Esra Alfred Soru
Di dalam kehidupan ini, sesungguhnya semua orang ingin berhasil. Tidak ada seorang pun yang ingin gagal. Kalaupun ada orang yang ingin gagal, pastilah ada yang tidak beres dengan orang tersebut lagi pula tentunya jika ia ingin gagal maka ia ingin berhasil dalam kegagalan itu. Secara umum, keinginan untuk berhasil ini mencakup seluruh bidang kehidupan. Kita ingin berhasil dalam pekerjaan kita, rumah tangga, studi, pelayanan dan termasuk juga dalam hal cinta atau asmara. Ini adalah hal yang wajar karena kita adalah manusia. Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang unik di mana ia diberikan sesuatu di dalam dirinya yang bernama “harapan”. Seorang mahasiswa belajar dengat siang dan malam karena ia mempunyai harapan bahwa suatu saat nanti ia akan meraih gelar sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya. Seorang yang karam di tengah laut dengan erat memeluk sebatang kayu tanpa mau melepaskannya karena ia mempunyai harapan. Ia berharap agar sebentar lagi datang pertolongan. Seorang yang sakit berusaha mencari dokter ke sana kemari karena ia mempunyai harapan untuk sembuh. Harapan adalah kekuatan untuk hidup. Itulah keunikan manusia.
Namun demikian karena memiliki harapan inilah maka manusia bisa kehilangan harapan. Seseorang hanya bisa kehilangan sesuatu yang ia punyai. Tidak mungkin saya kehilangan apa yang tidak saya punyai. Manusia mempunyai harapan maka manusia bisa kehilangan harapan. Jika mahasiswa tadi kehilangan harapan maka ia akan kehilangan gairah belajar. Jika orang yang karam tadi kehilangan harapan, maka secara perlahan-lahan ia akan melepaskan pegangannya pada kayu itu dan mati tenggelam. Jika si sakit sudah kehilangan harapan maka ia pun berhenti berusaha mencari dokter. Jadi dapatlah dikatakan bahwa sepanjang manusia hidup ia mempunyai harapan, dan sepanjang ia mempunyai harapan ia akan tetap hidup. Keadaan memiliki harapan dan kemungkinan kehilangan harapan inilah yang membuat manusia berbeda dengan binatang. Binatang tidak mempunyai harapan, dan karena itu ia tidak bisa kehilangan harapan. Mana pernah kita mendengar bahwa ada kambing yang mati gantung diri? Mana pernah kita membaca di koran bahwa ada kucing yang mencoba membunuh diri dengan meminum baygon karena cintanya bertepuk sebelah tangan? Tidak ada kan? Mengapa? Karena mereka tidak memiliki harapan dan karenanya tidak bisa kehilangan harapan.
Manusia bisa kehilangan harapan. Pertanyaan kita adalah apa sajakah yang membuat manusia kehialangan harapan? Jawabannya adalah karena kenyataan hidup tidaklah sesuai dengan harapan itu sendiri. Apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Apa yang real tidak selaras dengan apa yang ideal. Dalam hubungannya dengan ide tentang keberhasilan dan kegagalan yang telah disebutkan di atas maka dapat dikatakan pula bahwa harapan menjadi hilang karena orang gagal mencapai apa yang ingin dicapai. Inti dari semuanya itu adalah “kegagalan”. Dengan kenyataan semacam ini maka harapan itu menjadi pudar dan mati. Keadaan semacam inilah yang disebut sebagai putus pengharapan atau putus asa.
Hal kehilangan pengharapan atau putus asa ini sering juga dialami oleh kita yang percaya kepada Tuhan. Mengapa? Karena seringkali apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa yang kita alami. Apa yang kita yakini melalui Firman Tuhan tidak sesuai dengan apa yang kita alami dalam kehidupan nyata hari lepas hari. Firman Tuhan yang kita baca, renungkan dan terima seolah-olah gugur di hadapan fakta kehidupan kita. Alkitab memang berisi janji-janji Allah yang luar biasa tentang keberhasil orang-orang yang mempercayai-Nya. Mazmur 1:3 : “Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” Yes 48:15 : “Aku, Akulah yang mengatakannya, dan yang memanggil dia juga, Akulah yang mendatangkan dia, dan segala usahanya akan berhasil.” Itulah janji Firman Tuhan, dan benarlah bahwa tokoh-tokoh Alkitab digambarkan sebagai orang yang berhasil sesuai dengan janji Firman Tuhan itu. Yusuf adalah contohnya. Alkitab berkata : “Tetapi Tuhan menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi orang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu” (Kej 39:2. Tokoh lainnya yang juga menonjol dalam keberhasilannya adalah Daud. 1 Sam 18:5 berkata : “Daud maju berperang dan selalu berhasil ke mana juga Saul menyuruhnya...” Demikian juga 1 Sam 18:30 : “...setiap kali mereka maju berperang, maka Daud lebih berhasil dari semua pegawai Saul, sehingga namanya sangat masyur”. Namun demikian hal yang tidak bisa kita mengerti adalah bahwa kadang yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari bukanlah keberhasilan seperti yang dijanjikan Firman Tuhan dan yang dialami oleh tokoh-tokoh Alkitab seperti Yusuf dan Daud melainkan kegagalan-kegagalan. Di sini kita diperhadapkan dengan sebuah kontradiksi; kontradiksi antara harapan dengan fakta, antara Firman Tuhan dan pengalaman. Pengalaman berumah tangga tidak sesuai dengan janji Firman Tuhan untuk itu. Pengalaman di dalam bekerja dan studi tidak sesuai dengan janji Firman Tuhan untuk itu, dan juga tidak kalah menyakitkan adalah bahwa pengalaman bercinta bagi para pemuda dan pemudi tidak sesuai dengan janji Firman Tuhan untuk itu.
Semua yang telah digambarkan di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa apa yang kita harapkan tidak selalu menjadi kenyataan. Dengan kata lain hidup kita terbentur pada onggokkan-onggokan karang kegagalan dan karena kegagalan-kegagalan inilah banyak orang mulai kehilangan pengharapan atau putus asa. Lalu bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang-orang percaya dalam menghadapi fakta kegagalan-kegagalan ini?
1. Mengoreksi diri sendiri
Langkah pertama yang mesti dilakukan ketika kita berhadapan dengan kegagalan adalah mengoreksi diri sendiri. Kadangkala ketika kita mengalami kegagalan, hal pertama yang biasanya kita lakukan adalah menyalahkan Tuhan. Betapa sering Tuhan telah dijadikan “kambing hitam” oleh kita. Kita gagal naik kelas karena malas belajar lalu Tuhan yang disalahkan. Kita gagal dalam bisnis karena kurang bijaksana lalu Tuhan yang disalahkan. Kita gagal membangun komunikasi dalam keluarga sehingga muncul perceraian lalu Tuhan yang disalahkan. Kita seharusnya mengoreksi diri sendiri pada langkah pertama kegagalan kita. Mengapa kita sampai gagal? Adakah itu adalah salah kita sendiri. Firman Tuhan memang menjanjikan keberhasilan tetapi mengapa saya gagal? Mungkinkah ada dosa yang belum diselesaikan di hadapan Tuhan? Bukankah dosa adalah penghambat doa? Atau mungkin karena kita sendiri yang malas-malasan dalam belajar, bekerja dan berusaha? Atau mungkin karena kita terlalu bersandar pada kemampuan, kepintaran dan pengalaman pribadi kita sehingga mengabaikan kuasa Allah? Kira-kira begitulah yang sering kita alami. Kita terlalu mengandalkan kemampuan dan pengalaman serta kepintaran kita daripada kerja kuasa Allah yang berada di atas kita. Marilah kita mengoreksi diri kita sendiri, siapa tahu diri kita sendirilah sumber kegagalan itu. Penggalan syair sebuah lagi berbunyi : “Kegagalan-kegagalan mungkin salahku sendiri Tuhan Kau mata hatiku….
2. Jangan cepat putus asa, sabar dan tetaplah berusaha
Langkah kedua menghadapi kegagalan adalah jangan cepat-cepat putus asa atau kehilangan harapan atau dengan kata lain kita harus bersabar. Selanjutnya siapkanlah diri untuk terus maju dan berusaha karena itu adalah rahasia keberhasilan. Salah satu tantangan yang paling berat dalam hal ini adalah sifat dasar manusia yang pada dasarnya selalu menginginkan jalan pintas yang singkat dan cepat. Bukankah orang lebih suka menjadi kaya mendadak karena menang undian atau karena korupsi daripada bekerja dengan giat untuk mencapai sukses? Bukankah orang lebih suka sogok sini sogok sana daripada menempuh jalur yang semestinya? Manusia memang suka jalan yang pintas yang singkat. Itulah sebabnya bunga-bunga dan rumput-rumput di taman lebih cepat mati karena terinjak pejalan kaki yang tidak sabar jika berjalan di jalan yang telah disediakan. Itulah juga sebabnya para produsen selalu menyediakan makanan-makanan yang serba instant. Ada mie instant, kopi instant, susu instant, dll. Yang lebih parah lagi banyak hamba Tuhan yang tidak suka sekolah atau menempuh pendidikan yang lama. Cukup dengan membayar saja dan ditambah kursus Alkitab 6 bulan sudah menjadi Pendeta dengan gelar STh (Sarjana Theologia) di belakang namanya. Itulah sifat manusia, tetapi rupanya Alkitab dan pengalaman hidup mengajarkan kepada kita bahwa keberhasilan bukanlah sesuatu yang instant, keberhasilan bukanlah sesuatu yang dapat diraih dengan jalan pintas, keberhasilan adalah sesuatu yang harus dibayar mahal. Salah satu bayaran mahal dari keberhasilan itu adalah ketegaran hati menghadapi kegagalan, sabar dan tidak mudah menjadi putus asa.
Marilah kita melihat beberapa tokoh yang pernah berhadapan dengan kegagalan namun mereka tidak menjadi putus asa melainkan bersabar sambil terus berusaha. Kegagalan mereka tidaklah menjadi alasan untuk mundur melainkan menjadi motivator untuk tetap maju.
Iblis.
Salah satu hal yang seharusnya menjadi pelajaran berarti bagi kita adalah pribadi dan cara kerja iblis. Di dalam cerita iblis mencobai Yesus (Luk 4:1-13), ia (iblis) memperlihatkan dirinya sebagai pribadi yang tidak gampang putus asa. Dikisahkan bahwa iblis mencobai Yesus sebanyak tiga kali. Pertama-tama ia mencobai Yesus yang sedang lapar dengan menyuruh Yesus merubah batu-batu menjadi roti tetapi ia gagal. Selanjutnya iblis melancarkan pencobaannya yang kedua tetapi gagal juga. Iblis melanjutkan dengan cobaan ketiga dan ternyata bukan saja Yesus tidak tergoda, tetapi ia malah diusir oleh Yesus (Matius 4:10).
Walaupun iblis tidak berhasil menggoda Yesus, tetapi minimal kita dapat melihat bahwa iblis tidak mudah putus asa dalam pekerjaannya. Kegagalan cobaan pertama tidak membuat ia mundur. Ia masih mencobai untuk kedua kalinya, dan ternyata gagal juga maka ia mencobai untuk ketiga kalinya. Ketika cobaan yang ketiga pun gagal, apakah ia putus asa? Tidak! Alkitab berkata : “iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu watu yang baik” (Luk 4:13). Setelah beberapa waktu kemudian, iblis mulai mengadakan serangan lewat Petrus (Mat 16:21-23), lewat Yudas Iskariot (Luk 22:3) dan lewat Petrus lagi saat Petrus ia meyangkal Yesus. Bukankah semuanya itu sudah cukup untuk membuktikan ketidakputusasaan iblis? Memang ia tidak berhasil mencobai Yesus di padang gurun karena kuasa, otoritas dan komitmen Yesus kepada kebenaran, tetapi bukankah ketidakputusasaannya cukup membuahkan hasil dengan tergodanya Yudas dan penyangkalan Petrus pada Yesus? Bukankah ketidak-putusasaannya banyak membuahkan hasil dengan banyaknya hamba Tuhan yang jatuh ke dalam dosa walaupun di awalnya begitu kuat menghadapi godaan? Rupanya hal inilah yang merupakan kunci keberhasilan iblis.
Thomas Alfa Edison
Tentu nama Thomas Alfa Edison bukanlah nama yang asing bagi kita. Ia adalah penemu lampu pijar pertama kali yang akhirnya dikembangkan menjadi lampu listrik yang ada sekarang ini. Ia lahir pada tanggal 11 Februari 1847 di Milan, Ohio Amerika Serikat. Pada umur 7 tahun masuk sekolah dan 3 bulan kemudian dikeluarkan karena dianggap sangat bodoh dan kepalanya kosong. Pada umur 10 tahun tertarik dengan ilmu pengtetahuan kue di kereta api. Pada umur 12 tahun menjadi penjual koran. Pada umur 14 tahun kondektur Kereta Api menampar kepalanya sehingga gendang telinga kanannya pecah dan ia menjadi tuli. Pada umur 15 tahun menyelamatkan anak kepala stasiun. Pada umur 16 tahun menjadi petugas telegram. Pada umur 22 tahun mendapat pekerjaan di New York, gajinya cukup besar. Pada umur 23 tahun membuat telegraf dan mendirikan pabrik kecil di New Ark, New Jersey. Pada umur 29 tahun pindah ke Menlo Park, New Jersey. Di sini ia mendirikan laboratorium riset yang merupakan fondasi bagi industri modern. Laboratorium ini mendapat julukan “Pabrik Penemuan”. Pada umur 30 tahun, secara kebetulan ia menemukan fonograf. Inilah satu-satunya penemuan Edison yang tidak mengalami kegagalan sekalipun. Pada tanggal 21 Oktober pada umur 32 tahun, berhasil membuat lampu listrik yang lebih baik mutunya daripada lampu listrik tenaga ciptaan Swan. Pada umur 33 tahun membuat lokomotif listrik eksperimental. Pada umur 35 tahun membuat pusat listrik tenaga uap di London dan New York. Pada umur 41 tahun membuat kamera film dan proyektor film. Dan akhirnya pada tanggal 18 Oktober 1931, umur 84 tahun ia menutup usia. Edison adalah seorang jenius, artinya orang yang berbakat besar untuk menciptakan sesuatu. Tetapi, waktu ia ditanya “Apakah jenius itu?” Jawabnya “Jenius adalah 1 % bakat, 99 % keringat.” Maksudnya, kalau ingin berhasil kita harus bekerja keras.
Edison sering mengalami kegagalan, tetapi ia tidak kenal putus asa untuk menemukan kawat pijar, ia mengalami kegagalan 9000 kali. Untuk menemukan aki, ia mengalami kegagalan 10.000 kali. Namun ia terus berusaha sampai ia mendapatkan yang ia cari. Dalam perkembangan selanjutnya ada murid Edison yang datang mengeluh karena sudah mengalami 99 kali kegagalan, dan Edison menjawab “Engkau bukan mengalami 99 kali kegagalan melainkan 99 kali pelajaran. Dengan gagal 99 kali berarti engkau tahu bahwa ada 99 hal yang tidak boleh dilakukan. Jadi kegagalan adalah pelajaran”. Rajin belajar, giat bekerja, gemar berpikir. Tentang berpikir, Edison berkata “Orang yang tidak mau mengembangkan kebiasaan berpikir, kehilangan kenikmatan hidup yang paling besar.” Hasil pemikiran Edison telah membuat umat manusia menikmati terang listrik, bioskop, telepon, telegraf, radio, televisi, tape recorder, dsb. Itulah pengalaman yang dapat kita timba dari kehidupan dan prestasi Edison. Ia mengalami kegagalan demi kegagalan, namun itu tidak membuatnya menjadi putus asa dan menyerah melainkan memberinya semangan untuk terus berpestasi dan meraih keberhasilan.
Abraham Lincoln
Siapakah Abraham Lincoln sebenarnya? Berikut marilah kita melihat sejarah hidup tokoh ini yang tidak jarang mengalami kegagalan dalam hidupnya. Tahun 1831 ia mengalami kebangkrutan dalam usahanya. Tahun 1832 ia kalah dalam pemilihan lokal. Tahun 1833 ia kembali mengalami kegagalan dalam usahanya. Tahun 1835 isterinya meninggal dunia. Tahun 1836 ia stres dan menderita tekanan mental sedemikian rupa sehingga hampir saja masuk rumah sakit jiwa. Tahun 1837 ia kalah dalam lomba pidato. Tahun 1840 ia gagal dalam pemilihan anggota Senat Amerika Serikat. Tahun 1842 ia menderita kegagalan untuk duduk sebagai anggota kongres Amerika. Tahun 1847 ia ka kalah lagi di kongres. Tahun 1855 ia kalah lagi di senat Amerika Serikat. Tahun 1856 ia gagal untuk duduk sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat. Tahun 1858 ia gagal lagi di Senat. Akhirnya pada tahun 1860 ia berhasil terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.
Sungguh ini adalah suatu pengalaman yang luar biasa. Saya belum pernah berjumpa dengan seorang pun yang begitu banyak mengalami kegagalan seperti Lincoln, tetapi fakta memperlihatkannya sebagai orang yang tidak gampang menjadi putus asa dengan sekian banyak kegagalan itu. Inilah cara kedua yang seharusnya kita miliki ketika hidup kita diperhadapkan dengan berbagai kegagalan. Janganlah cepat putus asa, tetaplah bersabar dan teruslah berusaha, maka keberhasilan akan menjadi bagian hidup kita.
3. Bersyukurlah dan belajarlah untuk melihat rencana Allah yang lebih indah.
Sebagai langkah terakhir yang perlu kita lakukan di dalam menghadapi kegagalan setelah mengoreksi diri dan terus berusaha adalah bersyukur dan belajar untuk melihat rencana Allah yang lebih indah di balik semua kegagalan itu. Sebenarnya konsep yang ada di balik sikap ini adalah iman dan kepercayaan bahwa Allah adalah Allah yang baik dan selalu menginginkan yang terbaik bagi kita sebagai anak-anak-Nya. Kebaikan Allah ini adalah sifat yang unik karena kebaikan ini kadang disalurkan melalui kegagalan-kegagalan kita. Ia menginginkan yang terbaik bagi kita namun apa yang kita inginkan kadang tidak baik bagi diri kita sendiri tetapi kita tidak mengetahui hal itu. Itulah sebabnya demi menghindarkan kita dari “kecelakaan” karena keinginan semacam itu maka Ia mengijinkan kegagalan kedalam setiap usaha dan keinginan kita sehingga kegagalan demi kegagalan selalu mendampingi kita. Menghadapi kebenaran semacam ini maka sikap yang paling bijaksana adalah keberanian untuk belajar bersyukur dan mata untuk melihat rencana-Nya yang lebih indah.
Kalau demikian, apakah kegagalan itu selalu adalah kemalangan? Tentu tidak! Ada kegagalan yang adalah kemalangan dan itu datangnya dari diri kita sendiri, tetapi ada kegagalan yang justru adalah keuntungan. Kegagalan semacam ini biasanya datang dari sifat kebaikan Allah. Di sini kita seharusnya mempunyai cara pandang yang baru terhadap kegagalan bahwa kegagalan kadangkala menguntungkan kita. Di hadapan fakta semacam inilah seharusnya ketika berhadapan dengan kegagalan maka setelah mengoreksi diri langkah yang perlu kita lakukan adalah bersyukurlah kepada Allah dan belajarlah untuk melihat rencana-Nya yang lebih indah karena Dia adalah Allah yang baik yang dapat menyediakan keberhasilan bagi kita di balik semua kegagalan kita.
Di dalam kehidupan ini, sesungguhnya semua orang ingin berhasil. Tidak ada seorang pun yang ingin gagal. Kalaupun ada orang yang ingin gagal, pastilah ada yang tidak beres dengan orang tersebut lagi pula tentunya jika ia ingin gagal maka ia ingin berhasil dalam kegagalan itu. Secara umum, keinginan untuk berhasil ini mencakup seluruh bidang kehidupan. Kita ingin berhasil dalam pekerjaan kita, rumah tangga, studi, pelayanan dan termasuk juga dalam hal cinta atau asmara. Ini adalah hal yang wajar karena kita adalah manusia. Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang unik di mana ia diberikan sesuatu di dalam dirinya yang bernama “harapan”. Seorang mahasiswa belajar dengat siang dan malam karena ia mempunyai harapan bahwa suatu saat nanti ia akan meraih gelar sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya. Seorang yang karam di tengah laut dengan erat memeluk sebatang kayu tanpa mau melepaskannya karena ia mempunyai harapan. Ia berharap agar sebentar lagi datang pertolongan. Seorang yang sakit berusaha mencari dokter ke sana kemari karena ia mempunyai harapan untuk sembuh. Harapan adalah kekuatan untuk hidup. Itulah keunikan manusia.
Namun demikian karena memiliki harapan inilah maka manusia bisa kehilangan harapan. Seseorang hanya bisa kehilangan sesuatu yang ia punyai. Tidak mungkin saya kehilangan apa yang tidak saya punyai. Manusia mempunyai harapan maka manusia bisa kehilangan harapan. Jika mahasiswa tadi kehilangan harapan maka ia akan kehilangan gairah belajar. Jika orang yang karam tadi kehilangan harapan, maka secara perlahan-lahan ia akan melepaskan pegangannya pada kayu itu dan mati tenggelam. Jika si sakit sudah kehilangan harapan maka ia pun berhenti berusaha mencari dokter. Jadi dapatlah dikatakan bahwa sepanjang manusia hidup ia mempunyai harapan, dan sepanjang ia mempunyai harapan ia akan tetap hidup. Keadaan memiliki harapan dan kemungkinan kehilangan harapan inilah yang membuat manusia berbeda dengan binatang. Binatang tidak mempunyai harapan, dan karena itu ia tidak bisa kehilangan harapan. Mana pernah kita mendengar bahwa ada kambing yang mati gantung diri? Mana pernah kita membaca di koran bahwa ada kucing yang mencoba membunuh diri dengan meminum baygon karena cintanya bertepuk sebelah tangan? Tidak ada kan? Mengapa? Karena mereka tidak memiliki harapan dan karenanya tidak bisa kehilangan harapan.
Manusia bisa kehilangan harapan. Pertanyaan kita adalah apa sajakah yang membuat manusia kehialangan harapan? Jawabannya adalah karena kenyataan hidup tidaklah sesuai dengan harapan itu sendiri. Apa yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Apa yang real tidak selaras dengan apa yang ideal. Dalam hubungannya dengan ide tentang keberhasilan dan kegagalan yang telah disebutkan di atas maka dapat dikatakan pula bahwa harapan menjadi hilang karena orang gagal mencapai apa yang ingin dicapai. Inti dari semuanya itu adalah “kegagalan”. Dengan kenyataan semacam ini maka harapan itu menjadi pudar dan mati. Keadaan semacam inilah yang disebut sebagai putus pengharapan atau putus asa.
Hal kehilangan pengharapan atau putus asa ini sering juga dialami oleh kita yang percaya kepada Tuhan. Mengapa? Karena seringkali apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa yang kita alami. Apa yang kita yakini melalui Firman Tuhan tidak sesuai dengan apa yang kita alami dalam kehidupan nyata hari lepas hari. Firman Tuhan yang kita baca, renungkan dan terima seolah-olah gugur di hadapan fakta kehidupan kita. Alkitab memang berisi janji-janji Allah yang luar biasa tentang keberhasil orang-orang yang mempercayai-Nya. Mazmur 1:3 : “Ia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” Yes 48:15 : “Aku, Akulah yang mengatakannya, dan yang memanggil dia juga, Akulah yang mendatangkan dia, dan segala usahanya akan berhasil.” Itulah janji Firman Tuhan, dan benarlah bahwa tokoh-tokoh Alkitab digambarkan sebagai orang yang berhasil sesuai dengan janji Firman Tuhan itu. Yusuf adalah contohnya. Alkitab berkata : “Tetapi Tuhan menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi orang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu” (Kej 39:2. Tokoh lainnya yang juga menonjol dalam keberhasilannya adalah Daud. 1 Sam 18:5 berkata : “Daud maju berperang dan selalu berhasil ke mana juga Saul menyuruhnya...” Demikian juga 1 Sam 18:30 : “...setiap kali mereka maju berperang, maka Daud lebih berhasil dari semua pegawai Saul, sehingga namanya sangat masyur”. Namun demikian hal yang tidak bisa kita mengerti adalah bahwa kadang yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari bukanlah keberhasilan seperti yang dijanjikan Firman Tuhan dan yang dialami oleh tokoh-tokoh Alkitab seperti Yusuf dan Daud melainkan kegagalan-kegagalan. Di sini kita diperhadapkan dengan sebuah kontradiksi; kontradiksi antara harapan dengan fakta, antara Firman Tuhan dan pengalaman. Pengalaman berumah tangga tidak sesuai dengan janji Firman Tuhan untuk itu. Pengalaman di dalam bekerja dan studi tidak sesuai dengan janji Firman Tuhan untuk itu, dan juga tidak kalah menyakitkan adalah bahwa pengalaman bercinta bagi para pemuda dan pemudi tidak sesuai dengan janji Firman Tuhan untuk itu.
Semua yang telah digambarkan di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa apa yang kita harapkan tidak selalu menjadi kenyataan. Dengan kata lain hidup kita terbentur pada onggokkan-onggokan karang kegagalan dan karena kegagalan-kegagalan inilah banyak orang mulai kehilangan pengharapan atau putus asa. Lalu bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang-orang percaya dalam menghadapi fakta kegagalan-kegagalan ini?
1. Mengoreksi diri sendiri
Langkah pertama yang mesti dilakukan ketika kita berhadapan dengan kegagalan adalah mengoreksi diri sendiri. Kadangkala ketika kita mengalami kegagalan, hal pertama yang biasanya kita lakukan adalah menyalahkan Tuhan. Betapa sering Tuhan telah dijadikan “kambing hitam” oleh kita. Kita gagal naik kelas karena malas belajar lalu Tuhan yang disalahkan. Kita gagal dalam bisnis karena kurang bijaksana lalu Tuhan yang disalahkan. Kita gagal membangun komunikasi dalam keluarga sehingga muncul perceraian lalu Tuhan yang disalahkan. Kita seharusnya mengoreksi diri sendiri pada langkah pertama kegagalan kita. Mengapa kita sampai gagal? Adakah itu adalah salah kita sendiri. Firman Tuhan memang menjanjikan keberhasilan tetapi mengapa saya gagal? Mungkinkah ada dosa yang belum diselesaikan di hadapan Tuhan? Bukankah dosa adalah penghambat doa? Atau mungkin karena kita sendiri yang malas-malasan dalam belajar, bekerja dan berusaha? Atau mungkin karena kita terlalu bersandar pada kemampuan, kepintaran dan pengalaman pribadi kita sehingga mengabaikan kuasa Allah? Kira-kira begitulah yang sering kita alami. Kita terlalu mengandalkan kemampuan dan pengalaman serta kepintaran kita daripada kerja kuasa Allah yang berada di atas kita. Marilah kita mengoreksi diri kita sendiri, siapa tahu diri kita sendirilah sumber kegagalan itu. Penggalan syair sebuah lagi berbunyi : “Kegagalan-kegagalan mungkin salahku sendiri Tuhan Kau mata hatiku….
2. Jangan cepat putus asa, sabar dan tetaplah berusaha
Langkah kedua menghadapi kegagalan adalah jangan cepat-cepat putus asa atau kehilangan harapan atau dengan kata lain kita harus bersabar. Selanjutnya siapkanlah diri untuk terus maju dan berusaha karena itu adalah rahasia keberhasilan. Salah satu tantangan yang paling berat dalam hal ini adalah sifat dasar manusia yang pada dasarnya selalu menginginkan jalan pintas yang singkat dan cepat. Bukankah orang lebih suka menjadi kaya mendadak karena menang undian atau karena korupsi daripada bekerja dengan giat untuk mencapai sukses? Bukankah orang lebih suka sogok sini sogok sana daripada menempuh jalur yang semestinya? Manusia memang suka jalan yang pintas yang singkat. Itulah sebabnya bunga-bunga dan rumput-rumput di taman lebih cepat mati karena terinjak pejalan kaki yang tidak sabar jika berjalan di jalan yang telah disediakan. Itulah juga sebabnya para produsen selalu menyediakan makanan-makanan yang serba instant. Ada mie instant, kopi instant, susu instant, dll. Yang lebih parah lagi banyak hamba Tuhan yang tidak suka sekolah atau menempuh pendidikan yang lama. Cukup dengan membayar saja dan ditambah kursus Alkitab 6 bulan sudah menjadi Pendeta dengan gelar STh (Sarjana Theologia) di belakang namanya. Itulah sifat manusia, tetapi rupanya Alkitab dan pengalaman hidup mengajarkan kepada kita bahwa keberhasilan bukanlah sesuatu yang instant, keberhasilan bukanlah sesuatu yang dapat diraih dengan jalan pintas, keberhasilan adalah sesuatu yang harus dibayar mahal. Salah satu bayaran mahal dari keberhasilan itu adalah ketegaran hati menghadapi kegagalan, sabar dan tidak mudah menjadi putus asa.
Marilah kita melihat beberapa tokoh yang pernah berhadapan dengan kegagalan namun mereka tidak menjadi putus asa melainkan bersabar sambil terus berusaha. Kegagalan mereka tidaklah menjadi alasan untuk mundur melainkan menjadi motivator untuk tetap maju.
Iblis.
Salah satu hal yang seharusnya menjadi pelajaran berarti bagi kita adalah pribadi dan cara kerja iblis. Di dalam cerita iblis mencobai Yesus (Luk 4:1-13), ia (iblis) memperlihatkan dirinya sebagai pribadi yang tidak gampang putus asa. Dikisahkan bahwa iblis mencobai Yesus sebanyak tiga kali. Pertama-tama ia mencobai Yesus yang sedang lapar dengan menyuruh Yesus merubah batu-batu menjadi roti tetapi ia gagal. Selanjutnya iblis melancarkan pencobaannya yang kedua tetapi gagal juga. Iblis melanjutkan dengan cobaan ketiga dan ternyata bukan saja Yesus tidak tergoda, tetapi ia malah diusir oleh Yesus (Matius 4:10).
Walaupun iblis tidak berhasil menggoda Yesus, tetapi minimal kita dapat melihat bahwa iblis tidak mudah putus asa dalam pekerjaannya. Kegagalan cobaan pertama tidak membuat ia mundur. Ia masih mencobai untuk kedua kalinya, dan ternyata gagal juga maka ia mencobai untuk ketiga kalinya. Ketika cobaan yang ketiga pun gagal, apakah ia putus asa? Tidak! Alkitab berkata : “iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu watu yang baik” (Luk 4:13). Setelah beberapa waktu kemudian, iblis mulai mengadakan serangan lewat Petrus (Mat 16:21-23), lewat Yudas Iskariot (Luk 22:3) dan lewat Petrus lagi saat Petrus ia meyangkal Yesus. Bukankah semuanya itu sudah cukup untuk membuktikan ketidakputusasaan iblis? Memang ia tidak berhasil mencobai Yesus di padang gurun karena kuasa, otoritas dan komitmen Yesus kepada kebenaran, tetapi bukankah ketidakputusasaannya cukup membuahkan hasil dengan tergodanya Yudas dan penyangkalan Petrus pada Yesus? Bukankah ketidak-putusasaannya banyak membuahkan hasil dengan banyaknya hamba Tuhan yang jatuh ke dalam dosa walaupun di awalnya begitu kuat menghadapi godaan? Rupanya hal inilah yang merupakan kunci keberhasilan iblis.
Thomas Alfa Edison
Tentu nama Thomas Alfa Edison bukanlah nama yang asing bagi kita. Ia adalah penemu lampu pijar pertama kali yang akhirnya dikembangkan menjadi lampu listrik yang ada sekarang ini. Ia lahir pada tanggal 11 Februari 1847 di Milan, Ohio Amerika Serikat. Pada umur 7 tahun masuk sekolah dan 3 bulan kemudian dikeluarkan karena dianggap sangat bodoh dan kepalanya kosong. Pada umur 10 tahun tertarik dengan ilmu pengtetahuan kue di kereta api. Pada umur 12 tahun menjadi penjual koran. Pada umur 14 tahun kondektur Kereta Api menampar kepalanya sehingga gendang telinga kanannya pecah dan ia menjadi tuli. Pada umur 15 tahun menyelamatkan anak kepala stasiun. Pada umur 16 tahun menjadi petugas telegram. Pada umur 22 tahun mendapat pekerjaan di New York, gajinya cukup besar. Pada umur 23 tahun membuat telegraf dan mendirikan pabrik kecil di New Ark, New Jersey. Pada umur 29 tahun pindah ke Menlo Park, New Jersey. Di sini ia mendirikan laboratorium riset yang merupakan fondasi bagi industri modern. Laboratorium ini mendapat julukan “Pabrik Penemuan”. Pada umur 30 tahun, secara kebetulan ia menemukan fonograf. Inilah satu-satunya penemuan Edison yang tidak mengalami kegagalan sekalipun. Pada tanggal 21 Oktober pada umur 32 tahun, berhasil membuat lampu listrik yang lebih baik mutunya daripada lampu listrik tenaga ciptaan Swan. Pada umur 33 tahun membuat lokomotif listrik eksperimental. Pada umur 35 tahun membuat pusat listrik tenaga uap di London dan New York. Pada umur 41 tahun membuat kamera film dan proyektor film. Dan akhirnya pada tanggal 18 Oktober 1931, umur 84 tahun ia menutup usia. Edison adalah seorang jenius, artinya orang yang berbakat besar untuk menciptakan sesuatu. Tetapi, waktu ia ditanya “Apakah jenius itu?” Jawabnya “Jenius adalah 1 % bakat, 99 % keringat.” Maksudnya, kalau ingin berhasil kita harus bekerja keras.
