tetapi kenyataan (bukti), bangunan itu dibangun di atas pasir yang tidak stabil”. Karena itu semua pernyataan anda di sekitar doktrin Tritunggal yang katanya tak ada dasar ternyata tak ada dasar juga. Merenunglah Julius!
Progressive Revelation
Dalam tulisannya JS juga mempersoalkan masalah Progressive Revelation yang saya ajarkan. Saya mengatakan bahwa : “Memang PL tidak berisikan suatu rumusan yang lengkap tentang tritunggal namun PL berisikan rujukan-rujukan atau indikasi yang mengarah pada doktrin tritunggal. Mengapa demikian? Karena hal ini berkaitan dengan wahyu Allah. Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia lewat Alkitab yang adalah wahyu khusus-Nya.
Meskipun demikian pewahyuan diri Allah ini terjadi secara bertahap. Inilah yang dalam teologi Kristen dikenal dengan istilah ‘Progressive Revelation’ (Wahyu progresif) artinya wahyu yang bersifat semakin maju, makin lama makin jelas, semakin lama muncul penjelasan-penjelasan yang semakin kompleks dan semakin sempurna.” Dan JS setelah mensistematiskan kata-kata saya itu menjadi 3 gagasan lalu berkomentar demikian pada gagasan kedua : “Pertanyaan yang dapat diajukan, mengapa hanya “berisi rujukan-rujukan atau indikasi yang mengarah pada doktrin tritunggal? Apakah sulit bagi pengarang Alkitab, Allah Yang Mahakuasa untuk membuat jelas jati diri-Nya walau itu pada zaman Perjanjian Lama? Pernyataan JS ini menunjukkan bahwa JS sama sekali tak memahami konsep “Progressive Revelation” ini.
Pertama-tama biarlah saya katakan bahwa benar sekali kalau PL berisi rujukan-rujukan atau indikasi-indikasi ke arah doktrin Tritunggal. Salah satu contohnya adalah Kej 1 :26 yang berbunyi demikian : ‘Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Kalau memang Allah itu tunggal secara mutlak, mengapa digunakan kata ‘Kita’ dalam ayat ini ? Hal yang sama ada dalam Kej 3 :22 dan Kej 11 :7.
Kalau begitu apakah ayat itu bisa diartikan bahwa ada lebih dari 1 Allah? Tentu tidak bisa karena ada bagian Alkitab yang lain yang menekankan dengan tegas bahwa Allah itu esa. Menafsirkan seperti itu akan jatuh pada politeisme. Jadi tidakkah ini adalah indikasi ke arah doktrin Tritunggal? Dalam ayat hanya dipakai bentuk jamak (KITA) tetapi tidak diketahui jumlah dari KITA itu. Bisa 2, bisa 7, bisa 17, bisa 1000.
Tetapi doktrin Tritunggal mengajarkan bahwa ada 3 pribadi Allah seperti kesaksian PB. Jadi Kej 1:26 hanya bisa dianggap sebagai indikasi ke arah doktrin Tritunggal. Minimal lewat ayat itu kita bisa mengetahui adanya ‘kejamakan tertentu’ dalam diri Allah. Nah, indikasi-indikasi semacam ini muncul dalam PL.
Lalu mengapa PL hanya berisi rujukan-rujukan atau indikasi saja ? Apakah sulit bagi pengarang Alkitab, Allah yang Mahakuasa untuk membuat jati diri-Nya jelas sebagaimana yang dipertanyakan JS? Jawabannya adalah tidak sulit bagi Allah untuk melakukan itu.
Yang sulit adalah manusianya yang adalah penerima wahyu Allah. Allah adalah Allah yang berada di atas rasio dan pengertian manusia (Ayub 11:7-9) dan karenanya manusia dalam kapasitasnya yang terbatas tak mungkin memahami keseluruhan hakikat Allah. Itulah sebabnya Ia menyatakan diri-Nya secara bertahap di mana Ia menyatakan diri-Nya secara jelas di dalam PL sebagai Allah yang esa sambil memberikan sedikit indikasi tentang adanya kejamakan tertentu di dalam pribadi-Nya.
Jadi persoalan utama bukan pada Allah tetapi pada keterbatasan manusia. Bahwa Allah memang menyatakan diri-Nya secara progresif dapat dilihat dalam Ibr 1:1-2 : (1) Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, (2) maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta’.
