Sabtu, 12 Januari 2008

BOLEHKAH ORANG KRISTEN DIKREMASI?

Pdt. Budi Asali, M. Div



Banyak hamba Tuhan / orang kristen yang anti kremasi memberikan bermacam-macam argumentasi untuk menentang kremasi, tetapi saya berpendapat bahwa tidak satupun argumentasi mereka yang bisa dipertahankan. Misalnya:


1) Mereka mengatakan bahwa api adalah simbol hukuman.


Jawaban saya:


Api yang adalah simbol hukuman, juga merupakan simbol:


  • Roh Kudus.


Kis 2:1-4 - “(1) Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. (2) Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; (3) dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. (4) Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya”.


  • Penyucian.


Mat 3:11 - “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasutNya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api”.


Memang di sini ada penafsiran yang berbeda. Ada yang mengatakan api di sini merupakan simbol penyucian, ada pula yang mengatakan api di sini adalah simbol hukuman.


  • Kitab Suci / Firman Tuhan.


Yer 23:29 - “Bukankah firmanKu seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?”.


Dan seringkali api harus diartikan secara hurufiah, bukan simbol apapun, seperti dalam Yoh 21:9 - “Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti”.


Mengapa dalam hal kremasi harus dipilih api sebagai simbol hukuman?


2) Mereka mengatakan bahwa dalam Kitab Suci cuma ada pembakaran mayat orang jahat, sedangkan orang saleh / beriman semua dikubur.


Jawaban saya:


a) Itu omong kosong. Yonatan, anak Saul, adalah orang beriman dan saleh, tetapi mayatnya dibakar.


1Sam 31:1-13 - “(1) Sementara itu orang Filistin berperang melawan orang Israel. Orang-orang Israel melarikan diri dari hadapan orang Filistin dan banyak yang mati terbunuh di pegunungan Gilboa. (2) Orang Filistin terus mengejar Saul dan anak-anaknya dan menewaskan Yonatan, Abinadab dan Malkisua, anak-anak Saul. (3) Kemudian makin beratlah pertempuran itu bagi Saul; para pemanah menjumpainya, dan melukainya dengan parah. (4) Lalu berkatalah Saul kepada pembawa senjatanya: ‘Hunuslah pedangmu dan tikamlah aku, supaya jangan datang orang-orang yang tidak bersunat ini menikam aku dan memperlakukan aku sebagai permainan.’ Tetapi pembawa senjatanya tidak mau, karena ia sangat segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan menjatuhkan dirinya ke atasnya. (5) Ketika pembawa senjatanya melihat, bahwa Saul telah mati, iapun menjatuhkan dirinya ke atas pedangnya, lalu mati bersama-sama dengan Saul. (6) Jadi Saul, ketiga anaknya dan pembawa senjatanya, dan seluruh tentaranya sama-sama mati pada hari itu. (7) Ketika dilihat orang-orang Israel, yang di seberang lembah dan yang di seberang sungai Yordan, bahwa tentara Israel telah melarikan diri, dan bahwa Saul serta anak-anaknya sudah mati, maka mereka meninggalkan kota-kota mereka lalu melarikan diri juga; kemudian datanglah orang Filistin dan menetap di sana. (8) Ketika keesokan harinya orang Filistin datang merampasi orang-orang yang mati terbunuh itu, didapati mereka Saul dan ketiga anaknya tergelimpang di pegunungan Gilboa. (9) Mereka memancung kepala Saul, merampas senjata-senjatanya dan menyuruh orang berkeliling di negeri orang Filistin untuk menyampaikan kabar itu di kuil berhalanya dan kepada rakyat. (10) Kemudian mereka menaruh senjata-senjata Saul di kuil Asytoret, dan mayatnya dipakukan mereka di tembok kota Bet-Sean. (11) Ketika penduduk Yabesh-Gilead mendengar tentang apa yang telah dilakukan orang Filistin kepada Saul, (12) maka bersiaplah segenap orang gagah perkasa, mereka berjalan terus semalam-malaman, lalu mengambil mayat Saul dan mayat anak-anaknya dari tembok kota Bet-Sean. Kemudian pulanglah mereka ke Yabesh dan membakar mayat-mayat itu di sana. (13) Mereka mengambil tulang-tulangnya lalu menguburkannya di bawah pohon tamariska di Yabesh. Sesudah itu berpuasalah mereka tujuh hari lamanya”.


b) Dalam Kitab Suci memang hampir semua orang dikubur, karena pada jaman itu hanya ada sedikit manusia, dan tanah kuburan bisa didapat dengan mudah dan murah. Tetapi jaman berubah! Makin banyaknya manusia dan makin penuhnya dunia ini menyebabkan kuburan sukar didapat dan mahal. Ada yang mengatakan bahwa di Hongkong seseorang haruslah sangat kaya untuk bisa membeli kuburan. Dan seluruh dunia menjurus pada keadaan seperti itu, sehingga lambat laun tidak ada orang yang bisa membeli kuburan. Karena itu, mengingat Kitab Suci memang tidak melarang kremasi, maka pilihan pada kremasi tentu merupakan pilihan yang bijaksana (dan tetap alkitabiah).


3) Mereka mengatakan bahwa kremasi menghancurkan tubuh sehingga tidak bisa dibangkitkan oleh Allah.


Jawaban saya:


a) Apakah penguburan tidak menghancurkan tubuh / mayat?

b) Bagaimana dengan orang yang terkena ledakan bom, apalagi bom atom, atau dimakan ikan / buaya / ular / binatang buas? Apakah mereka ini juga tidak bisa dibangkitkan?

c) Saya percaya Allah yang maha kuasa bisa membangkitkan mayat yang bagaimanapun hancurnya!


4) Mereka mengatakan bahwa ada kemungkinan roh orang yang mati itu, yang masih belum meninggalkan tubuhnya, bisa menderita karena pembakaran itu.


Ir. Herlianto M. Th.: “dalam pembakaran demikian kita membuka kemungkinan ikut terbakarnya roh / jiwa disamping tubuh, sebab kita tidak tahu berapa lama roh / jiwa manusia masih mempunyai keterkaitan dengan tubuh jasmani setelah seseorang dinyatakan meninggal secara klinis, dan apa yang dirasakan oleh roh / jiwa saat terbakar” - ‘Diskusi sekitar kremasi (pembakaran jenazah)’, hal 2.


Ir. Herlianto M. Th.: “Memang bila manusia sekedar hanya mahluk darah dan daging saja maka apakah jenazah itu dikubur atau dibakar tidak ada konsekwensinya apa-apa, tetapi kita harus menyadari hakekat roh / jiwa yang dalam proses kematian akan meninggalkan tubuh jasmani yang akan membusuk secara alamiah. Yang menjadi masalah adalah seberapa lama roh / jiwa itu sudah melepaskan keterikatannya dengan tubuh yang telah mati. Pengalaman umum menunjukkan bahwa banyak kasus kematian orang yang dibunuh (kematian tidak wajar) dan dikubur ditempat tidak wajar berdampak roh kelaparan yang tidak kunjung terlepas dari jasadnya dan biasanya hal ini diatasi dengan melakukan penguburan kembali ditempat yang lebih layak” - ‘Diskusi sekitar kremasi (pembakaran jenazah)’, hal 2.


Ir. Herlianto menambahkan bahwa dari kasus Lazarus yang dibangkitkan setelah mati 4 hari, dan juga dari kasus Yesus yang bangkit pada hari ke 3, bisa disimpulkan bahwa roh Lazarus dan Yesus masih mempunyai keterkaitan dengan tubuhnya pada saat itu.


Ir. Herlianto M. Th.: “Lazarus dikatakan oleh Yesus sebagai tidur sama dengan mati (Yoh 11:11-14) dan ketika dibangkitkan, Yesus tidak memanggil roh Lazarus agar kembali lagi, tetapi memanggil Lazarus seutuhnya (roh + tubuh) agar keluar dari kubur. Jadi kemungkinan besar roh / jiwa itu masih punya keterikatan dengan jenazah dalam waktu tertentu, dan dalam waktu tertentu itu pemulihan tubuh masih mungkin untuk kebangkitan kembali” - ‘Diskusi sekitar kremasi (pembakaran jenazah)’, hal 2.


Ir. Herlianto M. Th.: “Proses pembakaran jenazah akan berdampak kemungkinan ikut terbakarnya roh / jiwa yang mungkin masih punya keterikatan dengan tubuh jasmani itu. Kita jangan berspekulasi mengenai kemungkinan apa yang bisa terjadi dengan roh / jiwa pada saat kita membakar tubuh jasmaninya dengan sengaja” - ‘Diskusi sekitar kremasi (pembakaran jenazah)’, hal 3.


Ir. Herlianto M. Th.: “Ada kemungkinan bahwa roh / jiwa tidak langsung melepaskan keterikatannya dengan tubuh setelah seseorang dinyatakan mati tetapi membutuhkan waktu beberapa hari, bila demikian pembakaran jenazah dapat berdampak serius terhadap roh / jiwa yang masih punya keterikatan dengan tubuh” - ‘Diskusi sekitar kremasi (pembakaran jenazah)’, hal 5.


Jawaban saya:


a) Dari jaman dulu definisi dari kematian adalah terpisahnya tubuh dengan jiwa / roh. Kepercayaan kafir / takhyul bahwa jiwa / roh seseorang masih belum meninggalkan tubuhnya pada saat ia mati, jelas bertentangan dengan Alkitab. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:


1. 1Raja 17:21-22 - “Lalu ia mengunjurkan badannya di atas anak itu tiga kali, dan berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Ya TUHAN, Allahku! Pulangkanlah kiranya nyawa anak ini ke dalam tubuhnya.’ TUHAN mendengarkan permintaan Elia itu, dan nyawa anak itu pulang ke dalam tubuhnya, sehingga ia hidup kembali”.


Bahwa pada saat bangkit nyawa anak itu pulang kembali ke tubuhnya, membuktikan bahwa pada saat mati terjadi perpisahan antara tujuh dan jiwa / roh.


Hal yang sama terjadi dalam Luk 8:55 - “Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan”.


2. Maz 146:3-4 - “(3) Janganlah percaya kepada para bangsawan, kepada anak manusia yang tidak dapat memberikan keselamatan. (4) Apabila nyawanya melayang, ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya”.


Catatan: ay 4nya jelas menggambarkan kematian. Kata ‘nyawa’ dalam bahasa Ibrani adalah RUAKH, dan karena itu seharusnya diterjemahkan ‘roh’. Jelas dari ay 4 ini bahwa kematian digambarkan sebagai perpisahan dari:


· ‘roh’, yang dikatakan ‘melayang’ [RSV/NIV/NASB: ‘departs’ (= pergi)].

· ‘tubuh’, yang dikatakan ‘kembali ke tanah’ (= dikuburkan).


3. Pkh 12:5-7 - “(5) juga orang menjadi takut tinggi, dan ketakutan ada di jalan, pohon badam berbunga, belalang menyeret dirinya dengan susah payah dan nafsu makan tak dapat dibangkitkan lagi - karena manusia pergi ke rumahnya yang kekal dan peratap-peratap berkeliaran di jalan, (6) sebelum rantai perak diputuskan dan pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan dekat mata air dan roda timba dirusakkan di atas sumur, (7) dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.


Kata-kata yang saya garis-bawahi itu jelas menunjuk pada kematian, sedangkan kata-kata yang saya cetak miring menjelaskan bahwa kematian berarti bahwa roh itu kembali kepada Allah yang mengaruniakannya, dan ini jelas menunjukkan bahwa pada saat kematian itu terjadi, roh itu terpisah dari tubuhnya.


Mengomentari tentang Pkh 12:7 ini Morgan berkata: “They were united for a season, but they were never one essence; they were two distinct parts of one being, powerfully influencing one another, yet essentially different in their nature and origin. At death they part and go each to its own place - the body to mix with its kindred dust, and the spirit to appear before its judge and render an account of the deeds done in the body through its influence” - ‘The Biblical Doctrine of the Holy Spirit’, hal 12.


4. Mark 15:37 - “Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawaNya.


KJV: ‘and gave up the ghost’ (= dan menyerahkan rohNya).


RSV/NIV/NASB: ‘and breathed his last’ (= dan menghembuskan nafasNya yang terakhir).


Kata Yunani yang digunakan dalam Mark 15:37 ini berbeda dengan kata Yunani yang digunakan dalam ayat-ayat paralelnya (Mat 27:50 Luk 23:46 Yoh 19:30). Dalam Mark 15:37 ini digunakan kata Yunani EXEPNEUSEN. Kata Yunani yang persis sama sebetulnya juga digunakan dalam Mark 15:39, tetapi dalam Kitab Suci Indonesia terjemahannya jadi berbeda. Kata EXEPNEUSEN berasal dari kata dasar EKPNEO (‘Linguistic Key to the Greek New Testament’, hal 133), yang berarti ‘to breathe out, to expire, to die’.


Tetapi bandingkan dengan kata Yunani EXEPSUXEN / EKPSUCHO dalam point di atas (pembahasan tentang Kis 5:5,10 Kis 12:23). Kalau itu menunjukkan bahwa kematian merupakan perpisahan tubuh dengan jiwa, maka yang ini menunjukkan bahwa kematian merupakan perpisahan tubuh dengan roh.


5. Luk 23:43,46 - “(43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’ ... (46) Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’ Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya”.


Kata ‘nyawa’ seharusnya adalah ‘roh’ (Yunani: PNEUMA).


6. Yoh 19:30 - “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya.


Sama seperti LUk 23:43,46, kata ‘nyawa’ seharusnya adalah ‘roh’.


7. Penceritaan tentang kematian Ananias dan Safira dalam Kis 5:5,10, dan tentang kematian Herodes dalam Kis 12:23.


· Kis 5:5,10 - ‘putuslah nyawanya’.


KJV: ‘gave up / yielded up the ghost’ (= menyerahkan roh).


RSV/NIV: ‘died’ (= mati).


NASB: ‘breathed his / her last’ (= menghembuskan nafas terakhir).


· Kis 12:23 - “ia mati dimakan cacing-cacing”.


Kata Yunani yang dipakai adalah EXEPSUXEN (dalam Perjanjian Baru kata ini hanya digunakan 3 x, yaitu dalam Kis 5:5,10 Kis 12:23), yang berasal dari kata dasar EKPSUCHO. Kata EKPSUCHO ini pasti berasal dari 2 kata Yunani yaitu EK [= from (= dari), out from (= keluar dari), away from (= jauh dari)] + PSUCHE [= soul (= jiwa)]. Kata Yunani ini menunjukkan bahwa ‘mati’ merupakan ‘perpisahan tubuh dengan jiwa’.


8. Kis 7:59 - “Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’”.


Stefanus menyerahkan rohnya kepada Yesus, dan ini berarti rohnya pergi ke surga. Sedangkan tubuhnya dikuburkan (Kis 8:2). Jadi, jelas bahwa tubuh dan jiwa / rohnya terpisah pada saat ia mati.


9. 2Kor 5:8 - “tetapi hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.


KJV: to be absent from the body, and to be present with the Lord (= absen dari tubuh, dan hadir dengan Tuhan).


RSV: be away from the body and at home with the Lord (= jauh dari tubuh dan di rumah dengan Tuhan).


NIV: to be away from the body and at home with the Lord. (= jauh dari tubuh dan di rumah dengan Tuhan).


NASB: to be absent from the body and to be at home with the Lord (= absen dari tubuh dan ada di rumah dengan Tuhan).


Yunani: EKDEMESAI EK TOU SOMATOS KAI ENDEMESAI PROS TON KURION.


Perhatikan kontras antara EKDEMESAI (= to go away from home / pergi dari rumah) dan ENDEMESAI (= to come home / pulang ke rumah). Jadi kematian digambarkan sebagai ‘pergi dari rumah menjauhi tubuh’, dan ‘pulang ke rumah kepada Tuhan’.


10. 2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.


Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi itu, yang diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa Inggris.


KJV: ‘in his body’ (= dalam tubuhnya).


RSV/NIV/NASB: ‘in the body’ (= dalam tubuh).


Dalam bahasa Yunani memang digunakan kata SOMA, yang artinya adalah ‘tubuh’.


Yang dimaksudkan oleh Paulus jelas adalah bahwa apa yang dihakimi nanti hanyalah apa yang dilakukan oleh seseorang pada saat ia masih hidup. Paulus menggambarkan ‘keadaan masih hidup’ itu dengan kata-kata ‘dalam tubuh’. Ini jelas menunjukkan bahwa pada saat mati, roh / jiwa seseorang meninggalkan / terpisah dari tubuhnya.


11. Yak 2:26 - “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.


Dalam ayat ini Yakobus mengatakan bahwa ‘mati’ adalah ‘tubuh tanpa roh’. Jadi, pada saat kematian terjadi, maka roh pasti meninggalkan tubuh.


12. 2Pet 1:14 - “Sebab aku tahu, bahwa aku akan segera menanggalkan kemah tubuhku ini, sebagaimana yang telah diberitahukan kepadaku oleh Yesus Kristus, Tuhan kita”.


Dalam ayat ini Petrus menggambarkan kematian dengan kata-kata ‘menanggalkan kemah tubuhku’, yang jelas menunjukkan perpisahan tubuh dengan jiwa / rohnya.


13. Kematian berulangkali digambarkan sebagai ‘pergi’ / ‘kepergian’.


· Fil 1:23 - “Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus - itu memang jauh lebih baik”.


· Luk 9:31 - “Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergianNya yang akan digenapiNya di Yerusalem”.


· 2Pet 1:15-16 - “(15) Tetapi aku akan berusaha, supaya juga sesudah kepergianku itu kamu selalu mengingat semuanya itu. (16) Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaranNya”.


Dalam 3 text ini, kematian digambarkan sebagai ‘pergi’ / ‘kepergian’, dan tentunya yang ‘pergi’ adalah jiwa / rohnya. Karena itu, ini lagi-lagi menunjuk pada perpisahan tubuh dengan jiwa / roh.


Catatan: Saya termasuk penganut Dichotomy, yang mempercayai bahwa manusia terdiri hanya dari 2 bagian, yaitu tubuh dan jiwa / roh. Jadi, saya tidak membedakan jiwa dan roh.


b) Saya tidak melihat bukti apapun dari kasus Lazarus dan Yesus tentang masih terkaitnya roh / jiwa mereka dengan tubuh. Hanya karena mereka masih bisa dibangkitkan, maka disimpulkan bahwa roh / jiwa mereka masih mempunyai keterkaitan dengan tubuh mereka? Bagaimana dengan orang yang sudah lama mati tetapi masih bisa dibangkitkan?


Mat 27:51-53 - “(51) Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, (52) dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. (53) Dan sesudah kebangkitan Yesus, merekapun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang”.


Ini jelas bukan orang-orang yang baru mati, tetapi bisa dibangkitkan. Apakah roh / jiwa mereka juga masih mempunyai keterkaitan dengan tubuh mereka? Kelihatannya Ir. Herlianto mengatakan ‘ya’, karena ia berkata sebagai berikut:


Ir. Herlianto M. Th.: “Dalam konteks Golgotha juga disebutkan bahwa roh orang kudus bisa cukup lama berada di kuburan sampai saat penyaliban” - ‘Diskusi sekitar kremasi (pembakaran jenazah)’, hal 2.


Kalau begitu berapa lama roh / jiwa bisa mempunyai keterkaitan dengan tubuh? Bertahun-tahun? Ini betul-betul gila!


c) Saya tidak bisa percaya bahwa Ir. Herlianto percaya adanya roh yang gentayangan karena kematian yang tidak wajar, dan bahkan rasanya membenarkan praktek penguburan kembali di tempat yang lebih layak dalam kasus seperti itu. Kematian wajar atau tidak, roh / jiwa itu langsung meninggalkan tubuh. Kalau bisa ada roh gentayangan, itu adalah setan yang menyamar, bukan roh / jiwa dari orang yang mati tak wajar tersebut. Yang harus dilakukan adalah menengking setan, bukan melakukan penguburan kembali di tempat yang lebih layak.


d) Dalam kutipan pertama di atas, Ir. Herlianto mengatakan bahwa “kita tidak tahu ... apa yang dirasakan oleh roh / jiwa saat terbakar”. Dan dalam kutipan ke 4 ia berkata bahwa “Proses pembakaran jenazah akan berdampak kemungkinan ikut terbakarnya roh / jiwa yang mungkin masih punya keterikatan dengan tubuh jasmani itu”. Dan ia lalu menambahkan “Kita jangan berspekulasi mengenai kemungkinan apa yang bisa terjadi dengan roh / jiwa pada saat kita membakar tubuh jasmaninya dengan sengaja”. Lalu dalam kutipan ke 5 ia berkata “pembakaran jenazah dapat berdampak serius terhadap roh / jiwa yang masih punya keterikatan dengan tubuh”


Mula-mula mengatakan ‘tidak tahu’, lalu mengatakan ‘kemungkinan’, lalu mengatakan ‘dapat berdampak serius’. Jadi siapa yang berspekulasi?


e) Andaikatapun roh seseorang masih belum terpisah dengan tubuhnya pada saat mati, adalah omong kosong kalau ia bisa menderita oleh api duniawi, lebih-lebih kalau ia adalah orang kristen. Perlu diketahui bahwa penderitaan bagi orang kristen dalam dunia ini dibutuhkan untuk menyucikan, menguji dsb. Pada saat ia sudah mati, maka semua itu sudah selesai sehingga tidak mungkin lagi ada penderitaan baginya, mengingat semua hukuman dosanya sudah ditanggung oleh Kristus.


f) Kalau roh / jiwa belum melepaskan keterkaitannya dengan tubuh, dan lalu tubuh / mayat itu dikubur, apakah roh / jiwa itu tidak menderita oleh karena dikubur / dipendam di dalam tanah? Kalau roh / jiwa itu bisa menderita karena dibakar, mengapa roh / jiwa itu tidak bisa menderita karena dikubur?


g) Kasus pembakaran mayat yang lain.


Amos 6:10 - “Dan jika pamannya, pembakar mayat itu, yang datang mengangkat dan mengeluarkan mayat itu dari rumah itu, bertanya kepada orang yang ada di bagian belakang rumah: ‘Adakah lagi orang bersama-sama engkau?’ dan dijawab: ‘Tidak ada,’ ia akan berkata: ‘Diam!’ Sebab tidaklah patut menyebut-nyebut nama TUHAN!”.


Para penafsir mengatakan bahwa sekalipun tradisi saat itu adalah menguburkan mayat, tetapi karena pada saat ini yang mati banyak sekali, maka mayat-mayat itu dibakar. Karena itu muncul istilah ‘pembakar mayat’ di sini.


Sekarang pikirkan: seandainya orang-orang Israel itu percaya bahwa orang yang mayatnya dibakar akan menderita kerugian, apalagi kalau mereka percaya bahwa orang yang dibakar tidak bisa dibangkitkan pada akhir jaman, mungkinkan mereka mengijinkan praktek seperti itu, tak peduli apapun kasusnya?


5) Amos 2:1 - “Beginilah firman TUHAN: ‘Karena tiga perbuatan jahat Moab, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusanKu: Oleh karena ia telah membakar tulang-tulang raja Edom menjadi kapur.


Pdt. Jusuf B. S. menggunakan ayat ini sebagai dasar untuk menentang kremasi.


Jawaban saya:


Yang dianggap jahat tentang Moab dalam ayat ini bukanlah pembakaran mayat / tulang-tulang, tetapi kebencian yang begitu hebat dalam Moab sampai raja Edom yang sudah mati tetap menjadi sasaran kebencian, dan tulang-tulangnya lalu dibakar.


6) Dalam Kitab Suci tidak pernah ada perintah untuk membakar mayat.


Ini juga digunakan oleh Pdt. Jusuf B. S., dan dengan cara yang sama ia menentang perayaan HUT.


Jawaban saya:


  • Ini adalah ‘argument from silence’ yang sama sekali tidak mempunyai kekuatan. Tuhan memang tidak memerintahkan pembakaran mayat / perayaan HUT, tetapi Tuhan juga tidak pernah melarangnya!
  • Kalau kedua hal di atas itu dilarang karena tidak pernah diperintahkan, maka kita juga bisa mengatakan bahwa orang kristen dilarang untuk mandi, karena Tuhan juga tidak pernah memerintahkan hal itu!

7) Orang kristen yang dikremasi harus menanggung akibat kekal.


Pdt. Jusuf B. S.: “Siapa yang minta dibakar sesudah mati, apalagi ditumbuk sampai halus, harus menanggung resikonya sendiri untuk kekal, sebab tidak pernah Tuhan menyuruhkan atau mengizinkan hal ini. Tetapi juga orang-orang yang menyuruh mengkremasikan mayat-mayat orang beriman akan menanggung akibatnya di hadapan pengadilan Allah” - ‘Tradisi & Kebiasaan’, hal 40.


Tanggapan saya:


Ini bukan hanya tidak punya dasar Kitab Suci, tetapi juga berbau ajaran sesat ‘Keselamatan karena perbuatan baik’. Kalau ia orang beriman, dan kalaupun kremasi itu salah, bukankah dosa orang itu sudah dipikul oleh Yesus? Lalu mengapa ia harus menanggung resikonya sendiri untuk kekal?


8) Dalam 2Raja 23:16 dikatakan bahwa tulang-tulang manusia dibakar untuk menajiskannya,


2Raja 23:16-20 - “(16) Dan ketika Yosia berpaling, dilihatnyalah kuburan-kuburan yang ada di gunung di sana, lalu menyuruh orang mengambil tulang-tulang dari kuburan-kuburan itu, membakarnya di atas mezbah dan menajiskannya, sesuai dengan firman TUHAN yang telah diserukan oleh abdi Allah yang telah menyerukan hal-hal ini. (17) Ia berkata: ‘Apakah tanda keramat yang kulihat ini?’ Lalu orang-orang di kota itu menjawab dia: ‘Itulah kuburan abdi Allah yang sudah datang dari Yehuda dan yang telah menyerukan segala hal yang telah kaulakukan terhadap mezbah Betel ini!’ (18) Lalu katanya: ‘Biarkanlah itu, janganlah ada orang yang menjamah tulang-tulangnya!’ Jadi mereka tidak mengganggu tulang-tulangnya dan tulang-tulang nabi yang telah datang dari Samaria itu. (19) Juga segala kuil di bukit-bukit pengorbanan yang di kota-kota Samaria yang dibuat oleh raja-raja Israel untuk menimbulkan sakit hati TUHAN, dijauhkan oleh Yosia dan dalam hal ini ia bertindak tepat seperti tindakannya di Betel. (20) Ia menyembelih di atas mezbah-mezbah itu semua imam bukit-bukit pengorbanan yang ada di sana dan dibakarnya tulang-tulang manusia di atasnya, lalu pulanglah ia ke Yerusalem”.


Jawaban saya:

Kata ‘nya’ dalam kata ‘menajiskannya’ (ay 16) tidak menunjuk kepada ‘tulang-tulang’ tetapi kepada ‘mezbah’. Ini tidak terlihat dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia tetapi terlihat dalam KJV.


KJV: ‘And as Josiah turned himself, he spied the sepulchres that were there in the mount, and sent, and took the bones out of the sepulchres, and burned them upon the altar, and polluted it, according to the word of the LORD which the man of God proclaimed, who proclaimed these words’ (= Dan ketika Yosia berpaling, ia melihat kuburan-kuburan yang ada di sana di gunung, dan menyuruh orang, dan mengambil tulang-tulang dari kuburan-kuburan itu, dan membakar mereka di atas mezbah, dan menajiskannya, sesuai dengan firman TUHAN yang diberitakan oleh hamba Allah, yang memberitakan kata-kata ini).


Kata ‘bones’ (= tulang-tulang) adalah kata benda bentuk jamak; sedangkan kata ‘altar’ (= mezbah) adalah kata benda bentuk tunggal. Jadi kata ‘them’ (= mereka) menunjuk pada kata ‘bones’ (= tulang-tulang), dan kata ‘it’ (= nya / itu) menunjuk pada kata ‘altar’ (= mezbah). Jadi yang dinajiskan adalah mezbahnya, bukan tulang-tulangnya. Raja Yosia sengaja menajiskan mezbah untuk penyembahan berhala itu (bdk. 1Raja 12:25-13:2) dengan membakar tulang-tulang di atasnya. Dengan demikian ayat ini tidak menunjukkan bahwa dengan dibakar mayat seseorang menjadi najis.


9) Mereka mengatakan bahwa Kitab Suci mengatakan ‘kembali kepada debu’, bukan ‘kembali pada abu’.


Kej 3:19 - “dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.’”.


Padahal kalau dikremasi, seseorang menjadi abu, bukan debu.


Jawaban saya:


a) Saya berpendapat Kej 3:19 tidak mengharuskan seseorang, pada saat mati, dikembalikan menjadi debu. Saya berpendapat bahwa ayat ini artinya hanyalah: bahwa manusia akan mati. Ingat bahwa ayat ini diberikan dalam kontext pemberian hukuman oleh Allah kepada manusia karena jatuhnya manusia ke dalam dosa.


b) Bagaimana dengan orang-orang yang mati terbakar, atau mati dimakan binatang buas, seperti buaya, singa, ular, dsb? Mereka menjadi abu, atau bahkan menjadi kotoran dari hewan-hewan itu! Allah mampu membangkitkan orang mati, tak peduli ia menjadi debu, abu, kotoran atau apapun juga!


c) Kasus-kasus lain dimana mayat, sekalipun tidak dibakar, tetapi diberikan sebagai makanan burung-burung dan binatang-binatang liar.


Maz 79:1-4 - “(1) Ya Allah, bangsa-bangsa lain telah masuk ke dalam tanah milikMu, menajiskan bait kudusMu, membuat Yerusalem menjadi timbunan puing. (2) Mereka memberikan mayat hamba-hambaMu sebagai makanan kepada burung-burung di udara, daging orang-orang yang Kaukasihi kepada binatang-binatang liar di bumi. (3) Mereka menumpahkan darah orang-orang itu seperti air sekeliling Yerusalem, dan tidak ada yang menguburkan. (4) Kami menjadi cela bagi tetangga-tetangga kami, menjadi olok-olok dan cemooh bagi orang-orang sekeliling kami”.


Matthew Henry (tentang Maz 79): “they were abusive to their dead bodies. When they had killed them they would let none bury them. ... This inhuman usage of Christ’s witnesses is foretold (Rev. 11:9), and thus even the dead bodies were witnesses against their persecutors. This is mentioned ... not as an instance of the misery of the persecuted (for the bodies of the saints shall rise in glory, however they became meat to the birds and the fowls), but of the malice of the persecutors [= mereka bersikap kejam / menghina mayat-mayat itu. Pada waktu mereka telah membunuh mereka, mereka tidak membiarkan siapapun menguburkannya. ... Perlakuan yang tidak manusiawi ini diramalkan terhadap saksi-saksi Kristus (Wah 11:9), dan lalu bahkan mayat-mayat merupakan saksi-saksi terhadap penganiaya-penganiaya mereka. Ini disebutkan ... bukan sebagai suatu contoh / kejadian yang menunjukkan kesengsaraan dari orang-orang yang dianiaya (karena tubuh-tubuh dari orang-orang kudus akan bangkit dalam kemuliaan, sekalipun mereka menjadi makanan bagi burung-burung dan unggas), tetapi suatu contoh kejahatan dari para penganiaya].


Wah 11:3-10 - “(3) Dan Aku akan memberi tugas kepada dua saksiKu, supaya mereka bernubuat sambil berkabung, seribu dua ratus enam puluh hari lamanya. (4) Mereka adalah kedua pohon zaitun dan kedua kaki dian yang berdiri di hadapan Tuhan semesta alam. (5) Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, keluarlah api dari mulut mereka menghanguskan semua musuh mereka. Dan jikalau ada orang yang hendak menyakiti mereka, maka orang itu harus mati secara itu. (6) Mereka mempunyai kuasa menutup langit, supaya jangan turun hujan selama mereka bernubuat; dan mereka mempunyai kuasa atas segala air untuk mengubahnya menjadi darah, dan untuk memukul bumi dengan segala jenis malapetaka, setiap kali mereka menghendakinya. (7) Dan apabila mereka telah menyelesaikan kesaksian mereka, maka binatang yang muncul dari jurang maut, akan memerangi mereka dan mengalahkan serta membunuh mereka. (8) Dan mayat mereka akan terletak di atas jalan raya kota besar, yang secara rohani disebut Sodom dan Mesir, di mana juga Tuhan mereka disalibkan. (9) Dan orang-orang dari segala bangsa dan suku dan bahasa dan kaum, melihat mayat mereka tiga setengah hari lamanya dan orang-orang itu tidak memperbolehkan mayat mereka dikuburkan. (10) Dan mereka yang diam di atas bumi bergembira dan bersukacita atas mereka itu dan berpesta dan saling mengirim hadiah, karena kedua nabi itu telah merupakan siksaan bagi semua orang yang diam di atas bumi”.


Siapa kedua saksi / nabi ini sangat diperdebatkan, dan tidak ada jawaban yang pasti. Tetapi dalam hal ini tak penting siapa mereka. Yang pasti mereka adalah hamba-hamba Tuhan / orang-orang percaya, dan pada waktu mereka dibunuh, mereka tidak dikuburkan. Demikian juga dengan orang-orang percaya dalam Maz 79 di atas. Mereka bukan hanya tidak dikuburkan, tetapi mayatnya diberikan sebagai makanan bagi burung-burung dan binatang-binatang liar.


Kalau orang-orang yang anti kremasi mengatakan bahwa Kej 3:19 mengatakan ‘kembali lagi menjadi tanah / debu’, padahal kalau dikremasi tubuh menjadi abu, maka saya ingin tanyakan: ‘Bagaimana dengan orang-orang yang dimakan burung-burung / binatang-binatang liar itu? Apakah mereka kembali menjadi tanah / debu? Mayat / tubuh mereka bahkan menjadi kotoran binatang!’.


Saya ingin menekankan kata-kata bagian akhir dari kutipan saya dari Matthew Henry di atas. Ia mengatakan bahwa peristiwa ini diceritakan untuk menunjukkan kekejaman / kejahatan dari para penganiaya itu, bukan untuk menunjukkan kesengsaraan / penderitaan dari orang-orang percaya yang dibunuh, karena tak peduli bagaimana orang-orang memperlakukan mayat mereka, mereka tetap akan bangkit dalam kemuliaan.

Tidak ada komentar: