Rencana keselamatan Allah bagi dunia ini bersifat kekal, dan rencana ini sungguh-sungguh melibatkan ketiga oknum Allah tritunggal yakni Bapa, Anak & Roh Kudus. Bapa bertindak sebagai perencana, Anak bertindak sebagai pelaksana dan Roh Kudus bertindak sebagai peneguh. Yang menonjol dalam “proyek” ini adalah karya oknum kedua dan ketiga yakni Anak dan Roh Kudus. Sang Anak dengan sungguh-sungguh menuntaskan karya penebusan-Nya di atas kayu salib dan setelah itu Roh Kudus meneruskan, menerapkan dan meneguhkan karya itu kepada dan di dalam kehidupan orang percaya melalui kesadaran dan pengakuan dosa serta kelahiran baru. Karya kedua oknum ini begitu penting bagi keselamatan manusia. Oleh sebab itulah di dalam gereja terdapat dua macam sakramen yakni sakramen Perjamuan Kudus dan sakramen Baptisan Kudus. Kedua sakramen ini bertujuan untuk mengingat dan menyimbolkan karya kedua oknum Allah tersebut. Sakramen Perjamuan Kudus dilakukan sebagai peringatan atau simbol dari karya Kristus di mana Ia telah memecahkan tubuh-Nya dan mencurahkan darah-Nya bagi keselamatan manusia, dan sakramen Baptisan Kudus dilakukan untuk mengingat dan menyimbolkan karya Roh Kudus terhadap dan di dalam hidup orang percaya. Jadi dengan ini kita tahu bahwa sebenarnya baptisan air itu melambangkan karya Roh Kudus.
Hubungan antara Baptisan air dan karya Roh Kudus ini nampak dalam Injil Matius 3:11 berkata : “Aku (Yohanes Pembaptis) membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia (Yesus) yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”. Di sini kita melihat bahwa Yohanes Pembaptis menghubungkan baptisannya (baptisan air) dengan baptisan Yesus (baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api). Di dalam membicarakannya, ia menempatkan diri dan kualitas baptisannya di bawah diri dan kualitas baptisan Yesus dengan berkata “…Ia yang datang kemudian lebih berkuasa dari padaku…” Itu berarti bahwa baptisan air bukanlah yang utama, baptisan air bukanlah yang terpenting, dan baptisan air bukanlah baptisan yang sesungguhnya. Lalu apakah kedudukan baptisan air dalam konteks ini? Kedudukannya adalah bahwa baptisan air adalah lambang atau gambaran dari baptisan yang akan datang, baptisan yang sesungguhnya yakni baptisan Roh Kudus sebagaimana telah disinggung di atas.( Selidikilah ayat-ayat ini dengan seksama : Kis 19:1-6; Titus 3:5; Efs 4:5 dan I Kor 12:13). Bosca Da Cunha berkata : “Pembaptisan dalam Roh Kudus adalah pemenuhan tugas Yesus dan berarti pembaptisan Kristen terikat pada kehadiran Roh Kudus….Entah air atau penumpangan tangan, semuanya berkaitan dengan Roh Kudus; air merupakan tanda pengudusan dan penumpangan tangan lebih langsung menandakan pencurahan kurnia Roh Kudus” (Tiga Sakramen Inisiasi; 1991, hal. 5). Dalam website Gereja Katholik ditulis :“Jadi baptisan adalah karya Allah sendiri yang mencurahkan Roh Kudus-Nya. Baptisan tidak dapat dibedakan/dipisahkan dari Iman kepada Yesus dan dari pencurahan Roh Kudus. Baptisan merupakan perwujudan iman seseorang kepada Yesus dan Iman itu berhubungan dengan pencurahan Roh Kudus lihatlah pada 1 Kor 12:3 "Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorang pun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: "Terkutuklah Yesus!" dan tidak ada seorang pun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus." (www. gerejakatholik.net) sedangkan seorang teolog modern yang bernama Dietrich Bonhoeffer berkata bahwa karunia di dalam baptisan adalah Roh Kudus.(Mengikut Yesus, 2000, hal.84). Penting juga untuk memperhatikan kata-kata John Stott yang lebih lengkap tentang hubungan kedua baptisan ini : “Baptisan air adalah upacara terbuka bagi awal pemasukan ke dalam Kristus. Upacara itu secara nampak menandai penyucian dosa (Kis 22:16) dan pemberian Roh Kudus. Lihat Kis 2:38, di mana kedua aspek keselamatan dihubungkan dengan baptisan. Baptisan adalah lambang, yang kenyataannya terdapat dalam baptisan Roh. Tentu inilah yang menyebabkan reaksi spontan Petrus, ketika Kornelius dibaptis dengan Roh itu, berbunyi, ‘Bolehkah orang mencegah untuk membaptis orang-orang ini dengan air, sedangkan mereka telah menerima Roh Kudus sama seperti kita (Kis 10:47; 11:16). Jika mereka telah menerima realitasnya, bagaimana mereka dapat ditolak untuk menerima tandanya? Kejadian ini juga menjelaskan pertanyaan Paulus yang kedua yang diajukan kepada para ‘murid’ di Efesus itu. Ketika mereka menceritakan kepadanya bahwa mereka belum pernah mendengar tentang Roh Kudus, segera ia menanyakan dengan baptisan mana mereka telah dibaptiskan. Kedua rasul itu, Petrus dan Paulus, jelas menghubungkan kedua baptisan itu (baptisan air dan baptisan Roh Kudus)” (Baptisan dan Kepenuhan-Peranan dan Karya Roh Kudus Masa Kini, 1999, hal. 43-44). Jika baptisan air adalah lambang dari baptisan Roh Kudus, maka prinsip-prinsip yang ada di dalam baptisan Roh Kudus haruslah ada di dalam baptisan air. Ingatlah bahwa yang melambangkan tidak boleh bertentangan dengan yang dilambangkan. Itu berarti bahwa apa yang nampak dalam baptisan Roh Kudus harus nampak juga dalam baptisan air. Termasuk cara? Ya! Bagaimana kita menentukan cara dari baptisan air? Jawabannya adalah bahwa caranya haruslah mengikuti cara yang dipakai dalam baptisan Roh Kudus. Bukankah penganut paham baptisan selam selalu mengutamakan cara dan menganggap bahwa cara begitu penting?
Sekarang marilah kita melihat hal ini lebih dalam! Baptisan dengan Roh Kudus yang disebutkan dalam ayat di atas ditulis dalam bentuk future yang berarti bahwa hal itu belum terjadi dan akan terjadi. “Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”. Jadi baptisan dengan Roh Kudus itu bersifat janji atau nubuatan. Pertanyaan bagi kita sekarang adalah “Kapan janji atau nubuatan ini digenapi?” Hampir tidak ada orang yang menolak bahwa janji atau nubuatan tentang baptisan Roh Kudus dalam Matius 3:11 itu digenapi dalam peristiwa Pentakosta (Kis 2:1-13). Hal ini dikuatkan jika kita memperhatikan konteks dekatnya di mana sebelum peristiwa Pentakosta, janji yang diungkapkan Yohanes Pembaptis itu kembali dibicarakan. Kisah Rasul 1:5 : “Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus” dan benar bahwa beberapa saat kemudian (Kis 2) Roh Kudus dicurahkan. Itulah baptisan Roh Kudus yang telah digenapi. Kembali pada pokok pembicaraan di atas bahwa baptisan air adalah lambang dari baptisan Roh Kudus, dan oleh karena itu maka cara yang dipakai di dalam baptisan Roh Kudus harus menjadi cara dalam baptisan air maka marilah kita meneliti dengan seksama cara apakah yang terjadi atau dipakai dalam baptisan Roh Kudus. Kis 2:3 berkata : “Dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti lidah api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing”. Rupanya cara yang nampak adalah bertebaran dan hinggap. Kata-kata ini tentu sesuai dengan prinsip bahwa Roh Kudus dicurahkan. Mengomentari hal ini Herlianto dalam artikelnya Baptisan, Percik atau Selam? (www.yabina.org) berkata : “Yohanes menyamakan baptisan 'air' yang ia lakukan dengan baptisan 'Roh Kudus' yang dilakukan oleh Yesus, dan menarik untuk diamati bahwa baptisan Roh Kudus tidak berarti bahwa para Rasul tenggelam dalam kobaran api (band. Kel.3:2) tetapi sebagai 'lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran yang hinggap' di atas para Rasul (Kis.2:3) dan yang penting dalam perlambangan ini adalah para Rasul penuh dengan Roh Kudus (Kis.2:4)” sedangkan Bosca Da Cunha membahasakannya dengan istilah “bermandikan Roh Kudus” (Da Cunha : 4). Jadi jelas di sini bahwa Roh Kudus dicurahkan dari atas dan bertebaran serta hinggap di atas kepala murid-murid. Ini menarik sekali. Perhatikan baik-baik bahwa cara yang dipakai dalam baptisan Roh Kudus adalah Roh Kudus yang dicurahkan ke atas murid-murid dan bukan murid-murid yang ditenggelamkan atau diselamkan ke dalam Roh Kudus. Jika kita sepakat seperti prinsip sebelumnya bahwa cara yang terdapat di dalam baptisan Roh Kudus haruslah merupakan cara yang dipakai di dalam baptisan air, maka cara baptisan air yang sesungguhnya bukanlah orang percaya yang ditenggelamkan di dalam air melainkan air (lambang Roh Kudus itu) yang di curahkan ke atas kepala orang percaya.
Derek Prince mencoba menerangkan hal ini dengan berkata bahwa : “Kiranya perlu diingat, bahwa secara alamiah ada dua cara dengan mana manusia dapat dibenamkan dalam air. Cara yang satu adalah di mana orang yang bersangkutan terbenam di bawah permukaan air, kemudian keluar lagi dari dalam air. Cara yang kedua adalah di mana orang itu berjalan di bawah sebuah air terjun dan membiarkan dirinya dibenamkan dalam air yang tercurah dari atas. Pembenaman yang kedua inilah cara dengan mana baptisan Roh Kudus itu terjadi dalam alam roh” (Dari Sungai Yordan Sampai Hari Pentakosta; 1993, hal.67) namun dengan berkata demikian sebenarnya ia membuat kekeliruan besar dalam menganalisa gejala yang terdapat dalam Kis 2. Bukankah murid-murid tidak tenggelam dalam curahan api yang dari atas itu? Gambaran air terjun untuk menjelaskan ide tentang terbenam dengan curahan dari atas sepertinya terlalu dipaksakan. Coba bayangkan tentang seseorang yang berada di bawah (terbenam) di dalam air terjun itu. Apakah orang itu kelihatan? Tentu tidak! Yang kelihatan hanyalah air terjun itu. Tetapi apakah yang terjadi pada peristiwa Pentakosta? Alkitab tidak memberikan indikasi sedikitpun bahwa murid-murid tidak kelihatan karena tenggelam di dalam api melainkan mereka kelihatan dengan jelas di mana orang dapat melihat bahwa ada lidah api bertebaran di atas kepala mereka.
Dengan demikian cara yang dipakai dalam baptisan Roh Kudus seperti dijelaskan di atas (bahwa Roh Kudus yang dicurahkan ke atas murid-murid) tidak dapat dibantah. Kalau ini caranya maka demikian pulalah seharusnya cara yang dipakai dalam baptisan air di mana bukan orang percaya yang ditenggelamkan ke dalam air melainkan air yang dicurahkan ke atas orang percaya. Ini tentu dikuatkan dengan ide tentang air sebagai lambang Roh Kudus (Yoh 7:38-39).
1 komentar:
Ini juga argumentasi yang sangat kuat dalam menghadapi orang2 yang selalu fanatik dengan baptisan selam mereka.
Boy-Mataram
Posting Komentar