Mengikuti cara berpikir JS maka pastilah JS akan bertanya apakah sulit bagi Allah yang Mahakuasa untuk berbicara sekali saja kepada nenek moyang kita sehingga harus melakukannya berulang kali ? Apakah sulit bagi Allah yang Mahakuasa untuk berbicara dalam satu zaman saja sehingga Ia perlu melakukannya lagi pada zaman akhir ini ? Apakah sulit bagi Allah yang Mahakuasa untuk berbicara dengan satu cara saja sehingga harus melakukannya dengan pelbagai cara ? Apakah sulit bagi Allah yang Mahakuasa untuk berbicara dengan perantaraan para nabi saja sehingga pada zaman akhir harus berbicara dengan perantaraan Anak-Nya ? He..he... So pasti jawabannya adalah tidak sulit. Kalau tidak sulit, lalu mengapa Allah harus melakukan seperti Ibr 1 :1-2 ? Lepas dari mengapa Allah melakukan itu, jelas bahwa Ia memang melakukan itu. Mau protes ? Silahkan protes pada Allah ! Ajukan pertanyaan-pertanyaan di atas kepada Dia ! Tapi ingat, menolak itu sama dengan mengabaikan Kitab Suci. Ibr 1 :1-2 jelas memperlihatkan kepada kita bahwa Allah tidak langsung memberitahukan kepada manusia di suatu zaman semua hal yang Ia ingin nyatakan.
Bahkan para malaikat pun mengenal Allah dan karya-Nya secara progresif, sebagaimana dikatakan dalam 1 Pet 1:12 : “...berita injil kepadamu, yaitu hal-hal yang ingin diketahui oleh para malaikat”. Yakub Tri Handoko dalam materi Pemahaman Alkitab (PA) di GKRI Exodus tanggal 19 Februari 2008 dengan judul “Doktrin Tritunggal : Perkembangan Konsep Tentang Tritunggal”, hal. 6) memberikan contoh tentang hal ini sebagai berikut : “Salah satu contoh adalah tindakan Allah yang membuatkan pakaian dari kulit binatang untuk Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam dosa (Kej 3:21). Tindakan ini menyiratkan bahwa akibat dosa harus ditutupi melalui sebuah korban. Pada zaman Musa konsep ini semakin jelas dalam bentuk korban pendamaian (Ul 30:10). Puncak dari konsep ini adalah Yesus Kristus yang menjadi “Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29, 36; 1Kor 5:7; 1Pet 1:19).
Ia melanjutkan : “Ternyata yang progresif bukan hanya wahyu yang diberikan Allah, tetapi juga pemahaman (konsep) manusia terhadap wahyu tersebut. Titik tolak yang penting bagi perkembangan konsep ini adalah kehidupan dan karya Yesus Kristus di dunia. Apa yang dilakukan dan diajarkan oleh Yesus Kristus telah mengubah cara pandang orang-orang Yahudi Kristen abad ke-1 terhadap wahyu Allah sebelumnya. Dalam hal ini kita memiliki dua contoh yang konkrit, yaitu Apolos dan Paulus.
Apolos adalah orang Yahudi yang bersimpati terhadap Jalan Tuhan dan mahir dalam kitab suci, tetapi dia belum memahami ajaran kekristenan secara benar. Setelah mendapat penjelasan dari Priskila dan Akwila, ia semakin yakin dan berani berdebat dengan orang-orang Yahudi lain untuk membuktikan dari kitab suci bahwa Yesus adalah Mesias (Kis 18:24-28). Pengalaman Paulus bahkan lebih dramatis daripada Apolos. Paulus sebelumnya berpikir bahwa tindakannya menganiaya orang-orang Kristen adalah tindakan yang benar, karena mereka adalah orang-orang yang disesatkan oleh Yesus.
Setelah berjumpa sendiri dengan Yesus (Kis 9), dia mengalami pertobatan dan mengakui bahwa semua tindakannya yang dulu telah dia lakukan “tanpa pengetahuan” (1Tim 1:13). Sebagai gantinya, Paulus malah membuktikan bahwa berita injil berakar dari konsep kitab suci Perjanjian Lama (Rom 1:2; 3:21). (Ibid, hal. 7). Dan akhirnya berkesimpulan : “Pemaparan di atas menunjukkan bahwa wahyu (apa yang dinyatakan Allah) dan teologi (apa yang dipahami manusia terhadap wahyu Allah) mengalami perkembangan. Begitu pula dengan doktrin tentang Tritunggal. Allah telah menyatakan hal ini secara tersirat dalam Perjanjian Lama dan wahyu ini semakin jelas pada masa Perjanjian Baru.
Pemahaman orang-orang Kristen pun mengalami perkembangan. Ketika murid-murid bersama dengan Yesus, mereka tidak langsung memahami bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah (band. Mat 16:16). Ketika Yesus bangkit dari kematian, murid-murid semakin mengerti bahwa Yesus adalah benar-benar Allah/Anak Allah (Yoh 20:28; Rom 1:4). (Ibid).
Tuntutan Zaman?
Perhatikan kata-kata Yakub Tri Handoko dalam kutipan di atas : “Ternyata yang progresif bukan hanya wahyu yang diberikan Allah, tetapi juga pemahaman (konsep) manusia terhadap wahyu tersebut.....“Pemaparan di atas menunjukkan bahwa wahyu (apa yang dinyatakan Allah) dan teologi (apa yang dipahami manusia terhadap wahyu Allah) mengalami perkembangan.
Begitu pula dengan doktrin tentang Tritunggal. Kelihatannya apa yang dikatakan Yakub Tri Handoko ini mirip dengan yang dikatakan Dr. Eben Nuban Timo seperti yang dikutip JS : “Kita lihat bahwa doktrin Trinitas itu berkembang. Ingat ajaran trinitasnya yang berkembang, bukan Tritunggalnya yang berkembang. Dia berkembang karena tuntutan zaman. Ada orang yang mempersoalkan keilahian Yesus Kristus.
Gereja memberikan jawaban melalui pengakuan iman Nicea. Setelah Nicea orang mempersoalkan lagi keallahan Roh Kudus. Para Patriakh datang lagi ke Konstantinopel. Mereka memberi jawaban dengan membuat pengakuan bahwa Roh itu adalah Allah yang keluar dari sang Bapa melalui Anak. Pengakuan iman Nicea (325) dikembangkan dan mencapai bentuknya di Konstantinopel (381)…”. Kata-kata Dr. Eben ini lalu dikomentari oleh JS : “Perhatikan kalimat ‘karena tuntutan zaman’, mengandung arti, ajaran Tritunggal/Trinitas berkembang ‘karena tuntutan zaman’ karena ada ‘yang mempersoalkan keilahian Yesus Kristus. Jadi ‘karena tuntutan zaman’, berarti penyebabnya bukan dari dalam (tuntutan Alkitab), sebaliknya tuntutan (faktor) dari luar Alkitab. Mengapa bukan tuntutan Alkitab? Karena Alkitab tidak pernah menulis tentang jati diri Allah Tritunggal/Trinitas. Saya kira kata-kata JS ini menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak becus di dalam memahami maksud suatu tulisan. Saya tidak tahu mengapa Dr. Eben Nuban Timo membedakan istilah “Trinitas” dan “Tritunggal” tetapi saya sendiri rasanya tidak melihat ada kesan dari kata-kata Dr. Eben bahwa dasar dari ajaran doktrin Trinitas bukanlah Alkitab.
Ia hanya mengatakan bahwa ajaran Trinitas berkembang dari tuntutan zaman. Tuntutan zaman yang bagaimana? Dr. Eben telah menjelaskannya : “Ada orang yang mempersoalkan keilahian Yesus Kristus. Gereja memberikan jawaban melalui pengakuan iman Nicea. Setelah Nicea orang mempersoalkan lagi keallahan Roh Kudus. Para Patriakh datang lagi ke Konstantinopel. Mereka memberi jawaban dengan membuat pengakuan bahwa Roh itu adalah Allah yang keluar dari sang Bapa melalui Anak…”.
Ini memang benar! Memang demikian sejarahnya. Tetapi atas dasar apa gereja dan para Patriakh itu membuktikan keallahan Yesus dan Roh Kudus ? Dr. Eben tidak mengatakannya tetapi biarlah saya katakan bahwa mereka membuktikan hal-hal itu dari ayat-ayat Kitab Suci PL dan PB. Kalau anda belajar sejarah anda akan tahu bahwa pergumulan tentang kedua doktrin ini selalu menggunakan ayat-ayat Kitab Suci.
Jadi sesungguhnya Kitab Suci telah mengajarkan tentang keallahan Yesus dan Roh Kudus tetapi perumusannya menjadi suatu konsep yang sistematis terjadi lewat perkembangan zaman ketika ada tantangan-tantangan yang bersifat doktrinal kepada gereja. Kalau begitu bagaimana seandainya tidak ada tantangan-tantangan doktrinal itu ? Apakah berarti doktrin Tritunggal tidak akan pernah ada ? Jangan salah, Allahlah yang bekerja dalam sejarah.
Justru Ia bekerja dengan cara sedemikian rupa sehingga muncullah tantangan-tantangan doktrinal terhadap gereja dan Ia juga bekerja sehingga para Patriakh dapat menemukan dasar-dasar kepercayaan Tritunggal itu dalam Kitab Suci (PL dan PB) yang sudah diwahyukan-Nya lalu selanjutnya menyusunnya secara sistematis lewat konsili-konsili.
Bersambung….
* Penulis adalah Gembala Jemaat “REVIVAL MINISTRY” (Jl. Pipit Kel. LLBK; Belakang Terminal Kota Kupang)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar