Minggu, 21 Desember 2008

MENJAWAB PERTANYAAN- PERTANYAAN SEPUTAR NATAL (3)

Esra Alfred Soru


Pertanyaan 15 : Bagaimana Yesus bisa disebut Anak Daud padahal Dia tidak ada hubungan darah dengan Daud ?

Jawab : ‘Anak Daud’ adalah sebuah gelar yang diberikan kepada Yesus Kristus dan gelar ini berkaitan erat dengan gelar Mesias. Orang Yahudi percaya bahwa Mesias yang akan datang itu adalah keturunan Daud. Yoh 7:42 : “Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." Jadi gelar ‘Anak Daud’ yang dikenakan pada Yesus untuk membuktikan bahwa sesungguhnya Ia adalah Mesias yang dijanjikan di dalam PL itu. Tetapi benarkah Mesias (Kristus) adalah keturunan Daud? Perhatikan sejumlah ayat ini. Yer 23:5 : “Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri”. Ayat ini jelas adalah nubuatan tentang Mesias. (Band. Yer 33:15). 2 Sam 7:16 : “Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya." Jelas janji ini diberikan bukan dalam kaitan dengan Salomo karena kerajaan yang dipimpin Salomo tidak kokoh selama-lamanya. Ini jelas menunjuk pada sebuah kerajaan rohani yang dibawa dan dipimpin oleh Mesias sendiri dan dengan demikian Ia adalah keturunan Daud. Pada waktu malaikat memberitakan kelahiran Yesus kepada Maria, ia berkata bahwa : “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya” (Luk 1:32). Zakharia yang dipenuhi Roh Kudus menyanyikan nyanyian pujian yang berbunyi demikian : "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu…” (Luk 1:68-69). Jadi jelas bahwa Kitab Suci sendiri bersaksi Yesus adalah keturunan Daud dan dengan demikian mempunyai hubungan darah dengan Daud.

Pertanyaan 16 : Kalau memang Yesus bisa dikandung dari pekerjaan Roh Kudus lewat seorang perawan, mengapa bukan melalui perawan yang belum ada tunangan saja? Mengapa Yusuf dilibatkan sedangkan ia tidak punya fungsi apa-apa untuk menghadirkan Yesus di dalam kandungan Maria?

Jawab
: Memang Yusuf tidak mempunyai fungsi apa-apa untuk menghadirkan bayi Yesus dalam kandungan Maria. Itu murni pekerjaan Roh Kudus. Tetapi bahwa Yusuf dihadirkan dalam kisah Natal oleh Allah tentu ada tujuannya. Kalau begitu apa tujuannya? Ingat bahwa Mesias yang akan datang yang dijanjikan dalam PL haruslah keturunan Daud dan karenanya Yesus haruslah lahir dari jalur keturunan Daud. Yesus lahir dari Maria dan sebenarnya Maria sendiri adalah keturunan Daud (lihat silsilah Yesus yang ditulis oleh Lukas yang memang ditulis dari jalur Maria). Kalau begitu sebenarnya Yesus sudah memenuhi syarat dari jalur Maria. Namun status Maria sebagai seorang wanita mungkin saja akan dipersoalkan dalam budaya paternalistik Yahudi yang sangat menekankan pentingnya laki-laki. Dan itu tentu berdampak pada pengakuan kemesiasan diri-Nya. Itulah sebabnya Yusuf dilibatkan dalam kisah Natal di mana ia pada akhirnya menerima Yesus sebagai anaknya yang sah (walau bukan secara biologis) di mana Yusuf sendiri adalah keturunan Daud sebagaimana kesaksian Mat 1:20 : “Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Dalam tradisi Yahudi seorang anak memperoleh hak penuh sebagai anak apabila seorang laki-laki menerimanya sebagai anak dan mau memberikan satu nama kepadanya. Karena itu sewaktu Yusuf menerima Yesus sebagai anaknya, Yesus benar-benar adalah anaknya secara legal/yuridis. Jadi dari jalur yang sebenarnya (Maria) Yesus adalah keturunan Daud, dari sudut pandang yuridis, Ia juga adalah keturunan Daud dari Yusuf. Ini adalah argumentasi tak tergoyahkan bagi orang Yahudi yang tidak mengakui kemesiasan Yesus. Jadi intinya adalah bahwa Yusuf dipakai oleh Allah untuk memberikan legalitas terhadap kemesiasan Yesus sebagai seorang keturunan Daud.

