Esra Alfred Soru
Persoalan tentang baptisan Kristen (baptisan air) adalah persoalan yang klasik, unik dan kontroversial. Mengapa? Karena masalah ini bukanlah masalah yang baru. Pergumulan-pergumulan tentang baptisan bukanlah hal yang baru di dalam gereja kita di dunia ini. Hal ini telah menimbulkan masalah sejak gereja berada dalam dunia ini. Salah satu contohnya adalah kaum Novatianus (abad 3 AD) yang berkeberatan untuk menerima kembali orang Kristen yang pernah murtad ke dalam gereja. Mereka sangat memelihara kemurnian jemaat dan karena itu barangsiapa yang menggabungkan diri dengan mereka haruslah dibaptiskan kembali karena menganggap bahwa baptisan yang telah mereka peroleh sebelumnya tidak sah. (A.A. Yewangoe, Tentang Baptisan (Artikel-Dokumen 1), hal.1). Dalam masa-masa selanjutnya, perdebatan di sekitar masalah ini semakin sengit di kalangan gereja-gereja maupun teolog-teolog. Robert G. Rayburn berkata bahwa tidak ada doktrin dalam Alkitab yang sedemikian banyak perbedaannya, atau yang sedemikian disalahmengerti di dalam gereja Kristen selain doktrin baptisan air. (Apa itu Baptisan?;1995, hal. 5).
Secara umum titik perdebatannya terletak pada dua hal yakni cara baptisan dan siapa yang layak dibaptiskan. Sebagian orang/gereja meyakini dan melaksanakan baptisan dengan cara percik, sebagian lagi dengan cara diselamkan/ditenggelamkan. Tentang siapa yang layak dibaptiskan, sebagian orang/gereja menolak praktek baptisan anak (Infant Baptism) dan sebagian lagi menerimanya. Manakah yang benar di antara keduanya? Adakah dasar Alkitabiah yang cukup kuat bagi praktek baptisan percik dan baptisan anak yang seringkali menjadi persoalan atau dipersoalkan? Kita akan menelaahnya dan memeriksanya dari Alkitab dalam beberapa hari ini.
Hal pertama yang seringkali menjadi persoalan adalah pendapat yang mengatakan bahwa baptisan yang benar adalah baptisan selam karena kata “baptis” itu dalam bahasa Yunaninya "bapto" atau bentuk kata kerjanya "baptizo" berarti “selam” atau “ditenggelamkan” dan ini adalah satu-satunya arti dari kata tersebut sebagaimana kata Jeremia Rim dalam buku pelajaran “Dasar Kekristenan Yang Kokoh” (Gereja Kristen Perjanjian Baru) hal 16 : “Kita melihat adanya berbagai macam cara pembaptisan. Namun sebenarnya Alkitab hanya mengajarkan satu macam cara pembaptisan, yaitu dengan cara diselamkan ke dalam air. Kata baptis sendiri dalam bahasa Gerika "bapto", artinya ditenggelamkan” demikian juga Derek Prince : “Jika “bapto” berarti mencelupkan sesuatu ke dalam cairan, kemudian mengeluarkannya kembali, maka “baptizo” pasti hanya mempunyai satu arti, yaitu membiarkan sesuatu dicelupkan ke dalam suatu cairan, kemudian mengeluarkannya kembali. Singkatnya, “baptizo” (dari mana berasal kata “baptis” dalam bahasa Indonesia) berarti membiarkan sesuatu dicelupkan” (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta, hal. 13). Untuk menguatkan dan membuktikan ketunggalan arti dari kata “baptis” itu maka selanjutnya Prince memaparkan penggunaan kata “bapto” atau “baptizo” itu dalam literatur sekuler Yunani dari segala zaman mulai dari abad ke lima atau ke empat sebelum Masehi. Ia mengutip perkataan Plato, Hippocrates, Strabo, Flavius Josephus dan Plutarch, dan akhirnya ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa : “Berdasarkan penyelidikan yang singkat ini, kita melihat jelas bahwa kata Yunani “baptizo” selalu mempunyai arti yang sama, yang tidak pernah berubah sepanjang masa. Mulai dari bahasa Yunani klasik sampai pada bahasa Yunani Perjanjian Baru. Kata itu tidak pernah berubah maknanya, yaitu : “membiarkan sesuatu dicelupkan”, “membenamkan sesuatu di bawah permukaan air atau cairan yang lain”. (Prince, 15).
Tentu menarik apa yang dikatakan dan dikemukakan oleh Prince, namun sayangnya adalah di dalam memberikan pengertian dasar dari kata “bapto” atau “baptizo” ini, Prince banyak mengutip pendapat dan penggunaan kata ini dalam literatur sekuler Yunani namun hanya mengutip beberapa ayat Alkitab dan itu pun dengan penjelasan yang sangat singkat (Prince, 11-12) padahal jika diteliti dengan seksama dalam teks bahasa Yunani, kata tersebut digunakan sangat banyak dalam berbagai bagian Alkitab khususnya PB. Apa yang dikemukakan Prince cukup dapat dipertimbangkan, namun pertanyaan bagi kita adalah cukupkah sampai di situ? Apakah tidak ada arti yang lain lagi dari kata itu? Karena itu bersama dengan Rayburn saya hendak berkata : “Daftar mereka yang panjang tentang contoh-contoh yang dipergunakan dalam literatur sekuler Yunani adalah sangat penting. Kata-kata dari para ahli kamus yang ternama cukup memenuhi syarat, dan butir-butirnya cukup bisa diterima. Tetapi ketika itu sudah diterima, kita harus melanjutkannya dengan bertanya adakah arti yang lebih tepat lagi, dan digunakan pada kata itu selain daripada pengertian tersebut, demikian juga mereka yang sungguh terhormat harus setuju bahwa ada arti yang lain”. (Rayburn, 22). Ada arti yang lain? Benarkah demikian? Jawaban bagi pertanyaan ini haruslah bersumber dari Alkitab sebab Alkitab adalah satu-satunya dasar yang obyektif dari semua pemahaman. Untuk itu baiklah kita meneliti beberapa ayat Alkitab yang berkaitan dengan masalah ini.
Dalam Mark 7 :4 dikatakan : “dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan ("baptizontai") dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpanya hal mencuci ("baptizmous") cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga”. Perhatikan baik-baik, dalam teks Yunani kata “membersihkan” menggunakan kata "baptisontai" sedangkan kata “mencuci” menggunakan kata "baptismous". Kata "baptisontai" adalah bentuk present indikatif pasif dari kata dasar "baptizo" sedangkan kata "baptismous" adalah bentuk akusatif dari kata "baptizmous" yang berasal dari kata dasar "bapto" dari mana kata “baptis” berasal. Jadi rupanya kata “baptis” juga dapat berarti membersihkan atau mencuci. Kalau kita hendak berkata bahwa kata ‘baptis’ hanya berarti menyelamkan/menenggelamkan, maka rasanya aneh sekali kalau setiap kali hendak makan orang Yahudi harus menenggelamkan dirinya maupun cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga ke dalam air. Hal ini lebih tidak masuk akal lagi apabila kita melihat terjemahan KJV : “And when they come from the market, except they wash, they eat not. And many other things there be, which they have received to hold, as the washing of cups, and pots, brasen vessels, and of tables” (Dan pada waktu mereka pulang dari pasar, kecuali mereka mencuci, mereka tidak makan. Dan banyak hal-hal lain yang mereka terima untuk dipegang, seperti pencucian cawan, belanga/panci, bejana/tempat dari tembaga, dan meja-meja). Jadi rupanya meja-meja juga dibaptis. Seandainya baptis hanya berarti menenggelamkan, maka sebelum makan orang Yahudi harus terlebih dahulu menenggelamkan meja-meja juga. Tentu ini tidak masuk di akal.
Perhatikan juga Luk 11:38 : “Orang Farisi itu melihat hal itu dan ia heran, karena Yesus tidak mencuci ("ebaptizthe") tangan-Nya sebelum makan”. Kata "ebaptizthe" yang dipergunakan di sini adalah bentuk aorist pasif dari kata dasar "baptizo". Dalam bagian ini berarti mencuci. “Mencuci (membaptis) tangan sebelum makan”. Jika kata “baptis” hanya berarti ditenggelamkan, maka seharusnya Yesus menenggelamkan tangan-Nya sebelum makan. Jika saudara-saudara pemegang paham baptisan selam konsisten dengan pengertian mereka tentang kata “baptis” yakni menenggelamkan seluruhnya, maka seharusnya sebelum makan Yesus menenggelamkan seluruh tangannya. Saya kira ini adalah aktifitas yang tidak mungkin. Perlu diketahui juga bahwa tradisi mencuci tangan ini dalam kebudayaan Yahudi berhubungan dengan penyucian dari kemungkinan kenajisan. Dan bagaimanakah tradisi ini dilakukan? Simaklah penjelasan William Barclay : “Menurut hukum itu sebelum makan tangan harus dicuci dengan hukum-hukum yang sangat mendetail. Dengan sengaja disimpan air khusus untuk keperluan tersebut sebab air biasa dikuatirkan tidak bersih. Air yang dipakai paling kurang sebanyak satu perempat dari batang bambu. Pertama-tama air itu harus dituangkan ke atas tangan dimulai dari jari kelingking dan terus sampai ke pergelangan. Kemudian telapak tangan haruslah dibersihkan dengan menggosokkan genggam yang satu kepada yang lainnya. Akhirnya sekali lagi air dituangkan ke atas tangan, kali ini dimulai dari pergelangan dan berakhir pada ujung-ujung jari”. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari (Lukas), hal. 224). Dari tradisi ini kita ketahui bahwa air untuk mencuci (membaptis) tangan ini hanya sedikit saja dan ditaruh di dalam bambu, juga aktifitas pencuciannya selalu dilakukan dengan cara dituangkan. Dengan demikian arti kata “baptis” yang digunakan di sini lebih kepada dituangkan dan bukan ditenggelamkan atau diselamkan. Bagaimana mungkin orang menenggelamkan seluruh tangannya ke dalam sedikit air dalam bambu?
Mat 26:23 : “Ia menjawab: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan ("embapsas") tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku”. Kata “mencelupkan” dalam ayat di atas menggunakan kata bahasa Yunani "embapsas" yakni bentuk nominatif partisif aorist aktif dari kata dasar "embapto" yang berarti mencelupkan ke dalam. Jadi ayat ini seharusnya berbunyi : “Dia yang bersama-sama dengan Aku membaptis tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku”. Perhatikan baik-baik kalimat ini! Di sini dikatakan “membaptis tangan”. Jika arti kata “baptis” hanyalah ditenggelamkan atau diselamkan, itu berarti bahwa harus menenggelamkan seluruh tangan ke dalam pinggan (Bandingkan dengan penjelasan Luk 1 :38 di atas). Bagaimana mungkin menenggelamkan seluruh tangan ke dalam sebuah pinggan?
Satu ayat lagi yang memaksakan kita menerima kejamakan art dari kata “baptis” itu yakni 1 Kor 10 :1-2 : “Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut. Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis ("ebaptizthesan") dalam awan dan dalam laut”. Kata “dibaptis” dalam ayat ini menggunakan kata Yunani "ebaptizthesan" yakni bentuk aorist indikatif pasif dari kata dasar "baptizo". Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa orang Israel dibaptis dalam awan dan dalam laut. Awan dan laut yang dihubungkan dengan kehidupan orang Israel ini jelas menunjuk kepada dua peristiwa pada masa exodus (keluaran) di mana orang Israel dilindungi oleh Allah dengan tiang awan pada waktu siang hari (Kel 13:21-22; 14:19) dan juga pada saat mereka menyeberang laut Teberau (Kel 14:21-22). Hal ini dijelaskan dalam ayat 1 dari I Kor 10. Perhatikan dengan seksama, perlindungan awan dan penyeberangan laut dilihat oleh Paulus sebagai sebuah baptisan. Jika kata “baptis” hanya berarti ditenggelamkan atau diselamkan, maka pertanyaan kita adalah kapankah orang Israel ditenggelamkan atau diselamkan ke dalam laut? Derek Prince membahasakan pengalaman orang Israel dengan berkata bahwa bani Israel masuk ke dalam laut, melintasi laut dan keluar lagi dari dalam laut (Prince, 165) dan ini menunjuk kepada fakta dan cara baptisan air yakni orang yang dibaptis itu masuk ke dalam air, berjalan melintasi air, kemudian keluar lagi dari air.(ibid, 165-166). Hal ini (yang dialami oleh orang Israel) memang benar, namun persoalannya adalah bahwa fakta orang Israel masuk ke dalam laut, melintasi laut dan keluar lagi dari dalam laut tidak membuat mereka sampai tenggelam atau terbenam di dalam laut sehingga basah kuyup. Dengan demikian fakta ini tidak bisa dipakai sebagai acuan terhadap cara baptisan selam yang nyata-nyata membuat orang yang dibaptis itu basah kuyup. Apa yang dikatakan oleh Prince itu senada dengan apa yang dikatakan oleh Lukas Sutrisno : “Istilah Paulus tentang baptis di sini menunjuk atau mengacu kepada kenyataan bahwa bangsa Israel itu betul melewati laut sebagai gambaran ditenggelamkan” (Sebuah jawaban dalam diskusi dengan saya via email tanggal 20 Maret 2002) namun persoalannya adalah apakah hanya untuk menegaskan bahwa bangsa Israel pernah melewati laut Paulus harus menggunakan kata “baptis”? Kalau begitu apakah Paulus yang melewati Siprus dapat dikatakan bahwa ia dibaptis (tenggelam) di Siprus? (Kis 21:3). Apakah dengan masalah ini maka para pemegang paham baptisan selam hendak menambah pengertian dari kata “baptis” menjadi “melewati”? Jika para pemegang paham baptisan selam konsisten dengan pengertian mereka tentang hanya ada satu arti kata “baptis” maka jawaban yang diberikan di sini sungguh lemah dan terkesan dipaksakan. Mereka justru seharusnya mengakui bahwa kata “baptis” tidak selamanya berarti ditenggelamkan. Orang Israel tidak pernah tenggelam dalam awan. Yang terjadi adalah mereka ditudungi oleh awan. Tentang laut, juga mereka tidak pernah tenggelam di dalam laut. Mereka justru berjalan di tanah yang kering seperti kata Kel 14: 21-22 : “…. dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka”. Tentang ini Herlianto berkata : “Dalam kedua gambaran ini tidak tergambar bahwa mereka tenggelam dalam awan (seperti kalau kita naik pesawat dan masuk awan) atau laut (seperti kapal selam). Mereka hanya dinaungi oleh awan dan ketika menyeberangi laut pun mereka tidak basah (kecuali mungkin mengalami percikan embun) melainkan berjalan di tempat kering (Kel.14:16,29), tetapi yang basah kuyup dan tenggelam adalah tentara Mesir yang mengejar mereka (Kel.14:23-28)”. (Baptisan, Percik atau Selam, hal.3). Pendapat ini senada dengan Rayburn : “paling-paling mereka hanya terkena percikan” air dari “benteng air” yang ada di kanan-kiri mereka. (Rayburn, 24). Albert Barnes dalam Barnes’ Notes hal 745 mengomentari ayat ini dengan berkata : “This passage is a very important one to prove that the word baptism does not necessarily mean entire immersion in water. It is perfectly clear that neither the cloud nor the waters touched them” (Text ini adalah text yang sangat penting untuk membuktikan bahwa kata baptisan tidak harus berarti penyelaman seluruhnya di dalam air. Adalah sangat jelas bahwa baik awan maupun air tidak menyentuh mereka). Lepas dari pengertian teologis di balik ungkapan ini, namun Paulus menyebutkan kedua peristiwa itu sebagai baptisan. Yang kita persoalkan bukanlah makna teologisnya tetapi arti katanya.
Sekarang perhatikan juga Ibr 9:10 : “Karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan ("baptizmois"), hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan”. Kata “pembasuhan” di sini menggunakan kata bahasa Yunani "baptizmois" yang adalah bentuk datif dari kata "baptismos" yang berarti pembersihan, pembaptisan atau pencucian. Konteks ayat ini berbicara tentang ordinasi penyucian yang bersifat rohani dibandingkan dengan ordinasi penyucian yang bersifat duniawi dalam hal ini menunjuk kepada aktifitas dalam Kemah Suci orang Israel. Sekali lagi di sana dikatakan “pelbagai macam pembaptisan”. Jika kata “baptisan” hanya berarti penenggelaman atau penyelaman, maka biarkanlah kita bertanya : “Adakah upacara penyelaman atau penenggelaman dalam sistem ritualitas orang Israel di dalam Kemah Suci? Jelas tidak ada! Bahkan lebih daripada itu aktifitas penyelaman atau penenggelaman adalah sesuatu yang sangat asing dalam upacara agama orang Israel. Kalau begitu apakah yang dimaksudkan dengan pelbagai macam pembaptisan dalam ayat ini? Marilah kita melihat dalam konteks dekatnya yakni Ibr 9:13 : “Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah” (band. Bil 19), Ibr 9:19 : “Sebab sesudah Musa memberitahukan semua perintah hukum Taurat kepada seluruh umat, ia mengambil darah anak lembu dan darah domba jantan serta air, dan bulu merah dan hisop, lalu memerciki kitab itu sendiri dan seluruh umat” , dan Ibr 9:21 : “Dan juga kemah dan semua alat untuk ibadah dipercikinya secara demikian dengan darah”. Ketiga ayat ini menunjuk kepada upacara agama dalam Kemah Suci orang Israel yang oleh penulis Surat Ibrani disebut sebagai “baptisan”. Tiga ayat itu semuanya menggunakan kata “percik”, itu berarti bahwa dalam bagian ini kata “baptis” dapat berarti pemercikkan dan bukan penyelaman atau penenggelaman yang adalah ide yang asing bagi orang Israel.
Memang kalau kita memeriksa atau meneliti kata “percik” dalam ketiga ayat ini tidaklah menggunakan kata "baptizo" melainkan "rantizo". Mungkin inilah yang membuat Lukas Sutrisno dalam websitenya berkata : “Kata Baptis sebenarnya diambil dari kata "baptizo" yang berarti celup atau ditenggelamkan. Sedangkan percik itu bahasa Yunaninya bukan baptizo, tetapi "rantizo" atau dalam bahasa Inggrisnya sprinkle/sprinkling, sedangkan kata Baptis yang ditulis di Alkitab adalah baptizo bukannya rantizo.” (www.come.to/alfa-omega). Untuk memahami hal ini kita perlu mengetahui terlebih dahulu bahwa kata “bapto” atau “baptizo” itu mengandung keunikan makna. Keunikan makna dari kata tersebut nampak dalam dua hal :
(1) Penenggelaman atau penyelaman bukanlah satu-satunya arti dari kata “bapto” atau “baptizo”. Beberapa ayat yang telah diteliti sebelumnya memperlihatkan bahwa kata “bapto” atau “baptizo” bisa berarti membersihkan, membasuh, mencuci, memercik, mengguyur, dll.
(2) Kata “bapto” atau “baptizo” bukanlah satu-satunya kata yang dipakai untuk penenggelaman atau penyelaman. Alkitab membuktikan bahwa ada banyak kata “tenggelam” yang tidak memakai kata “bapto” atau “baptizo” seperti dalam Mat 18:6 yang memakai kata "katapontisthe", Ibr 11:29 yang memakai kata "kateponthesan".
Dengan melihat dua keunikan arti di atas, maka kita dapat katakan bahwa sebenarnya kata “bapto” atau “baptizo” itu adalah sebuah kata yang umum yang terdiri dari beberapa kata kerja sama seperti dalam dunia persepedamotoran, kita mengenal adanya merk Suzuki namun yang tergolong ke dalam Suzuki itu begitu banyak. Ada Suzuki Smash, Tornado, Shogun, Cristal, Satria, Bravo, dll. Jadi yang terkandung di dalam kata “bapto” atau “baptizo” itu antara lain : "katapontizo atau katapontizomai = tenggelam seperti Mat 18:6; Ibr 11:9; Mat 14:30, "rantizo" = percik dalam Ibr 9:13,19,21, "nipto" = mencuci, membasuh dalamYoh 13:10, "louo", "loutrou" = mandi dalam Efs 5:26; Yoh 13:10, "gemizo" = celup, mengisi, memenuhi dalam Mark 15:36 dan "duno" = membenamkan dalam Efs 4:26; Mark 1:37. Dengan demikian kata “rantizo” yang muncul dalam ayat 13, 19 dan 21 dari Ibrani pasal 9 tidaklah cukup untuk menggugurkan kesimpulan yang telah kita ambil dari penelitian konteks yang sangat akurat. Mengapa? Karena kata “percik” ("rantizo") adalah termasuk ke dalam kategori “baptizo”.
Dari beberapa ayat yang telah dibahas di atas baik dari penelitian konteks dekat maupun konteks jauhnya, penggunaan dan analisis kata atau bahasanya serta analisa budaya dan sistem religius orang Yahudi, maka kita seharusnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata “bapto” atau “baptizo” mempunyai makna unik dan jamak. Menyelamkan atau menenggelamkan bukanlah satu-satunya arti melainkan salah satu arti saja sebagaimana apa yang dikatakan oleh Herlianto : “Dalam bahasa Yunani, kata 'Bapto' artinya bisa 'mencelupkan di dalam atau di bawah' atau bisa juga berarti mencelupkan bahan-bahan untuk memberi warna baru, sedangkan 'Baptizo' bisa berarti 'membenamkan', 'menenggelamkan' atau 'membinasakan.' Tetapi, baptizo juga bisa berarti 'masuk di bawah' atau 'dipengaruhi', dan dalam suasana helenisme juga diartikan sebagai 'mandi' atau 'mencuci.'” (Herlianto, 1).
2 komentar:
Terus terang saya baru pernah membaca tulisan yang membela doktrin baptisans elam yang sekuat ini. Thax Bung. Teruslah menulis. GBU
Boy-Mataram
Sory..salah ketik tadi. Maksudku belum pernah membaca tulisan yang membela doktrin baptisan percik sekuat ini.
Boy-Mataram
Posting Komentar