Edison sering mengalami kegagalan, tetapi ia tidak kenal putus asa untuk menemukan kawat pijar, ia mengalami kegagalan 9000 kali. Untuk menemukan aki, ia mengalami kegagalan 10.000 kali. Namun ia terus berusaha sampai ia mendapatkan yang ia cari. Dalam perkembangan selanjutnya ada murid Edison yang datang mengeluh karena sudah mengalami 99 kali kegagalan, dan Edison menjawab “Engkau bukan mengalami 99 kali kegagalan melainkan 99 kali pelajaran. Dengan gagal 99 kali berarti engkau tahu bahwa ada 99 hal yang tidak boleh dilakukan. Jadi kegagalan adalah pelajaran”. Rajin belajar, giat bekerja, gemar berpikir. Tentang berpikir, Edison berkata “Orang yang tidak mau mengembangkan kebiasaan berpikir, kehilangan kenikmatan hidup yang paling besar.” Hasil pemikiran Edison telah membuat umat manusia menikmati terang listrik, bioskop, telepon, telegraf, radio, televisi, tape recorder, dsb. Itulah pengalaman yang dapat kita timba dari kehidupan dan prestasi Edison. Ia mengalami kegagalan demi kegagalan, namun itu tidak membuatnya menjadi putus asa dan menyerah melainkan memberinya semangan untuk terus berpestasi dan meraih keberhasilan.
Abraham Lincoln
Siapakah Abraham Lincoln sebenarnya? Berikut marilah kita melihat sejarah hidup tokoh ini yang tidak jarang mengalami kegagalan dalam hidupnya. Tahun 1831 ia mengalami kebangkrutan dalam usahanya. Tahun 1832 ia kalah dalam pemilihan lokal. Tahun 1833 ia kembali mengalami kegagalan dalam usahanya. Tahun 1835 isterinya meninggal dunia. Tahun 1836 ia stres dan menderita tekanan mental sedemikian rupa sehingga hampir saja masuk rumah sakit jiwa. Tahun 1837 ia kalah dalam lomba pidato. Tahun 1840 ia gagal dalam pemilihan anggota Senat Amerika Serikat. Tahun 1842 ia menderita kegagalan untuk duduk sebagai anggota kongres Amerika. Tahun 1847 ia ka kalah lagi di kongres. Tahun 1855 ia kalah lagi di senat Amerika Serikat. Tahun 1856 ia gagal untuk duduk sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat. Tahun 1858 ia gagal lagi di Senat. Akhirnya pada tahun 1860 ia berhasil terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.
Sungguh ini adalah suatu pengalaman yang luar biasa. Saya belum pernah berjumpa dengan seorang pun yang begitu banyak mengalami kegagalan seperti Lincoln, tetapi fakta memperlihatkannya sebagai orang yang tidak gampang menjadi putus asa dengan sekian banyak kegagalan itu. Inilah cara kedua yang seharusnya kita miliki ketika hidup kita diperhadapkan dengan berbagai kegagalan. Janganlah cepat putus asa, tetaplah bersabar dan teruslah berusaha, maka keberhasilan akan menjadi bagian hidup kita.
3. Bersyukurlah dan belajarlah untuk melihat rencana Allah yang lebih indah.
Sebagai langkah terakhir yang perlu kita lakukan di dalam menghadapi kegagalan setelah mengoreksi diri dan terus berusaha adalah bersyukur dan belajar untuk melihat rencana Allah yang lebih indah di balik semua kegagalan itu. Sebenarnya konsep yang ada di balik sikap ini adalah iman dan kepercayaan bahwa Allah adalah Allah yang baik dan selalu menginginkan yang terbaik bagi kita sebagai anak-anak-Nya. Kebaikan Allah ini adalah sifat yang unik karena kebaikan ini kadang disalurkan melalui kegagalan-kegagalan kita. Ia menginginkan yang terbaik bagi kita namun apa yang kita inginkan kadang tidak baik bagi diri kita sendiri tetapi kita tidak mengetahui hal itu. Itulah sebabnya demi menghindarkan kita dari “kecelakaan” karena keinginan semacam itu maka Ia mengijinkan kegagalan kedalam setiap usaha dan keinginan kita sehingga kegagalan demi kegagalan selalu mendampingi kita. Menghadapi kebenaran semacam ini maka sikap yang paling bijaksana adalah keberanian untuk belajar bersyukur dan mata untuk melihat rencana-Nya yang lebih indah.
Kalau demikian, apakah kegagalan itu selalu adalah kemalangan? Tentu tidak! Ada kegagalan yang adalah kemalangan dan itu datangnya dari diri kita sendiri, tetapi ada kegagalan yang justru adalah keuntungan. Kegagalan semacam ini biasanya datang dari sifat kebaikan Allah. Di sini kita seharusnya mempunyai cara pandang yang baru terhadap kegagalan bahwa kegagalan kadangkala menguntungkan kita. Di hadapan fakta semacam inilah seharusnya ketika berhadapan dengan kegagalan maka setelah mengoreksi diri langkah yang perlu kita lakukan adalah bersyukurlah kepada Allah dan belajarlah untuk melihat rencana-Nya yang lebih indah karena Dia adalah Allah yang baik yang dapat menyediakan keberhasilan bagi kita di balik semua kegagalan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar