Satu lagi email yang masuk ke saya berhubungan dengan tulisan-tulisan atau opini saya di Timex berbunyi demikian : “…dalam tulisan-tulisan Bapak di Timex, nampak bahwa Bapak terlalu banyak mengadakan penelitian tentang masalah-masalah rohani dan tidak memakai hikmat dari Roh Kudus…”. Dari komentar atau pernyataan ini nampaklah bahwa pengirim email ini membedakan dan memisahkan dengan ketat antara penelitian dan hikmat Roh Kudus. Baginya, kalau seseorang mengadakan penelitian artinya bahwa orang itu tidak lagi memakai hikmat Roh Kudus. Jika pengertian ini dilanjutkan maka akan tiba pada sebuah kesimpulan juga bahwa orang yang memakai hikmat Roh Kudus tidak boleh atau pastilah tidak mengadakan penelitian. Benarkah demikian?
Sebuah Pengalaman
Saya percaya bahwa pandangan di atas bukan hanya merupakan pandangan dari pengirim email ini tetapi juga adalah pandangan dari banyak orang Kristen yang tulus, pandangan dari banyak orang Persekutuan Doa yang setia.
Kira-kira tahun 1992-1993 saya aktif beribadah pada sebuah Persekutuan Doa di kota ini. Satu hal yang tidak bisa saya lupakan adalah bahwa Persekutuan Doa ini begitu anti pada “khotbah yang dipersiapkan”. Bagi mereka, jika suatu khotbah sudah dipersiapkan terlebih dahulu (dari rumah) maka khotbah itu pastilah sudah disisipi dengan berbagai pikiran dan hikmat manusia dan bukan dengan hikmat Roh Kudus. Karenanya mereka tidak pernah mempersiapkan pengkhotbah/khotbah. Yang mereka lakukan adalah bahwa setiap kali jam pemberitaan Firman Tuhan tiba maka seseorang yang dianggap nabi mulai mengeluarkan/menyampaikan sebuah penglihatan tentang sebuah ayat/bagian Alkitab yang harus dikhotbahkan dan langsung pula dengan siapa yang harus mengkhotbahkannya. Pada saat-saat yang sangat menentukan itu, “nabi” itu berkata dengan suara yang penuh wibawa (walau kadang dibuat-buat) : ‘Firman Tuhan hari ini terambil dari Mazmur 1 :1-6 dan yang harus berkhotbah adalah saudara Esra’. Jujur saya katakan bahwa saat-saat yang paling menakutkan adalah saat-saat di mana “nabi” itu memberitahukan siapakah yang akan berkhotbah. Semua anggota Persekutuan Doa dengan taat melakukan hal itu (termasuk saya) karena selain tidak berani melawan kehendak “Tuhan” juga di sisi lain ada keyakinan bahwa hikmat dari Roh Kuduslah yang akan memampukan kami. Kami memegang teguh suatu ayat yang diajarkan berulang-ulang kepada kami yakni Mat 10:19 : “…janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Yang lucunya adalah suatu kali “nabi” itu berkata : “Firman Tuhan hari ini terambil dari Yes 1:21-35 dan yang berkhotbah adalah Esra’ Betapa kagetnya saya ketika Alkitab dibuka ternyata Yes pasal 1 tidak ada ayat 32-35 karena sudah berakhir pada ayat 31. Apa yang harus dikhotbahkan? Mungkinkah Tuhan lupa atau keliru? Apakah “nabi” itu memakai hikmat Roh Kudus atau tidak? (terakhir saya dengar ternyata “nabi” ini juga turut serta ke Baleendah Bandung untuk menantikan kedatangan Yesus bersama Mangapin Sibuea). Demikianlah pengalaman saya.
Dari pengalaman ini (dan juga banyak pengalaman lainnya), saya merasa bahwa ada banyak orang/kalangan yang dengan sangat ketat membedakan antara sebuah usaha penelitian dan sebuah hikmat Roh Kudus. Bagi mereka, meneliti artinya anti Roh Kudus dan “menggunakan” Roh Kudus artinya anti penelitian. Namun demikian bagaimana sesungguhnya kata Alkitab?
Tabib Lukas
Dalam pendahuluan Injilnya, Lukas mencatat kalimat-kalimat yang sangat indah : “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar”. Di sini nampak bahwa dalam penulisan Injilnya Lukas mengadakan penyelidikan dengan seksama dan teratur. Lukas menampilkan dirinya bukan hanya sebagai seorang penginjil tetapi juga seorang ahli sejarah. Lukas menulis semuanya ini untuk seorang bernama Teofilus (lihat ayat 1) yang disebutnya sebagai “yang mulia” dengan satu tujuan agar Teofilus menjadi percaya (lihat ayat 4). Dapat dipikirkan bahwa Lukas menyelidiki tulisan-tulisan yang sudah beredar sebelumnya. Ia mungkin mewawancarai beberapa saksi mata peristiwa Kristus. Ia menimbang-nimbang, memilih kata yang tepat (Ket : Bahasa Yunani dalam Injil Lukas adalah bahasa Yunani yang terbaik dalam PB), mengaturnya dalam suatu susunan kronologi yang jelas, dsb. Singkatnya Lukas benar-benar mengadakan penelitian yang seksama dalam penulisan Injilnya.
Sekarang marilah kita bertanya : “Apakah Lukas tidak memakai hikmat dari Roh Kudus?” “Apakah Lukas hanya memakai hikmat manusianya?” Kalau Lukas memakai hikmatnya sendiri (terlalu banyak meneliti) dan tidak memakai hikmat Roh Kudus, mengapa kita mau menerima tulisan Lukas ini sebagai Firman Allah? Saya percaya banyak orang Kristen menerima Injil Lukas sebagai Firman Allah yang diilhami Roh Kudus (kecuali kaum Liberal) tapi fakta bahwa dalam penulisannya Lukas mengadakan penelitian dengan seksama seharusnya membuka pengertian kita bahwa mengadakan suatu penelitian tidak selalu berarti tanpa Roh Kudus dan ‘menggunakan’ Roh Kudus tidak selalu berarti tanpa penelitian.
Tuhan memberikan kepada manusia akal/rasio agar digunakan dan sekaligus untuk membedakan manusia dari binatang. (Baca : Ayub 39:16-20 Maz 32:9 Maz 49:21 Maz 73:22 Yudas 10). Karenanya, jika ada orang yang berusaha membuang pikiran/akalnya sebenarnya orang tersebut tanpa sadar sedang berusaha untuk menjadi binatang. Adalah sebuah kekeliruan kalau kita mengesampingkan penggunaan akal dalam hal-hal rohani. Tuhan tidak pernah melarang kita menggunakan akal. Yang dilarang Tuhan adalah jika kita mengandalkan akal atau menjadikan akal sebagai pusat hidup kita (Rasiosentris). Akal memang akan sangat berbahaya jika salah ditempatkan tetapi akan sangat berguna jika ditempatkan dengan benar. AKAL DAPAT MENJADI TUAN YANG JAHAT NAMUN JUGA DAPAT MENJADI HAMBA YANG BAIK. Jadi Tuhan tidak pernah melarang kita menggunakan akal bahkan Ia mengatakan bahwa kita bisa mengasihi-Nya dengan akal kita seperti kata Mat 22:37 : “Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (lihat juga Mark
Jadi apakah tulisan-tulisan/opini saya yang dimuat di Timex dengan sekian banyak penelitian adalah bukti bahwa saya (Esra) tidak memakai hikmat Roh Kudus? Silahkan pembaca menilainya! Namun secara pribadi, saya (Esra) mempunyai suatu ayat mas/ayat pegangan yakni Ezra 7:10 : “Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang
2 komentar:
Saya benar-benar merasa heran karena perdebatan entah karena dianggap dosa atau dianggap tidak bermanfaat.
Kalau soal berdosa atau tidak saya pikir pak Esra dan pak Budi Asali sudah tunjukkan bahwa berdebat tidak berdosa.
Kalau dari segi manfaat misalnya, saya pikir hanya orang yang naif yang akan berkata bahwa perdebatan tidak ada manfaat. Bayangkan saja apa yang terjadi apabila Luther tidak berani berdebat. Pasti Injil tidak akan tidak diberitakan apa adanya.
Juga seluruh Eropa akan terjajah oleh Islam. Saya pernah membaca tulisan John W. Robbins (www.trinityfoundation.org)yang mengatakan bahwa ekspansi Islam di Eropa tertahan karena Injil diberitakan sepenuhnya akibat Reformasi abad ke-16 (catat: reformator gemar berdebat untuk menegakkan kebenaran). Kalau tidak Islam akan menguasai seluruh Eropa. Saya baca kesaksian di Internet tentang orang Kristen yang dulunya ateis yang akhirnya dimenangkan karena mereka mendengar perdebatan antara ateis dan teis Kristen (presuposisionalis). Orang ini bersyukur karena ada perdebatan seperti ini.
Jadi benar-benar bodoh kalau menganggap bahwa perdebatan itu berdosa atau tidak bermanfaat.
Salam
Paijo (mataram)
Ini pelajaran yang sangat berharga. Saya mendoakan semoga Tuhan memberikan kekuatan kepada pak Esra untuk terus menjalankan tugas mulia ini.
Seringkali kita tidak membaca atau menyimak apa yang hendak diungkapkan dengan baik sehingga kalau andaikata kita tidak setuju dengan orang lain bukan karena kita paham apa yang dikatakan/dipercayai orang lain melainkan karena kita salah paham atau tidak paham apa yang dikatakan orang lain.
Akibat lain dari kesalahpahaman ekstrim yang berbeda yaitu tanpa memahami apa yang orang lain katakan, kita langsung menerima apa yang dikatakan tersebut sebagai benar sehingga akhirnya terjerumus dalam kesalahan.
Saya pikir ini tugas yang maha besar yang diemban gereja. Masalahnya adalah banyak pemimpin gereja cara berkomunikasinya (dari mimbar) mutar-mutar, tidak jelas ujung pohon, serta lebih parah lagi begitu berpegang pada pandangannya yang tidak jelas.
Saya berharap semakin banyak orang yang dipakai Tuhan seperti pak Esra. Generasi muda harus diselamatkan dari kesalahan tersebut. Mungkin generasi tua sudah sulit.
Beberapa orang yang membaca komentar saya merasa bahwa saya sementara mengkultuskan Esra Soru atau Budi Asali.
Saya tidak mengkultuskan orang-orang ini. Orang-orang ini adalah orang berdosa seperti saya dan seperti siapapun. Tetapi fakta bahwa Tuhan menggunakan mereka membuat saya bersyukur dan menghormati mereka sepatutnya/tidak berlebih-lebihan. Saya tidak bisa menghormati orang yang menyebut diri hamba Tuhan tetapi sebenarnya tidak becus. Saya akan menghormati mereka sebagai manusia biasa.
Salam
Paijo (mataram)
Posting Komentar