Pertanyaan 17 : Apakah Kristen Tauhid (Unitarian) Frans Donald juga merayakan Natal? Kalau mereka merayakan Natal, bukankah Natal adalah kehadiran pribadi kedua dari Allah Tritunggal dalam sejarah manusia?

Jawab
: Tidak! Pihak Unitarian (Frans Donald) sama sekali menolak perayaan Natal bahkan menentang perayaan Natal. Frans Donald dalam bukunya “Kasus Besar Yang Keliru” (hal.17) mengatakan : “Apakah penting merayakan hari kelahiran Yesus Kristus, sementara tidak ada satu pun ayat di Alkitab yang mengajarkan untuk merayakan hari kelahiran Yesus, dan tidak ada perintah di Alkitab yang memerintahkan atau menyuruh kita untuk memperingati hari kelahiran Yesus? Benarkah tradisi Natal merupakan ajaran dari Tuhan atau sekedar perintah dan ajaran manusia belaka? Ada tertulis dalam I Korintus 11:24-26, yang Yesus inginkan dari para pengikutnya adalah mengadakan peringatan akan kematiannya, bukan kelahirannya”. Jadi menurut Frans Donald, Alkitab tidak pernah memerintahkan kita untuk merayakan Natal. Namun satu hal yang tidak disadari oleh Frans Donald adalah bahwa tidak ada 1 ayat Kitab Suci pun yang melarang kita untuk merayakan Natal. Ayat 1 Kor 11:24-26 berisi perintah untuk memperingati kematian Kristus tetapi bukan berisi larangan untuk memperingati kelahiran-Nya. Harus diakui bahwa perayaan Natal yang dilakukan oleh orang Kristen memang merupakan tradisi, tetapi saya berpendapat bahwa tradisi tidak salah selama tradisi itu tidak bertentangan dengan Kitab Suci dan selama tradisi itu tidak kita paksakan/haruskan kepada orang-orang lain. Bukankah dalam gereja ada banyak hal-hal yang tidak diperintahkan, dan hanya bersifat tradisi, misalnya penggunaan 12 Pengakuan Iman Rasuli dan Doa Bapa Kami dalam banyak gereja-gereja Protestan, pendeta memakai toga; paduan suara juga demikian. Lalu adanya salib di gereja. Siapa yang menyuruh memasang tanda salib itu? Dan bagaimana bentuk salib Yesus? Berbentuk tiang tegak saja, atau berbentuk seperti huruf X, Y, T? Atau seperti yang biasa kita kenal? Kita bahkan tidak tahu dengan pasti bagaimana bentuk salib yang digunakan terhadap Yesus! Memang ada orang-orang yang melarang adanya salib di gereja, tetapi mereka juga tidak mempunyai dasar untuk melarang, selama salib itu tidak disembah. Adanya pengedaran kantong kolekte; siapa yang memerintahkan praktek ini? Dalam Bait Allah, tidak ada hal seperti itu, karena mereka menggunakan peti persembahan, dan orang yang mau mempersembahkan, mempersembahkan ke dalam peti tersebut. (Band. Luk 21:1-2). Juga doa dengan menutup mata, tunduk kepala, dan sebagainya. Sakramen dan pemberkatan pernikahan hanya boleh dilayani oleh pendeta, upacara pemberkatan nikah harus dilakukan di gereja, adanya kebaktian tutup peti waktu kematian, kebaktian penghiburan, dan kebaktian / upacara penguburan pada saat ada orang Kristen yang meninggal dunia. Semua ini tidak pernah diperintahkan, tetapi juga tidak dilarang, dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci. Jadi saya berpendapat perayaan Natal, dan hari-hari raya Kristen yang lain juga demikian. Biar pun tidak ada ayat yang memerintahkan merayakan Natal tetapi juga tidak ada ayat yang melarangnya bukan ? Keberatan Frans Donald yang lain terhadap perayaan Natal adalah karena dikatakan Natal berasal dari kekafiran. (“Kasus Besar Yang Keliru”, hal.21-22). Saya kira keberatan tersebut menunjukkan bahwa Frans Donald kurang memahami latar belakang/sejarah Natal yang berkaitan dengan upacara kekafiran itu. Di bagian pertama tulisan ini sudah saya jelaskan bahwa memang benar tanggal 25 Desember adalah hari kelahiran Dewa Matahari (Ra) tetapi perayaan Natal yang ditepatkan pada tanggal 25 Desember bukan bertujuan untuk orang Kristen terlibat kekafiran melainkan untuk menjauhkan orang Kristen dari budaya kafir tersebut. Perayaan Natal tanggal 25 Desember itu adalah sebuah perayaan tandingan terhadap hari raya Saturnalia (hari kelahiran Dewa Matahari). Silahkan baca kembali bagian pertama tulisan saya ini (Pertanyaan 1).

Pertanyaan 18 : Adakah ayat-ayat Alkitab yang minimal dapat dipakai untuk mendukung bolehnya perayaan natal?

Jawab
: Ada! 1Kor 6:12 : “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun”. Juga 1 Kor 10:23 : “‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun”. John Calvin mengomentari ayat-ayat ini dengan berkata : “di sini ia membicarakan tentang hal-hal lahiriah, yang Allah tinggalkan pada pemilihan bebas dari orang-orang percaya” sedangkan dalam Pulpit Commentary dikatakan demikian : “Dengan ‘segala sesuatu’, tentu saja, hanya dimaksudkan ‘segala sesuatu yang bukannya baik ataupun buruk dalam diri mereka sendiri’ Jadi ayat ini berhubungan dengan hal-hal yang tidak diperintahkan ataupun dilarang oleh Tuhan. Hal-hal seperti ini boleh dilakukan dengan 2 syarat : (1) Hal itu berguna / membangun. Contoh yang salah misalnya tidur sepanjang hari; ini jelas tidak berguna. (2) Hal itu tidak memperhamba kita. Contoh yang salah misalnya rokok, ganja, atau bahkan makan berlebihan, dan sebagainya; ini jelas memperbudak. Nah, ayat-ayat di atas bisa mendukung pelaksanaan hal-hal yang tidak diperintahkan, tetapi juga tidak dilarang oleh Kitab Suci, selama hal-hal itu berguna / membangun. Sekarang, kalau kita menerapkan pada perayaan Natal, maka jelas bahwa perayaan Natal tidak memperhamba, tetapi justru berguna dan membangun. Apa gunanya dan dalam hal apa perayaan Natal itu membangun? (1) Natal berguna untuk pemberitaan Injil. Banyak orang yang tidak pernah ke gereja, tetapi mau ke gereja pada hari Natal, dan ini merupakan suatu kesempatan bagi kita untuk memberitakan Injil kepada mereka. Karena itu seharusnya khotbah-khotbah Natal berisi pemberitaan Injil kepada para pendengarnya. Bahkan dalam gereja-gereja yang tidak injili, sekalipun khotbahnya tidak memberitakan Injil, tetapi pada perayaan Natal tetap ada lagu-lagu Natal yang injili, dan pembacaan ayat-ayat yang bersifat penginjilan, sehingga Injil tetap diberitakan pada Natal. Mengapa kita harus membuang perayaan Natal, kalau itu memang menyebabkan penyebaran Injil? Bahkan kartu Natal, yang dianggap sebagai pemborosan, dan memang bisa merupakan pemborosan, bisa diarahkan pada penginjilan, yaitu kalau kita memilih kartu Natal yang kata-katanya mengandung Injil, atau menuliskan kata-kata yang bersifat penginjilan. Saudara juga bisa menggunakan HP saudara untuk mengirimkan sms yang bukan hanya berisikan kata-kata ‘Selamat Hari Natal’ tetapi juga kata-kata / ayat-ayat yang bersifat penginjilan. Karena itu Natal jelas bermanfaat. (2) Untuk mengingatkan jemaat akan kasih Allah. Perenungan tentang Allah yang mau menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus, membuat kita bisa merasakan kasih Allah kepada kita. Dan ini bisa menyegarkan iman orang-orang Kristen, dan mengembalikan mereka pada kasih mereka yang semula kepada Allah. (3) Untuk sarana persekutuan, dan lebih mendekatkan jemaat satu sama lain. Saya tidak anti pesta Natal, selama tidak keterlaluan / terlalu mewah, karena saya berpendapat hal itu bisa mempererat persekutuan antar jemaat. Dalam PL juga ada pesta-pesta yang ditetapkan oleh Tuhan, lalu mengapa dalam PB kita tidak boleh mengadakan pesta kalau hal itu memang berguna? Jadi, rayakanlah Natal dengan pesta, tetapi aturlah sedemikian rupa, supaya pesta itu menjadi sesuatu yang memajukan persekutuan di antara jemaat.

Pertanyaan 19 : Natal adalah saat di mana Allah menjelma menjadi manusia. Memangnya mengapa Allah harus menjadi manusia?

Jawab
: Benar, Natal adalah saat di mana Allah menjelma menjadi manusia. Bahasa teologianya adalah “inkarnasi” (masuk ke dalam daging). Yoh 1:14 berkata : “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita…”. Lalu mengapa Allah harus menjelma menjadi manusia? Alkitab mengatakan kepada kita bahwa upah dari dosa adalah maut (Rom 6:23). Artinya semua manusia yang berdosa pasti akan mengalami kematian (Band. Kej 2:17). Nah, jika Allah mau menyelamatkan manusia, Ia tidak mungkin menyelamatkan manusia begitu saja. Ia adalah Allah yang adil dan karenanya dosa tetap harus dihukum dan hukumannya adalah kematian/maut. Tetapi kalau manusia berdosa yang harus menerima hukuman mati itu sendiri maka sama dengan mereka tidak diselamatkan. Supaya mereka diselamatkan maka harus ada yang mati menggantikan manusia berdosa dan itu adalah Allah sendiri. Nah, berhubung Allah tidak bisa mati maka Ia perlu menjelma menjadi manusia terlebih dahulu supaya bisa mati. Dan memang Ia akhirnya mati disalibkan dan oleh kematian-Nya itu kita manusia berdosa diselamatkan. Charles Ryrie berkata : “Meskipun dalam Alkitab ada banyak alasan yang dinyatakan untuk inkarnasi, tetapi yang paling penting adalah Ia ingin menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka (Matius 1:21). Untuk melaksanakan hal ini harus terjadi inkarnasi yaitu Allah yang menjelma dalam daging. Allah telah menyatakan bahwa hukuman dosa ialah maut. Berhubung Allah tak dapat mati, maka harus terjadi suatu inkarnasi agar ada tabiat/sifat manusia yang bisa mengakibatkan kematian dan dengan demikian membayar hukuman dosa’ (Teologi Dasar : Buku 2; hal. 22)

Pertanyaan 20 : Bagaimana mungkin Allah berubah menjadi manusia? Bukankah salah satu sifat Allah adalah tidak berubah?

Jawab
: Siapa yang bilang bahwa waktu Natal (inkarnasi) Allah berubah menjadi manusia? Ini pandangan yang salah! Allah tidak pernah berubah menjadi manusia. Yang benar adalah Allah mengambil rupa manusia. Artinya, sewaktu Allah menjadi manusia, Ia sama sekali tidak kehilangan sebagian/seluruh keallahan-Nya. Jadi Ia tetap adalah Allah. Seseorang berkata : “Inkarnasi tidak berarti bahwa LOGOS itu berhenti menjadi apa adanya Dia sebelum saat itu”. Pdt. Budi Asali berkata : “Kalau kita menyoroti kata ‘menjadi’ dalam Yoh 1:14, maka kita perlu ingat bahwa kata ini bisa digunakan dalam 2 arti : (1) kalau kita berkata ‘nasi sudah menjadi bubur’, maka itu berarti bahwa mula-mula hanya ada nasi, dan setelah itu hanya ada bubur, sedangkan nasinya hilang / tidak ada lagi. (2) kalau saya berkata ‘tahun 1993 saya menjadi pendeta’, maka itu berarti mula-mula ada saya, dan pada tahun 1993 itu saya tetap ada / tidak hilang, tetapi lalu ditambahi dengan jabatan pendeta. Kalau kita berbicara tentang ‘Firman / Allah yang menjadi manusia’, maka kita harus mengambil arti ke 2 dari kata ‘menjadi’ tersebut! Jadi, pada waktu Allah menjadi manusia, keilahian Yesus tidak hilang / tidak berkurang sedikitpun, tetapi Ia justru ketambahan hakekat manusia pada diriNya”. Jadi Allah menjadi manusia berarti bahwa Allah mengambil hakikat manusia (tubuh & jiwa) tanpa mengalami perubahan dalam hakikat-Nya, tanpa kehilangan sifat-sifatNya, tanpa menghentikan / mengurangi kegiatan-Nya. Leon Morris berkata : “Kita harus berpegang / percaya bahwa inkarnasi berarti penam­bahan terhadap sesuatu yang sedang dilakukan oleh Firman, dan bukannya penghentian dari sebagian besar kegiatan-kegiatanNya”. Karena itu inkarnasi tidak berarti bahwa Allah telah berubah menjadi manusia. Ia tetap Allah tetapi sekarang mengambil rupa manusia sama seperti kita dan karenanya Ia mempunyai 2 tabiat (ilahi dan manusiawi). Doktrin Kristologi ortodoks percaya bahwa Yesus adalah 100% Allah, 100% manusia. Allah yang sejati dan manusia yang sejati.


Pertanyaan 21 : Dalam kisah Natal di Alkitab Yusuf memang diceritakan, tetapi anehnya ia sama sekali tidak mengeluarkan 1 kata pun. Ada nyanyian pujian Maria tetapi tidak ada nyanyian pujian Yusuf. Lalu teladan apakah yang dapat kita tiru dari Yusuf ini?

Jawab
: Yusuf pasti pernah mengeluarkan kata-kata dalam kisah Natal. Ia tidak bisu. Hanya saja Alkitab tidak mencatat kata-katanya. Saya juga tidak tahu mengapa Alkitab tidak mencatat 1 kalimat pun yang keluar dari mulut Yusuf. Mungkin karena ia memang bukan tokoh utama dalam cerita kelahiran Yesus. Meskipun demikian itu tidak berarti bahwa kita bisa meneladani Yusuf? Bahkan menurut saya begitu banyak teladan dan sikap positif yang dapat kita pelajari darinya. Yusuf memberikan teladan kepada kita bukan dari kata-katanya melainkan dari perbuatannya. Beberapa hal yang dapat dicatat adalah (1) Yusuf adalah seorang yang tulus hatinya. Alkitab mengatakan bahwa Yusuf adalah seorang yang tulus hatinya (benar), tidak mau mencemarkan nama Maria (Mat 1:19). Ayat ini dalam Alkitab NIV berbunyi sebagai berikut : ‘Because Joseph her husband was a righteous man and did not want to expose her to public disgrace, he had in mind to divorce her quietly’ (Karena Yusuf suaminya adalah orang yang benar dan tidak mau menyingkapkan dia menjadi aib umum, ia berpikir untuk menceraikannya dengan diam-diam). Dalam KJV dikatakan : ‘Then Joseph her husband, being a just man, and not willing to make her a public example, was minded to put her away privily’ (Maka Yusuf suaminya, yang adalah seorang yang benar, dan tidak mau membuatnya sebuah contoh umum / bagi masyarakat, bermaksud untuk menyingkirkannya dengan diam-diam). Perhatikan bagian yang saya garis bawahi itu dari terjemahan KJV itu. Yusuf sebetulnya berhak, bukan hanya untuk menceraikan Maria, tetapi bahkan membuatnya dijatuhi hukuman mati (bdk. Ul 22:23-24 Im 20:10 Yoh 8:5), dan dengan demikian menjadikan Maria contoh bagi masyarakat untuk tidak melakukan perzinahan. Tetapi Yusuf tak mau melakukan hal itu. Kalaupun Yusuf tak mau mengusahakan hukuman mati untuk Maria, ia sebetulnya bisa merusak nama baik Maria (perhatikan bagian yang saya garis bawahi dari terjemahan NIV di atas). Dan memang sakit hati karena merasa dikhianati oleh pacar / tunangan adalah sesuatu yang sangat sering menyebabkan seseorang lalu merusak nama baik pacar / tunangan yang tadinya ia cintai, apalagi kalau ia sudah mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan dengan pacarnya itu. Tetapi Yusuf, sekalipun merasa dikhianati dan sudah mengambil keputusan untuk menceraikan Maria, tidak mau mencemarkan nama Maria. Karena itulah maka ia bermaksud menceraikan Maria dengan diam-diam. Seandainya Yusuf itu tukang gossip / fitnah seperti banyak orang Kristen zaman sekarang, mungkin Maria akan begitu stress sehingga keguguran! Dan kalau demikian, tidak akan ada Juruselamat bagi saudara dan saya! (2) Yusuf tidak gegabah. Ini terlihat dari Mat1: 20 di mana ia ‘mempertimbangkan’ maksudnya untuk menceraikan Maria. (3) Yusuf percaya pada Firman Tuhan. Ia percaya kepada Firman Tuhan yang disampaikan malaikat Tuhan kepadanya melalui mimpi (Mat 1: 20-24). Sebenarnya kata-kata malaikat dalam mimpi itu amat tidak masuk akal. Coba renungkan, andaikata saudara menjadi Yusuf, di mana tunangan saudara tiba-tiba menjadi hamil, apakah saudara bisa mempercayai kata-kata malaikat yang menyatakan bahwa kehamilan itu dari Roh Kudus (Mat 1:20b)? Hebatnya, Yusuf percaya pada Firman Tuhan yang disampaikan oleh malaikat itu. (4) Yusuf taat pada Firman Tuhan (Mat 1: 24-25). Hal-hal yang perlu disoroti tentang ketaatannya antara lain bahwa ia taat secara langsung / tidak menunda (Mat 1:24), juga ia menikah dengan Maria. Kata-kata dalam Mat 1:24 akhir yang mengatakan bahwa Yusuf ‘mengambil Maria sebagai istrinya’, jelas menunjuk pada pernikahan Yusuf dan Maria. Ia juga tidak malu mengambil Maria sebagai istri, padahal Maria sudah mengandung sebelum mereka menikah, dan Maria tidak mengandung dari dia. Apakah ia tidak mempertimbangkan apa kata para tetangga, keluarga, dan teman kalau mereka melihat bahwa Maria melahirkan anak sekalipun baru menikah selama 5 bulan? Selain itu ia juga rela untuk tidak bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir (Mat 1: 25). Tidak adanya persetubuhan sampai Yesus lahir merupakan sesuatu yang penting karena perempuan yang mela­hirkan Yesus haruslah seorang perawan. (Band Mat 1:23 dan Yes 1:14). Dan ‘menikah, tetapi tidak bersetubuh’ jelas merupakan sesuatu pengorbanan! Tetapi Yusuf rela mengalami semua itu! Yusuf juga menamakan anak itu Yesus sesuai dengan Firman yang disampaikan oleh malaikat (Mat 1:23-25). Semua ini membuktikan bahwa Yusuf adalah orang yang taat kepada Firman Tuhan. Jadi meskipun Yusuf tidak mengeluarkan 1 kata pun dalam kisah Natal tetapi teladan yang ia berikan sangat banyak dan berguna bagi kita saat ini.

Penutup

Demikianlah jawaban-jawaban yang dapat saya berikan bagi pertanyaan-pertanyaan seputar Natal. Semoga apa yang saya jelaskan dapat berarti dan menambah pengetahuan bagi saudara semua tentang peristiwa Natal. Mari kita merenung sejenak lewat sebuah puisi indah :

Tuhan,…terima kasih untuk hariMu yang indah/ Matahari baru terbit, natal kini menghampiri lagi/ Saat manis yang selalu kukenang/ Saat kasih membungkus rasa/ Berkumpul bersama teman, sahabat serta sanak famili/ Tertawa dan bercanda dalam gerai suka yang membalut/ Sejenak duka terlupakan

Di sudut sebuah ruang/ Tampak nyala lilin redup diiringi samar kidung Natal/ Membuat terpana yang memandang tak bergeming/ Sulit dilukis kata, sulit digambarkan rasa/ Tak mampu menyentuh/ Hanya nurani yang berbisik lirih/ Semoga Natal tahun depan kita masih bisa bersama dalam potret realita/ Dalam keharuman aroma Natal yang syahdu/ Menyongsong kelahiran Sang Juru Selamat dengan sejuta damai berbingkai ketulusan hati.

Kelahiran-Mu sungguh berarti/ Membuat segala sesuatu berjiwa/ Segala sesuatu terasa hidup/ Seakan ikut berbicara tentang hasrat seorang insan yang mengasihi-Mu/ Menemukan kembali saat terindah dalam hidup ini/ Yang tak mudah mendapatkan kebahagiaan dalam diri sendiri/ Tapi juga tak mungkin menemukan di tempat lain/ Hanya sujud menghampiri-Mu lewat sepenggal doa yang tak terucap namun bergumam dalam sukma.


Selamat Natal 25 Desember 2008 yang membawa makna tersendiri dalam hati. Selamat tahun baru 1 Januari 2009 yang membuat kita makin menyadari arti dari kehidupan kita di mata Tuhan dan sesama.

Tidak ada komentar: