Selasa, 01 Januari 2008

PENUH ROH KUDUS : APAKAH HARUS BERBAHASA ROH?

Yakub Tri Handoko, Th. M.



Hampir semua orang Kristen dari berbagai denominasi percaya bahwa mereka harus dipenuhi oleh Roh Kudus. Keyakinan ini sejalan dengan perintah Paulus agar setiap orang percaya penuh dengan Roh Kudus (Ef 5:18). Bagaimanapun, ketika orang Kristen diperhadapkan pada pertanyaan “Apakah penuh Roh Kudus harus berbahasa roh?” mereka pasti memiliki jawaban yang berbeda. Sebagian orang Kristen menganggap bahasa roh adalah sebuah keharusan dan tanda kerohanian seseorang, sementara yang lain justru menganggap bahasa roh (dan hal-hal ajaib lainnya dalam Alkitab) sudah berakhir seiring dengan kematian para rasul. Tulisan singkat ini hanya akan menyoroti jawaban pertama: benarkah orang yang penuh Roh Kudus HARUS berbahasa roh?


Pandangan yang meyakini bahwa penuh Roh Kudus harus berbahasa roh


Mereka yang memiliki pandangan ini umumnya mendasarkan pendapat mereka pada peristiwa-peristiwa di Kisah Para Rasul. Berikut ini adalah alasan-alasan yang sering dikemukakan mereka:

(1) Peristiwa baptisan (kepenuhan) Roh Kudus di Kisah Rasul SELALU ditandai dengan penuh Roh Kudus (Kis 2:1-13; 8:14-17; 10:44-46).

(2) Jemaat di Samaria (Kis 8:14-17) dan Efesus (Kis 19:1-6) tidak cukup cuma percaya kepada Yesus saja, mereka juga harus berbahasa roh (penuh Roh Kudus).


Pemahaman awal


Sebelum membahas apakah penuh Roh Kudus harus berbahasa roh, kita perlu memahami beberapa hal penting lebih dahulu. Pertama, yang ditekankan dalam Kisah Rasul bukanlah “tanda” orang dipenuhi Roh Kudus, tetapi “tujuan” orang dipenuhi Roh Kudus. Semua peristiwa “penuh Roh Kudus” di Kisah Rasul harus dipahami dalam terang Kis 1:8 “kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus atas kamu dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, Yudea dan Samaria, sampai ke ujung bumi” . Peristiwa Pentakosta pun harus dilihat sebagai pemenuhan janji Tuhan Yesus di Kis 1:8 (band. Luk 24:49). Dengan kata lain, penuh Roh Kudus sangat terkait dengan perkembangan pemberitaan Injil. Dari fakta ini kita seharusnya lebih menekankan hasil/tujuan dipenuhi Roh Kudus (keterlibatan kita dalam pekabaran Injil) daripada tanda dipenuhi Roh Kudus.


Kedua, Kisah Rasul merupakan tulisan Lukas yang kedua setelah Injil Lukas. Pembukaan Kisah Rasul 1:1-2 membuktikan kalimat di atas: (1) kedua kitab tersebut sama-sama ditujukan pada Teofilus (band. Luk 1:1-4); (2) “dalam bukuku yang pertama” mengindikasikan bahwa Kisah Rasul adalah tulisan kedua; (3) isi Injil Lukas sesuai dengan ringkasan di Kis 1:1-2. Hal ini penting untuk diketahui karena kita akan melihat “penuh Roh Kudus” dari dua tulisan Lukas: Injil Lukas dan Kisah Rasul.


Penuh Roh Kudus TIDAK HARUS berbahasa roh


Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa penuh Roh Kudus tidak harus berbahasa roh. Pertama, frase “penuh Roh Kudus” – yang merupakan ungkapan favorit Lukas – juga muncul sebelum peristiwa Pentakosta. Beberapa orang disebut penuh Roh Kudus, meskipun mereka tidak berbahasa roh, misalnya Yohanes Pembaptis penuh Roh Kudus sejak dari rahim ibunya (Luk 1:15), Maria (Luk 1:35), Elizabet (Luk 1:41), Zakharia (Luk 1:67), Simeon (Luk 2:25), Yesus (Luk 4:1).


Kedua, peristiwa penuh Roh Kudus di Kisah Rasul tidak selalu ditandai dengan bahasa roh. Petrus yang dipenuhi Roh Kudus justru berkotbah dalam bahasa manusia dengan berani (Kis 4:8). Jemaat yang dipenuhi Roh Kudus ditandai dengan keberanian memberitakan Injil (Kis 4:31). Stefanus yang dipenuhi Roh Kudus bertahan dalam penganiayaan (Kis 7:55-56). Paulus yang berbahasa roh lebih daripada jemaat di Korintus (band. 1Kor 14:18) ternyata ketika bertobat tidak diceritakan bahwa ia berbahasa roh (Kis 9:17-19).


Ketiga, peristiwa jemaat Samaria yang belum menerima Roh Kudus sebelum Petrus dan Yohanes menumpangkan tangan atas mereka (Kis 8:14-17) harus dilihat dari kacamata Kisah Rasul 1:8: di manapun gereja berkembang, hal itu harus terkait dengan gereja induk di Yerusalem. Perkembangan Injil di luar Samaria pun dikaitkan dengan Yerusalem (Kis 11:22). Selain itu, kita harus memahami kendala budaya dan sejarah pada waktu itu. Bangsa Yahudi sudah lama saling bermusuhan dengan orang Samaria (band. Yoh 4:9). Salah satu penyebabnya adalah tingkat “kemurnian” ke-Yahudian orang Samaria yang dianggap sudah tercemar. Seandainya jemaat Samaria penuh Roh Kudus melalui Filipus, mereka belum tentu diterima oleh jemaat Yahudi di Yerusalem, karena Filipus – meskipun berdarah Yahudi – memiliki budaya Yunani (band. Kis 6:1-5). Peristiwa yang hampir mirip dicatat di Kisah Rasul 10-11. Pertobatan Kornelius – seorang non-Yahudi – menimbulkan kontroversi di kalangan jemaat Yahudi di Yerusalem (Kis 11:1-3).


Keempat, dalam kasus jemaat di Efesus yang belum menerima Roh Kudus (Kis 19:1-6), mereka memang belum bertobat dalam arti yang sesungguhnya. Mereka bertobat dari kelakuan mereka yang jahat melalui pemberitaan dan baptisan Yohanes Pembaptis, tetapi mereka belum menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Teks ini relatif tidak terlalu menyulitkan.


Kesimpulan


Pandangan yang menyatakan bahwa penuh Roh Kudus harus berbahasa roh hanya didasarkan pada teks-teks Alkitab yang kurang luas. Teks yang dipilih sifatnya sangat selektif (yang mendukung pandangan mereka saja), sedangkan teks-teks lain kurang diperhitungkan. Saya ingin menutup tulisan singkat ini dengan sebuah anekdot:


Suatu ketika ada 2 orang Kristen yang berdebat tentang tanda dipenuhi Roh Kudus..

X : Kamu sudah penuh Roh Kudus? Kalau aku sih sudah.

Y : Kok kamu tahu kalau kamu sudah dipenuhi Roh Kudus?

X : Aku kan sudah berbahasa roh. Menurut Kisah Rasul 2:1-13 itu kan
tanda orang dipenuhi Roh Kudus.

Y : Kalau begitu kamu belum “penuh”. Kamu hanya 1/3 penuh saja, soalnya
tanda penuh Roh Kudus di Kisah Rasul 2:1, 13 kan ada 3 (tiga) :
suara seperti angin yang keras, lidah seperti api dan bahasa asing.
Aku juga baru 1/3 penuh. Aku cuma bisa bahasa asingnya saja
(bahasa Inggris), karena kebetulan aku kuliah di jurusan Sastra Inggris.

Tidak ada komentar: