Lebih menariknya lagi adalah bahwa ”Buku Harian Nayla” memilih tokoh Nayla (Chelsea Olivia Wijaya) dan Moses (Glen Allinske) yang wajahnya memang mirip dengan tokoh utama dalam drama aslinya IRnN.
Bukan hanya itu. Hal yang paling fatal dalam Sinetron ”Buku Harian Nayla” (BHN) adalah bahwa cerita tersebut dikatakan sebagai sebuah cerita fiktif belaka sebagaimana yang tertulis di layar RCTI : ”Cerita/tokoh/karakter/nama dan hal lainnya dalam tayangan ini, baik seluruhnya maupun setiap bagiannya, adalah fiktif belaka” padahal ”Ichi Rittoru no Namida” (IRnN) jelas adalah sebuah kisah nyata dan itu diinformasikan secara jelas dalam tayangan Fuji TV dengan kalimat : ”This drama is based on the original story” (Drama ini didasarkan atas kisah nyata). Perhatikan cuplikan tayangan BHN di RCTI dan IRnN di Fuji TV.
Hal ini membuat beberapa kalangan menjadi begitu marah dan emosional sebagaimana bunyi sebuah komentar terbuka di internet terhadap Serena Luna (’penulis’ skenario BHN) :
”Hei Serena Luna (siapa sih nama aslimu?) tahu ngak sih kalau cerita yang kamu bajak itu adalah kisah nyata? Care ngak sih kalau tokoh yang kamu bajak itu bukanlah hasil karangan semata? Ada orang sebenarnya, (yang kini telah beristirahat di alam sana), ada keluarganya juga, ada perjuangan yang sesungguhnya, dan ada penderitaan yang sesunguhnya! At least berikan credit ke mereka. Kita harus banyak belajar dari mereka, bukan malah membajak habis. ….”
Demikian juga berbagai tanggapan negatif lainnya seperti :
”Saya lebih menghargai sinetron yang original dengan isi cerita super jelek yang isinya cuma ibu tiri atau peri-peri aneh daripada jiplak karya orang laIn.. sampai mati saya tidak akan mau memberi kredit untuk orang-orang seperti mereka kalau alasannya cuma ingin bikin sinetron lain dari yang lain. Kalau mau nyontek boleh aja, at least mengakulah kalau sinetron itu nyontek!”
”Untuk yang mendukung BHN harus berpikir dewasa dan objektif juga kenapa banyak yang protes dan mencerca, pikirkan bagaimana perasaan Shioka, ibu kandung Aya Kitou yang dengan susah payah menyampaikan pesan perjuangan anak kandungnya semasa hidup dan 10 tahun di rumah sakit, dan menjadi inspirasi bagi drama ”1 Litre of Tears” ternyata dijiplak oleh BHN dan bahkan disebut kisah fiktif. Menurut saya ini sangat memalukan. Akan lebih baik kalau sinemart dalam memproduksinya menambahkan tulisan “diadaptasi / diinspirasi dari ”1 litre of Tears” bukannya malah menulis “kisah fiktif”.
Dalam website resmi Istitut Teknologi Sepuluh November ditulis sebuah artikel berjudul ”Nayla, Potret Parahnya Budaya Pertelevisian Kita” yang sebagian kalimatnya berbunyi :
”Tayangan yang patut membuat dunia pertelevisian Indonesia malu ini adalah Buku Harian Nayla.... Sungguh tidak berperi kemanusiaan, membajak cerita hidup orang lain yang berjuang menghadapi penyakit yang sulit disembuhkan. Bahkan hingga dialog dan adegan per adegan sama dengan versi aslinya di Jepang sana. Yang paling menyedihkan pihak Production House (PH) Buku Harian Nayla dengan entengnya memasang disclaimer bahwa cerita ini hanya fiksi, padahal kejadian ini benar-benar adalah kejadian nyata yang terjadi di Jepang....Pembajakan ini benar-benar tidak menghargai penderitaan seorang Aya Kitou, tidak menghargai kerja keras kru ”One Litre of Tears”, dan melukai perasaan ribuan penggemar drama televisi dan drama Jepang di Indonesia....Kabar tentang pembajakan ini juga sudah sampai ke tingkat internasional, hingga sampai masuk ke Wikipedia, ensiklopedi berbahasa Inggris terbesar di internet”.
Demikianlah sebagian dari kritik-kritik pedas atas sinetron BHN yang memang nyata-nyata menjiplak drama Jepang IRnN.
Satu di antara puluhan
Memang apa yang dilakukan oleh BHN tersebut patutlah disesalkan. Ini juga merupakan sebuah ironi karena untuk meyemarakkan Natal yang merupakan hari raya yang disucikan umat Kristen, pihak televisi menayangkan acara yang membajak karya orang lain, dan menyebut kisah kehidupan penuh perjuangan Aya Kitou hingga akhir hayatnya sebagai ‘hanya fiksi belaka’. Meskipun demikian kita juga harus menyadari bahwa apa yang dilakukan BHN hanyalah salah satu contoh dari budaya plagiarisme yang bertumbuh subur di Indonesia, secara khusus dalam bidang pertelevisian/perfilman kita. Dalam perkembangan terakhir ini saja dapat didata puluhan sinetron kita yang adalah hasil jiplakan dari drama-drama luar negeri. Yang membedakan mereka hanyalah hal itu diinformasikan atau tidak. Beberapa di antaranya adalah :
Sinetron ”Siapa Takut Jatuh Cinta” yang sebenarnya jiplakan dari “Meteor Garden”, sebuah drama Taiwan.
”Benci Bilang Cinta” diambil dari drama Korea ”Goong / Princess Hours”.
”Benci Jadi Cinta” dari drama Korea ”My Girl”, ”Impian Cinderella” dari drama Taiwan
”Prince Who Turns Into Frogs”, ”Cowok Impian” dari drama Taiwan
”It Started With A Kiss”, ”Putri Kembar” adalah 100% jiplakan dari drama Taiwan ”Twins”.
”Dua Hati Satu Cinta” diambil juga dari drama Taiwam ”Qin Shen Shen Yu Meng Meng”.
”Sumpeh Gue Sayang Loe” dari ”Smile Pasta” (drama Taiwan)
”Kau Masih Kekasihku” dari ”At The Dolphin Bay” (drama Taiwan)
”Pangeran Penggoda” dari ”Devil Beside You” (drama Taiwan)
”Rahasia Pelangi” dari ”Love Apart A Moment” (drama Taiwan)
”2 Hati” dari ”Snow Angel” (drama Taiwan)
”Bukan Diriku” dari ”Anything For You”, (drama Jepang)
”Pengantin Remaja” dari ”My Little Bride” (drama Koera)
”Bintang” dari ”HZGG” (drama Taiwan)
”Pacarku Besar Sekali” dari ”My Name is Kim Sam Soon” (drama Korea)
”Cincin” dari ”Beautiful Days” (drama Korea)
”Liontin” dari ”Glass Shoes” (drama Korea)
”Wulan” dari ”Term of Endearment”
”Hari Potret” dari ”Harry Potter”
dan masih kira-kira 10 sinetron lainnya yang adalah adaptasi dan jiplakan drama-drama luar negeri. (Silahkan lihat di : http://aspal.blogdrive.com/archive/59.html). Dari sini kita melihat bahwa BHN adalah salah satu saja dari sekian banyak sinetron yang yang menjiplak drama-drama luar negeri tetapi mengapa semuanya itu tidak terlalu diributkan? Mengapa justru semua pada ribut luar biasa ketika BHN melakukan hal yang sama? Apakah karena BHN menjiplak sebuah drama yang diangkat dari kisah nyata? Ataukah juga ada alasan lain karena ternyata BHN bernuansa religius Kristiani? Mungkinkah ada pihak-pihak tertentu yang merasa kebakaran jenggot karena ada sinetron yang dengan blak-blakan mengungkapkan iman Kristiani? Apa yang saya katakan dan paparkan ini tidak untuk membuat BHN kelihatan benar atau menyamarkan kesalahan BHN. Bagaimana pun juga perbuatan menjiplak tanpa menginformasikan sumbernya dan juga mengatakan bahwa sebuah kisah nyata hanyalah sebuah fiktif belaka sebagaimana yang dilakukan BHN adalah kesalahan yang tidak bisa ditolerir. Meskipun demikian kejujuran motivasi kita dalam memberikan komentar dan penilaian perlu dipikirkan kembali. Jika yang dikutuk semata-mata karena ’dosa’ plagiarisme itu sendiri, mengapa itu tidak pernah dilakukan secara serius terhadap puluhan sinetron lainnya seperti yang saya ungkap di atas? Mengapa justru ’keributan besar’ baru terjadi saat ditayangkannya BHN? Sekali lagi, mungkinkah ada pihak-pihak yang kehilangan ’sejahteranya’ karena BHN mengangkat nilai-nilai iman Kristiani ke permukaan? Mungkinkah ada pihak-pihak yang menjadi marah karena anak-anak non Kristen mereka begitu menghafal, menggemari, dan sering bernyanyi : ”Bukan dengan barang fana, Kau membayar dosaku, dengan darah yang mahal tiada noda dan cela. Bukan dengan emas perak, Kau menebus diriku, oleh segenap kasih dan pengorbanan-Mu. Kutelah mati dan tinggalkan cara hidupku yang lama, semuanya sia-sia dan tak berarti lagi, hidup ini kuletakkan pada mezbah-Mu ya Tuhan, jadilah padaku seperti yang Kau ingini” sebagaimana yang diceritakan seorang teman di Surabaya pada saya? Ya, mungkin saja! Kejujuran kita dalam menilailah yang menentukan semuanya.
Lihat Part 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar