Mazmur 100:5
Esra Alfred Soru
Mazmur pasal 100 adalah Mazmur yang berisi puji-pujian sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah dalam bait-Nya. Mazmur ini berisi dorongan-dorongan agar pendengar mau mengambil keputusan memuji, beribadah dan bersyukur kepada Allah. Ayat 1-4 memperlihatkan ajakan-ajakan pemazmur untuk memuji Allah, sedangkan ayat 5 adalah alasan mendasar dari puji-pujian, ibadah dan syukur yang di-kemukakan dalam ayat 1-4. Jadi dengan kata lain pemazmur ingin berkata bahwa kita harus bersorak-sorak bagi Tuhan, harus beribadah kepadaNya dengan sukacita, harus bersyukur kepadaNya, dll karena Tuhan itu baik. Kebaikan Tuhan haruslah menjadi salah satu dasar ibadah orang percaya.
Jika demikian, betapa pentingnya bagi kita untuk memahami dan merenungkan kebaikan Allah itu. Berikut ini akan dikemukakan 3 sifat dari kebaikan Allah yaitu :
1. Kebaikan Allah itu bersifat “total absoluta”
“Total” itu artinya adalah menyeluruh, dan “absoluta/absolut” artinya mutlak. Jadi kebaikan Allah itu bersifat menyeluruh dan mutlak. Maksudnya adalah Allah dalam segala tindakan-Nya adalah baik atau dengan kata lain apapun yang dilakukan oleh Allah itu baik adanya, dan tidak satupun dari perbuatan/tindakan-Nya yang mengandung nilai ketidakbaikan.
Jika kita renungkan dengan lebih mendalam maka kita akan menemukan banyak hal sebagai manifestasi kebaikan Allah, namun saya hanya akan sejenak membawa pikiran kita ke arah peristiwa penciptaan bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang diciptakan Allah itu baik adanya. Kejadian
Segala sesuatu yang diciptakan Allah itu baik adanya terutama dalam hal penciptaan manusia yang nota bene adalah “gambar” (Ibrani : Tselem) dan “rupa” (Ibrani : Demuth) Nya sendiri. Ujung rambut hingga ujung kaki manusia adalah gambaran kebaikan Allah.
Suatu hari saya berdiri di hadapan cermin dan memperhatikan wajah saya dengan seksama. Saat itu pikiran saya tertuju kepada dua mata saya, dan timbullah suatu pertanyaan “Mengapa Allah menciptakan saya dengan dua mata dan ditempatkan di bagian depan wajah saya?” Alangkah baiknya jika mata ini ditempatkan tepat di ujung jari telunjuk saya. Dengan demikian saya tidak akan mengalami kesulitan untuk melihat bagian-bagian tubuh yang sulit dijangkau. Saya dapat melihat telinga saya tanpa bantuan cermin tetapi cukup hanya dengan me-ngarahkan tangan/jari telunjuk ke arah telinga saja. Demikian pula dengan rambut, pundak, dll. Ini
Marilah kita sejenak berpikir tentang seluruh organ tubuh kita. Semuanya itu telah diciptakan Tuhan dengan baik. Telinga kita diciptakan dengan tulang yang rawan dan “elastis”. Seandainya tidak demikian berapa banyak bantalkah yang telah kita habiskan pada saat kita melakukan aktivitas yang bernama tidur? Demikian pula dengan hidung kita. Allah menciptakan kita dengan hidung satu yang berlubang dua, dan anehnya kedua lubang itu mengarah ke bawah. Seandainya lubang hidung kita mengarah ke atas maka cobalah bayangkan apakah yang akan terjadi pada saat kita kehujanan?
Suatu hari saya pergi ke sebuah toko untuk mencari kado pernikahan buat teman saya, dan saya tertarik pada sebuah jam dinding yang berisi tulisan yang menarik. Tulisan itu berbunyi demikian: “Tuhan tidak menciptakan wanita dari tulang kepala pria, karena nanti ia akan berkuasa atas suaminya. Tuhan tidak menciptakan wanita dari tulang kaki pria, karena nanti ia akan “diinjak-injak” suaminya. Tetapi Tuhan menciptakannya dari tulang rusuk pria, dekat dengan jantung dan hati, agar dapat dikasihi, disayangi dan dilindungi” Luar biasa! Itulah kebaikan Tuhan. Di dalam setiap perbuatan/tindakan-Nya selalu meman-car nilai-nilai kebaikan. Mengapa?
2. Kebaikan Allah bersifat “misteri”
Kebaikan Allah itu juga bersifat misteri. Maksudnya adalah bahwa kadang kebaikan Allah itu tak dapat dipahami sepenuhnya oleh kita. Ia memang baik, tetapi kadang kebaikan-Nya itu “dibungkus” oleh fenomena-fenomena yang kelihatannya tidak baik bahkan sepintas lalu kelihatan sebagai sebuah kejahatan. Itulah sebabnya kadang kebaikan-Nya itu tak dapat dipahami oleh kita. Tekanan-tekanan hidup, masalah-masalah hidup, duka dan nestapa yang kita alami dalam hidup ini membuat kita tak dapat memahami kebaikan Allah. Kita lalu bertanya “kalau memang Allah baik, mengapa Ia menimpakan kemalangan-kemalangan ini padaku padahal aku setia berbakti padaNya?” “Kalau memang Allah itu baik, mengapa Ia “memanggil” suamiku sedangkan anak-anakku masih sangat kecil?” “Mengapa rumah tanggaku jadi hancur?” “Mengapa pacarku meninggalkan aku?” Mengapa orang tuaku meninggal dunia secepat ini?” dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Semuanya ini mengarahkan pikiran kita kepada kebaikan Allah yang bersifat misteri.
Memang benar sepintas lalu perbuatan-perbuatan Allah itu lebih kepada sebuah ketidakbaikan bahkan kejahatan, tetapi kalau kita sadari sesungguhnya Allah telah me-nyediakan kebaikan-kebaikan-Nya bagi kita di akhir semua kemalangan-kemalangan itu. Kadang Allah menyediakan kebaikan melalui apa yang kelihatannya tidak baik. Karena itu sesungguhnya Ia tidak “tidak baik” (baik) adanya. Ketika Ayub mengalami kesengsaraan dan penderitaan hidup, saat itu di matanya kebaikan Allah merupakan sebuah misteri tak terpecahkan. Ia mulai bergumul dengan sebuah pertanyaan teologis “mengapa orang benar menderita?” Ia juga sempat mengutuki hari lahirnya (Ayub 3) dan berkata “…janganlah kiranya Allah yang di atas menghiraukannya…” (4a). Di matanya Allah kelihatan tidak baik (Ayub 16). Ia berkata “tetapi sekarang Ia telah membuat aku lelah dan menceraikan segenap rumah tanggaku” (Ayub 16:7), namun kebaikan Allah itu akhirnya muncul di ujung penderitaannya ketika Allah memulihkan keadaannya sehingga di hadapan Tuhan ia berkata : “Aku tahu bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencanaMu yang gagal” (Ayub 42:2). “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau, oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dengan menyesal dan duduk dalam debu dan abu” (Ayub 42:5-6). Ayub akhirnya dapat memahami kebaikan Allah yang bersifat misteri itu.
Saya pernah membaca sebuah cerita tentang seorang misionaris muda yang menyerahkan dirinya untuk menjadi utusan misi ke suatu daerah terpencil di mana masyarakat suku tersebut masih tergolong kanibal. Ketika ia menunggu kereta api di stasiun, ia tertidur dan baru sadar ketika kereta api telah berjalan beberapa meter. Ia mengejar dan melompat ke atas kereta api, tetapi
3. Kebaikan Allah bersifat kekal dan sempurna
Ide tentang kekekalan dan kesempurnaan kebaikan Allah ini nampak dalam perkataan pemazmur : “Kasih setia-Nya untuk selama-lamanya dan kesetiaan-Nya tetap turun temurun” (Mazmur 100:5). Allah itu baik, dan akan tetap baik. Ia tidak pernah menjadi baik atau menjadi tidak baik. Ia tidak pernah bertambah baik atau berkurang kebaikan-Nya. Kebaikan-Nya dulu sama dengan kebaikan-Nya sekarang dan sama pula dengan kebaikan-Nya di masa akan datang.
Manusia dapat saja baik dihari kemarin tetapi menjadi tidak baik dihari ini. Manusia dapat saja baik dihari kemarin dan hari ini tetapi menjadi tidak baik dihari esok, tetapi Allah kita di dalam Kristus Yesus selalu baik. Kebaikan-Nya tidak pernah berubah. Pacar bisa berubah, orang tua bisa berubah, sahabat bisa berubah, tetapi Kristus tidak pernah berubah. Penulis kitab Ibrani berkata : “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibrani 13:8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar