Esra Alfred Soru
Hari Natal datang lagi! Di sana sini kita sudah dapat mendengar lagu-lagu Natal dikumandangkan, pohon-pohon Natal mulai bercahaya dalam rumah-rumah, lilin-lilin mulai dinyalakan. Dekorasi gereja mulai semarak, supermarket, mall, dan toko-toko ramai dikunjungi. Bahkan sejumlah kelompok telah mengadakan perayaan Natal. Semuanya itu tentu tidak salah namun yang paling penting adalah apakah kita sungguh-sungguh memahami makna Natal itu bagi kita? Ataukah kita hanya merayakan Natal sebagai sebuah rutinitas dan penuh hura-hura serta pesta pora demi kesenangan kita belaka? Ada kelompok pemuda gereja yang merayakan Natal dengan suasana yang hingar bingar dan luar biasanya bisingnya karena menampilkan musik-musik gaya rock layaknya di diskotik saja. Lagu-lagu agung yang seharusnya dapat menuntun pikiran dan hati kita untuk memahami makna Natal sesungguhnya disuguhkan dengan sangat berisik bahkan hampir-hampir kata-kata lagu itu tak terdengar. Yang terdengar hanyalah dentuman-dentuman alat musik yang super keras seolah membawa pendengar pada sebuah suasana ’trans’. Benar-benar seperti di bar atau diskotik. Suasana itu sungguh sangat jauh dari makna Natal itu. Perayaan itu kelihatannya untuk memuji Tuhan namun yang sesungguhnya hanyalah ajang pemuasan emosi diri yang sangat duniawi. Selain itu, koran Timex beberapa waktu yang lalu memberitakan bahwa Mariah Carey, yang terkenal dengan tembang-tembang Natalnya seperti ”Oh Holy Night” mengatakan bahwa ia sudah tidak sabar lagi menunggu datangnya hari Natal karena menurut rencananya ia akan tampil bugil (telanjang bulat) pada saat perayaan Natal. Sungguh kurang ajar! Natal sudah dijadikan semacam pesta duniawi yang telah kehilangan nilai rohaninya. Sungguh jauh berbeda sikap Mariah Carey dan Maria yang diberitakan Alkitab. Demikian juga ada kelompok panitia Natal yang berkelahi karena ketidaksesuaian pendapat sewaktu melakukan rapat panitia Natal. Apa yang digambarkan di atas hanyalah sedikit contoh dari begitu banyaknya kasus di mana Natal disambut dengan cara dan sikap hati yang salah. Meskipun demikian, kesalahan-kesalahan yang terjadi sebenarnya adalah pengulangan sejarah. Natal pertama di dunia ini yakni saat Kristus lahir juga sudah disambut dengan sikap-sikap yang salah dari orang-orang di sekitar peristiwa Natal di samping adanya orang-orang yang menyambut Natal itu dengan sikap hati yang benar. Berikut ini saya mengajak pembaca sekalian untuk merenungkan cerita yang dipaparkan dalam Injil Matius 2:1-12 (cerita tentang orang majus) dan kita akan melihat bahwa orang-orang yang hadir dalam kisah Natal itu menyambut kelahiran Kristus dengan cara-cara dan sikap hati yang berbeda.
Raja Herodes
Di dalam Alkitab ada banyak Herodes misalnya Herodes Agripa I (yang membunuh Yakobus dan ditampar malaikat hingga mati), Herodes Agripa II (yang bertemu dengan Paulus). Nah, Herodes yang hadir dalam kisah Natal dalam Matius pasal 2 ini dikenal dengan nama Herodes Agung. Dialah yang terkejut atas pertanyaan orang Majus yang hendak mencari Yesus yang mereka sebut sebagai ’raja yang baru lahir’. (Mat 2:2-3). Dialah yang hendak melakukan pembunuhan terhadap bayi Yesus (Mat 2:8, 13), dia jugalah yang melakukan pembunuhan atas anak-anak di bawah 2 tahun di Betlehem dan daearh sekitarnya (Mat 2:16). Mengapa ia seolah-olah begitu ketakutan dan marah ketika mendengar kabar kelahiran Yesus? Mengapa ia berniat membunuh Yesus? Mengapa ia begitu tega dan sadis dalam membunuh anak-anak Betlehem? Siapakah sebenarnya Herodes Agung ini?
Herodes Agung berasal dari sebuah daerah bernama Idumea. Ayahnya adalah seorang Edom (keturunan Esau) yang akhirnya memeluk agama Yahudi dan adalah perdana menteri Yudea, sebuah provinsi Roma waktu itu, dan teman dekat Julis Caesar. Ibunya seorang Arab dari Petra (Yordania). Dengan demikian Herodes bukanlah asli orang Yahudi dan karenanya ia sebenarnya tidak layak menjadi raja atas orang Yahudi. Meskipun demikian dengan kepandaian politiknya, pada umur 25 tahun diangkat pemerintah Romawi menjadi gubernur Galilea. Ia menikah dengan seorang wanita bernama Doris dan mempunyai seorang anak.
Meskipun demikian, Herodes menyadari satu hal bahwa sesungguhnya latar belakang dirinya yang bukan orang Yahudi menjadi halangan baginya untuk diterima dengan tulus oleh orang Yahudi sebagai pemimpin mereka. Herodes lalu berusaha dengan berbagai cara untuk mengamankan kedudukannya. Langkah pertama yang ia lakukan adalah menikahi gadis remaja berdarah bangsawan Yahudi yang bernama Mariamme di mana sebelumnya ia menceraikan dan mengusir Doris (isteri pertamanya) bersama puteranya Antipater yang baru berumur 3 tahun. Dengan menikahi Mariamme maka Herodes mendapat kesempatan emas di mana ia akan dianggap sebagai keluarga raja Yahudi yang adalah penguasa Yudea yang sebenarnya. Menikahinya sama dengan mendapat sekutu yang kuat. (Ket. Herodes mempunyai 10 orang isteri). Setelah menikahi Mariamme, 5 tahun kemudian pihak Roma menetapkan Herodes sebagai ”Raja orang Yahudi”.
Setelah menjadi raja yang diakui Roma, Herodes masih merasa tidak tenang karena ia belum dapat diterima kaum tua Yahudi. Ia lalu berusaha menarik simpati orang Yahudi dengan cara membangun Bait Allah yang sangat megah. Bait Allah yang dibangun Herodes begitu indah dan mewah sehingga bangunan itu dipuji orang sebagai bangunan terindah di dunia. Bait Allah yang dikerjakan oleh 18 ribu orang itu sangat besar dan indah dan dilapisi dengan marmer dan emas. Halamannya dikelilingi dengan menara-menara dan dinding benteng. Herodes lebih banyak menghamburkan uang untuk pembangunan Bait Allah ini daripada bangunan lain dalam sejarah Yudea. Ia membangun Bait Allah tersebut di Yerusalem untuk menguatkan reputasinya sebagai orang Yahudi. Selain itu ketika kelaparan melanda seluruh negeri, selain uang kas kerajaan, ia juga mengeluarkan uang pribadi untuk mengatasi kelaparan bagi seluruh rakyat Yudea. Akibat dari semuanya ini maka banyak orang yang bersimpati padanya tetapi keterangan Flavius Jospehus, sejarawan Yahudi abad pertama mengatakan bahwa masih juga cukup banyak orang Yahudi yang tidak menyukainya. Sumber kebenciannya selain karena ia bukan orang Yahudi juga karena ia diangkat oleh penjajah Romawi dan menjadi kaki tangan mereka di tiap kesempatan. Oleh karena itu Herodes selalu merasa bahwa kedudukannya tidak aman. Apalagi ia mengetahui adanya suatu harapan dalam diri banyak orang Yahudi bahwa akan datang seorang raja Yahudi yang sebenarnya, yakni Mesias. Herodes hidup penuh ketakutan. Ia takut bahwa suatu saat orang Yahudi akan melakukan pemberontakan terhadapnya. Itulah sebabnya istana tempat ia tinggal (Herodium) dibuat seperti layaknya sebuah benteng. Selain itu ia juga membangun sebuah istana dekat tepi pantai laut mati yang dikenal dengan mana ”Masada” di mana menaranya ribuan kaki di atas gurun Yudea dengan ketinggian 3 lantai. Masada ini dilengkapi dengan gudang persenjataan, gudang makanan, dan tempat persembunyian yang sangat aman. Bukan hanya itu saja. Ketakutan Herodes yang amat kuat membuat ia membangun lebih dari 20 benteng di seluruh kerajannya di mana sinyal dapat dikirim antar benteng dengan menggunakan cermin. Semua itu menunjukkan bahwa yang ada di dalam diri Herodes adalah sebuah ketakutan yang sangat besar. Prof Todd Schultz mengatakan : ”Ia punya ketakutan diserang, dikalahkan, dan diambil gelarnya. Bangunan-bangunannya berbicara langsung soal ketakutannya itu.
Ketakutan Herodes membuat ia begitu peka dan sangat curiga dengan segala sesuatu yang akan mengancam diri dan kedudukannya. Tidak segan-segan ia membunuh setiap orang yang dianggapnya mengancam diri dan kekuasaannya/kedudukannya. Itulah sebabnya perjalanan hidup Herodes sering dikenal sebagai ’perjalanan berdarah’. Suatu saat, karena takut bahwa orang Yahudi akan mendukung iparnya (adiknya Mariamme) yang bernama Aristobulus (17 tahun) yang diangkatnya menjadi Imam Besar, Herodes lalu membunuh Aristobulus dengan cara ditenggelamkan pada sebuah acara pesta kolam. Meskipun pembunuhan itu dibuat seolah kecelakaan namun Jospehus percaya bahwa Herodeslah yang membuat anak itu tenggelam. Prof. Tood Schultz menilai tindakan Herodes ini dan berkesimpulan : ”Ini membuktikan 2 hal tentang Herodes. Pertama, ia adalah paranoid. Kedua, ia mampau membunuh meski bukti yang ada kurang cukup”.
Lima tahun kemudian terjadi pergolakan politik di Romawi di mana Mark Anthony digulingkan oleh Octavian. Ketika itu terjadi Herodes berbalik dan menyatakan kesetiaan pada Octavian. Octavian lalu menegaskan bahwa Herodes adalah raja orang Yahudi. Meskipun demikian Herodes tidak cukup yakin bahwa Octavian tulus. Ia menduga bahwa Octavian akan membunuhnya karena sudah mendukung musuhnya Mark Anthony. Sebelum menghadap Octavian, ia meninggalkan pesan rahasia bahwa jika ia mati maka isterinya Mariamme harus dibunuh. Ia tidak tahan jika melihat Mariamme bersama orang lain. Namun ternyata ia tidak dibunuh. Sekembalinya dari Octavian, hubungannya dengan Mariamme menjadi retak karena Mariamme mengetahui rencana pembunuhan atas dirinya. Mariamme tidak mau tidur dengan Herodes lagi. Ini membuat Herodes sangat marah dan akhirnya ia membawa Mariamme ke pengadilan dengan tuduhan perzinahan dengan saksi yang memberatkan Mariamme yakni Salome, adik kandung Herodes sendiri dan juga ibu Mariamme sendiri yang bernama Alexandra. Josephus melihat ini sebagai cermin di mana Herodes menguasai Alexandra. Rupanya Alexandra juga masuk dalam daftar yang akan dibunuh Herodes. Sangat mungkin Alexandra menyalahkan puterinya demi menyelamatkan dirinya sendiri. Mariamme akhirnya dibunuh mati dalam usia 25 tahun. Tragis memang karena Herodes tega membunuh isteri yang paling dicintainya yang telah memberinya 5 orang putera selama 7 tahun hidup bersama.
Setelah membunuh isterinya sendiri, hidup Herodes mulai berubah. Josephus memberikan keterangan : ”Herodes sedih karena kehilangan Mariamme. Rupanya kematian Mariamme mengoyak hati Herodes. Ia dipenuhi rasa bersalah dan menyangkali kematian Mariamme. Ia berjalan-jalan di istana dan memanggil-manggil nama Mariamme. Ia benar-benar hancur setelah kematian isterinya. Dia psikosis, sering mendengar suara-suara, dia tertekan dan tidak mampu melakukan urusan publik lagi. Ia lalu sakit parah. Perilakunya aneh dan mulai banyak minum. Ada yang menganggap dia gila. Lalu Herodes sakit”. Nah, dalam kondisi semacam ini tiba-tiba Alexsandra (ibunya Mariamme) mencoba mengambil alih pemerintahan dan mengumumkan dirinya sebagai Ratu. Ini menyebabkan Herodes marah besar dan tanpa diadili, langsung menghukum mati Alexandra. Tindakan herodes ini justru memicu lebih banyak kudeta. Pada usia 65 tahun Herodes mendengar bahwa 2 orang puteranya (anak Mariamme) yakni Alexander dan Aristobulus berencana membunuhnya dan merebut kerajaan. Ini adalah kedua anak dari wanita yang sangat dicintainya. Herodes akhirnya menghukum mati 2 anaknya itu. Selanjutnya di tahun 4 SM, hanya 5 hari sebelum Herodes mati, ia membasmi komplotan yang dipimpin puteranya Antipater (anak sulungnya) yang diperolehnya dari isteri pertamanya (Doris). Antipater akhirnya dibunuh juga oleh Herodes. Herodes akhirnya mati pada usia 70 tahun dan dikubur di istana gurunnya, Herodium.
Itulah kehidupan Herodes. Ia adalah orang yang dalam hidupnya penuh ketakutan dan ia tega melakukan apa saja demi mempertahankan kedudukannya. Ia membunuh adik iparnya sendiri, isterinya, mertuanya dan juga anak-anak kandungnya sendiri. Kesadisan Herodes membuat sampai-sampai Kaisar Agustus pernah mengeluarkan kalimat yang akhirnya menjadi populer pada saat itu yakni : “Lebih baik menjadi babinya Herodes daripada menjadi anaknya Herodes”. (Ket : Dalam bahasa Yunani, kata “anak laki-laki” adalah HUIOS, sedangkan kata “babi” adalah HUOS, sehingga dalam bahasa Yunani kata-kata di atas itu membentuk syair yang indah). Mengapa muncul kalimat demikian? Karena Herodes, demi menghargai dan meraih simpati orang Yahudi, tidak makan babi. Jadi dapat dipastikan babi-babi waktu itu aman dan tidak akan dipotong. Tetapi anak-anak Herodes sungguh-sungguh tidak aman. Mereka dibunuh dan dipotong dengan kejam. Ya, tepat sekali, “Lebih baik menjadi babinya Herodes daripada menjadi anaknya Herodes”.
Demikianlah gambaran kehidupan Herodes. Sekali lagi, ia adalah orang yang selalu merasa tidak aman dan ia tidak membiarkan sedikitpun kemungkinan kekuasaannya direbut. Dengan mentalitas Herodes seperti ini, dapatlah dibayangkan bagaimana reaksinya ketika ia mendengar kabar dari para Majus bahwa mereka sementara mencari raja orang Yahudi yang baru dilahirkan. Mat 2:3 berkata “terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem”. Kata “terkejut” ini tidak terlalu kuat maknanya. Alkitab King James Version (KJV), Revised Standard Version (RSV), New American Standard Bible (NASB) menerjemahkannya dengan kata “was trouble” yang artinya “terganggu”. Jadi Herodes ketika mendengar ada raja yang baru lahir, perasaan curiga, perasaan marah, perasaan tersainginya mulai menguasai dia sehingga ia merasa terganggu. Bukan hanya Herodes yang terganggu. Seluruh Yerusalem juga “terganggu”. Mengapa? Karena mereka tahu persis sifat Herodes dan apa yang akan terjadi. Mereka sudah cukup terganggu dengan pembunuhan Aristobulus, Mariamne, Alexandra, dan anak-anak Herodes sendiri. Dan mereka yakin bahwa raja yang baru lahir itu pasti akan membuat geger Yerusalem dengan tindakan Herodes. Dan memang akhirnya Herodes memerintahkan pembunuhan anak-anak di bawah 2 tahun (Mat 2:16-18).
Kehidupan Herodes memberikan 2 gambaran tentang siapa sesungguhnya dia.
(1) HERODES ADALAH ORANG YANG MERASA BAHWA HIDUPNYA TERGANGGU OLEH KEHADIRAN YESUS. Baginya kelahiran Yesus tidak bermakna apa-apa selain hanya membawa ancaman bagi kekuasannya. Ia telah lama tahu bahwa Mesiaslah yang sementara diharapkan oleh orang-orang Yahudi untuk menggantikan dirinya dan ia sungguh terganggu dengan hal itu. Ia tidak tahu bahwa Sang Mesias datang bukan untuk sebuah kerajaan duniawi/politik melainkan untuk sebuah kerajaan rohani, kerajaan Allah. Yang ia tahu hanyalah bahwa kehadiran Yesus mengganggu ketentramannya. Inilah sikap hati yang keliru dari Herodes di sekitar momen Natal. Dan, mau akui atau tidak, ini jugalah sikap hati dari kebanyakan kita. Tidak jarang kita merasa bahwa kehadiran Kristus hanyalah sebuah gangguan bagi kehidupan kita. Ada banyak orang yang senang dan tertarik dengan gereja tertentu (sama seperti Herodes yang membangun Bait Allah) tapi mereka menolak Yesus karena merasa bahwa hidupnya terganggu oleh perintah-perintah dan kehendak-Nya. Bukankah banyak kesenangan duniawi terganggu ketika karena Kristus menentang perzinahan? Bukankah acara piknik menjadi terganggu karena Ia menghendaki kita beribadah pada hari minggu? Bukankah keuntungan besar terganggu karena Ia mau kita jujur dalam berbisnis? Bukankah studi terganggu karena Ia tidak mau kita nyontek? Bukankah kenikmatan terganggu karena kita dilarang mabuk-mabukan? Yesus datang dengan maksud baik untuk menyelamatkan dunia dari dosa tapi Herodes mencurigai-Nya. Demikian juga Yesus datang dengan maksud baik untuk kita semua tapi mungkin ada di antara kita yang “mencurigai-Nya” sebagai pengganggu kehidupan kita. Kalau hal-hal seperti ini menyebabkan kita akhirnya menolak Yesus, maka sesungguhnya kita tidak berbeda dengan Herodes, kita adalah ’anak buahnya’ Herodes.
(2) Selain itu HERODES ADALAH ORANG YANG HATINYA TIDAK BERES dalam artian penuh iri hati, amarah, kebencian dan kedengkian. Semua yang dilihat sebagai ancaman bagi diri dan kedudukannya ia habisi. Sifat seperti inilah yang ia perlihatkan pada momen Natal ketika Kristus dilahirkan ke dunia ini. Itulah Herodes! Namun, tidakkah ada banyak orang Kristen juga yang merayakan Natal sambil tetap memelihara mentalitas Herodes ini dalam hati mereka? Amarah yang masih tersimpan dengan rapi, dendam yang masih membara, kedengkian yang menyatu dengan hati, serta iri yang merasuk jiwa? Berapa banyak di antara kita yang begitu sibuk mempersiapkan perayaan-perayaan Natal, menghadiri setiap kebaktian Natal namun hati kita tetap hitam dengan amarah, kebencian, dendam, dengki dan iri? Berapa banyak di antara kita yang belum mengampuni sesamanya? Dengarlah, engkau berhati Herodes!!! Natal identik dengan damai sejahtera, tidakkah kita membuka hati kita dan melepaskan pengampunan itu agar damai sejahtera itu dapat masuk ke dalam hati kita?
Imam Kepala dan Ahli Taurat
Golongan kedua yang ditampilkan dalam peristiwa Natal adalah para imam kepala dan ahli Taurat. Alkitab bercerita bahwa ketika Herodes mendengar ada raja yang baru dilahirkan, ia lalu mengumpulkan para imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi dan bertanya kepada mereka di mana Mesias akan dilahirkan? (Mat 2:4) dan luar biasa bahwa para imam kepala dan ahli-ahli Taurat itu langsung memberikan jawaban dengan meyakinkan : "Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi: Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel." (Mat 2:5-6). Ini membuktikan bahwa mereka memang benar-benar tahu persis nubuatan tentang kedatangan Mesias sebagaimana yang dicatat dalam Mikha 5:1. Sayangnya, justru ketika Sang Mesias itu lahir ke dunia, mereka tidak menyambutnya, mereka acuh tak acuh saja. Ya, mungkin mereka akan menjawab bahwa mereka tidak tahu persis waktu kelahiran Sang Mesias. Tidak ada tanda bagi mereka seperti bintang bagi orang Majus, tidak ada pemberitaan malaikat pada mereka seperti kepada para gembala. Ok, tak apalah. Tapi bukankah setelah itu, sepanjang hidup dan pengajaran Yesus, seharusnya sudah cukup untuk meyakinkan mereka bahwa Yesus dari Nazaret itu adalah Sang Mesias sendiri? Bukankah orang awam seperti Simon Petrus dapat mengerti semua itu dan berkata ”Engkau Mesias Anak Allah yang hidup?” (Mat 16:16). Lalu mengapa para imam kepala dan ahli Taurat tidak menyambut Dia sebagai Mesias? Bahkan lebih dari itu bukankah kematian Sang Mesias itu adalah ulah para imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang terus memusuhi-Nya sepanjang hidup-Nya? Oh....semua janji tentang Mesias ada di kepala mereka namun Mesias itu tidak ada dalam hati mereka. Mereka menguasai semua teori tentang Mesias namun mereka tidak menyambut-Nya sebagai Mesias. Kepala mereka penuh tapi hati mereka kosong. Itulah sikap para imam dan ahli Taurat dalam momen Natal itu, suatu sikap acuh tak acuh.
Adakah sikap itu juga yang menjadi sikap kita? Berapa banyak di antara kita memahami isi Kitab Suci dengan baik namun bersikap acuh tak acuh terhadap pribadi Kristus, Sang Putera Natal itu? Berapa banyak di antara kita yang menguasai sejumlah teori tentang Kristus namun tetap tidak menyambut Kristus itu dalam hati dan hidup kita? Berapa banyak di antara kita yang tahu tentang Kristus tetapi tidak mengenal-Nya secara pribadi dan mempunyai hubungan pribadi dengan-Nya? Ada banyak orang Kristen yang sangat interest terhadap pendeta tertentu, gereja tertentu, aliran tertentu tetapi tidak terhadap Kristus. Kekristenan semacam ini adalah kekristenan yang kosong yang tidak akan membawa anda ke sorga. Kalau anda seperti itu, anda benar-benar satu ’merk’ dengan para ahli Taurat pada saat Natal pertama itu. Bagaimana sikap anda dalam menyambut Natal tahun ini? Buka hati anda dan sambutlah Putera Natal itu sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadimu.
Orang Majus
Kelompok berikutnya yang dapat kita lihat dalam Matius pasal 2 ini adalah kelompok orang Majus. Kita diberitahu bahwa mereka datang dari Timur berdasarkan tuntunan bintang dan mencari raja yang baru lahir. Mereka akhirnya berjumpa dengan Yesus, sujud menyembahnya dan memberikan persembahan emas, mur dan kemenyan. Selanjutnya mereka pulang ke negeri mereka.
Siapakah mereka sebenarnya? Mat 2:1 menginformasikan bahwa mereka berasal dari Timur (Mat 2:1). Banyak penafsir setuju bahwa “Timur” di sini menunjuk kepada bagian timur dari Yudea yang menunjuk kepada daerah Persia dan Arabia (Kej 25:6). Sebagian menganggapnya daerah Mesopotamia dan Babilonia. Kata “Majus” ini adalah kata yang sulit dipahami dalam pengertian kita saat ini. Alkitab-Alkitab bahasa Inggris menyebutnya ‘wise man’ (orang bijaksana). Kata ini dalam dalam bahasa Yunaninya adalah ‘magoi’. Dalam perkembangan di kemudian hari kata ini sering dihubungkan dengan kata ‘magician’ yang dapat berarti tukang sihir. Namun sesungguhnya arti kata ini tidaklah sesempit pengertian masa kini. J.J. de Heer berkata : “Pada aslinya kata itu berarti imam-imam di Persia, ... ‘. (Tafsiran Alkitab Injil Matius; hal. 22). Homer A. Kent, Jr juga memberikan keterangan : “Orang-orang Majus (magoi) aslinya merupakan kasta imamat di kalangan orang Persia dan Babilonia (band. Dan 2:2, 48; 4:6-7; 5:7). Nama ini kemudian oleh orang Yunani dikenakan pada semua ahli sihir atau dukun (Kis 8:9; 13:8). Matius menggunakan kata ini dalam arti yang lebih baik untuk mengacu pada tokoh-tokoh terhormat dari agama Timur”. (The Wycliffe Bible Commentary; hal. 25). Dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible juga dicatat bahwa : “Orang-orang ini adalah ahli-ahli filsafat, imam-imam atau ahli-ahli perbintangan. Mereka hidup terutama di daerah Persia dan Arabia. Mereka adalah orang-orang terpelajar di daerah timur yang mahir dalam astronomi, agama dan obat-obatan. Dengan demikian kita mengerti bahwa orang-orang Majus ini adalah para imam, orang-orang terpelajar/terhormat, orang-orang kaya dan berkedudukan tinggi yang sangat pandai dalam hal-hal agama, pengobatan dan perbintangan. Mungkin karena status inilah Herodes menyambut mereka di istananya. Perhatikan juga keterangan Herodatus : “Mereka aslinya berasal dari sebuah suku bangsa Medi. Bangsa Medi adalah sebagian dari kekaisaran Persia. Bangsa Medi pernah mencoba untuk menggulingkan kuasa Persia dan menggantikannya dengan kuasa Media. Usaha ini gagal. Sejak saat itu bangsa Majus tidak pernah lagi mempunyai keinginan atau ambisi untuk memiliki kekuasaan dan prestise. Dan selanjutnya mereka memilih menjadi imam saja. Di tengah-tengah bangsa Persia para Majus tersebut berfungsi persis sama seperti fungsi orang-orang Lewi di tengah-tengah bangsa Israel. Mereka menjadi guru dan pembimbing para raja Persia. Di Persia tidak ada persembahan yang dapat dipersembahkan kecuali kalau ada orang Majus yang hadir dalam upacara itu. Jadi orang Majus dianggap sebagai orang suci dan orang yang bijaksana” (ibid : 39). Demikianlah kira-kira gambaran yang bisa kita dapat tentang para Majus ini.
Lalu berapakah jumlah mereka sebenarnya? Tentu saja jumlah mereka sangatlah banyak di daerah mereka sendiri. Namun berapa banyakkah yang datang mencari Yesus dan menyembah-Nya? Banyak dari antara kita merasa bahwa mereka berjumlah 3 orang dan demikian pula menurut tradisi. Bahkan tradisi-tradisi ini sampai memberitahukan nama ketiga orang Majus ini. Tradisi abad 6 mengatakan bahwa 3 orang Majus ini adalah Bithisarea, Melichior, dan Gathaspa sedangkan tradisi Armenia abad 14 mengatakan bahwa ketiga orang Majus itu adalah 3 orang raja, masing-masing bernama Gasper (raja Arab), Melkhior (raja Persia) dan Balthazar (raja India). Tradisi Suriah menyebut nama-nama mereka Larvandad, Hormisdas, dan Gusnasaf, sementara tradisi Armenia yang lebih tua hanya menyebutkan dua nama, yaitu Kagba dan Badadilma. Walaupun demikian kita harus sadar bahwa Alkitab sama sekali tidak memberitahukan jumlah orang-orang Majus ini maupun nama-nama mereka. Sangat mungkin bahwa jumlah tersebut (3 orang) dikaitkan dengan 3 persembahan yang dibawa mereka yakni emas, mur dan kemenyan. Namun persoalanya adalah apakah jumlah persembahan menentukan jumlah pemberi? Jelas tidak harus demikian. Bisa jadi mereka berjumlah lebih dari 3 orang namun membawa 3 macam persembahan.
Dari catatan Injil Matius 2:11 : ‘Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia...’ ada beberapa hal yang menarik untuk disimak. Pertama,: Para Majus ini bertemu bayi Yesus di dalam rumah.Tidakkah kita merasa heran? Mengapa bukan di kandang? Bukankah Yesus dilahirkan di kandang? Beberapa orang memakai ayat ini untuk menunjukkan kontradiksi Alkitab namun sesungguhnya tidaklah demikian. Kita harus memahami bahwa waktu di mana para Majus menjumpai Yesus, bukanlah tepat pada saat Yesus dilahirkan (di kandang) namun beberapa waktu setelah Yesus dilahirkan sehingga tentunya Maria dan Yusuf sudah pindah dari kadang ke sebuah rumah. Jadi para gembala hadir pada saat Yesus dilahirkan makanya mereka bertemu Yesus di kadang namun para Majus hadir beberapa waktu (bulan?) kemudian makanya mereka bertemu Yesus di rumah. Kedua, dikatakan bahwa mereka menjumpai ’Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia...’ Perhatikan bahwa yang dijumpai adalah bayi Yesus dan Maria ibu-Nya namun tidak dikatakan bahwa para majus itu menyembah “mereka” melainkan menyembah “Dia”. Para Majus tidak menyembah Maria atau Yesus dan Maria. Mereka hanya menyembah Yesus saja meskipun Maria ada di sana. Tidakkah itu memberikan sedikit pengajaran pada kita bahwa setiap penyembahan pada Maria maupun Maria dan Yesus sama sekali tidak didukung Alkitab?
Lepas dari semua itu namun hal yang harus kita perhatikan adalah sikap orang-orang majus itu dalam menyambut kelahiran Yesus. Mereka rupanya rela mengorbankan/memberikan waktu mereka untuk berjumpa dengan Yesus. Mereka rela mengorbankan/memberikan tenaga mereka dalam perjalanan yang pasti sangat melelahkan dari negeri mereka. Mereka juga rela mengorbankan kesibukan mereka. Demikian juga harta mereka (emas, kemenyan dan mur). Namun yang lebih daripada semuanya itu adalah mereka rela mengorbankan/memberikan hati mereka dalam sujud penyembahan kepada Putera Natal itu, Sang Raja yang baru dilahirkan. Mereka tentu tidak mengerti bahwa bayi yang mereka sembah itu adalah jelmaan Allah tetapi tindakan mereka cukup membuktikan penghormatan mereka pada-Nya. Ya, seharusnya Natal memang disambut dengan sikap seperti para Majus itu. Tapi berapa banyakkah kita yang memiliki sikap hati seperti mereka? Apakah dengan merayakan Natal membuat kita berkomitmen untuk memberikan segalanya bagi Yesus? Apakah momen Natal menimbulkan niat yang tulus untuk sujud dalam penyembahan kepada-Nya? Ataukah Natal bagi kita hanyalah ajang pesta pora dan pemuasan kedagingan dan keduniawian kita? Mari sobatku, sambutlah Natal tahun ini dengan sikap hati yang benar. Jika sikapmu dalam merayakan Natal seperti Herodes dan imam kepala-ahli Taurat, bertobatlah dan naikkan doa tulus kepada-Nya ”Tuhan, berikanku hati seperti hati para Majus”. Selamat Natal 2007 dan Tahun Baru 2008, Tuhan memberkati!
Hari Natal datang lagi! Di sana sini kita sudah dapat mendengar lagu-lagu Natal dikumandangkan, pohon-pohon Natal mulai bercahaya dalam rumah-rumah, lilin-lilin mulai dinyalakan. Dekorasi gereja mulai semarak, supermarket, mall, dan toko-toko ramai dikunjungi. Bahkan sejumlah kelompok telah mengadakan perayaan Natal. Semuanya itu tentu tidak salah namun yang paling penting adalah apakah kita sungguh-sungguh memahami makna Natal itu bagi kita? Ataukah kita hanya merayakan Natal sebagai sebuah rutinitas dan penuh hura-hura serta pesta pora demi kesenangan kita belaka? Ada kelompok pemuda gereja yang merayakan Natal dengan suasana yang hingar bingar dan luar biasanya bisingnya karena menampilkan musik-musik gaya rock layaknya di diskotik saja. Lagu-lagu agung yang seharusnya dapat menuntun pikiran dan hati kita untuk memahami makna Natal sesungguhnya disuguhkan dengan sangat berisik bahkan hampir-hampir kata-kata lagu itu tak terdengar. Yang terdengar hanyalah dentuman-dentuman alat musik yang super keras seolah membawa pendengar pada sebuah suasana ’trans’. Benar-benar seperti di bar atau diskotik. Suasana itu sungguh sangat jauh dari makna Natal itu. Perayaan itu kelihatannya untuk memuji Tuhan namun yang sesungguhnya hanyalah ajang pemuasan emosi diri yang sangat duniawi. Selain itu, koran Timex beberapa waktu yang lalu memberitakan bahwa Mariah Carey, yang terkenal dengan tembang-tembang Natalnya seperti ”Oh Holy Night” mengatakan bahwa ia sudah tidak sabar lagi menunggu datangnya hari Natal karena menurut rencananya ia akan tampil bugil (telanjang bulat) pada saat perayaan Natal. Sungguh kurang ajar! Natal sudah dijadikan semacam pesta duniawi yang telah kehilangan nilai rohaninya. Sungguh jauh berbeda sikap Mariah Carey dan Maria yang diberitakan Alkitab. Demikian juga ada kelompok panitia Natal yang berkelahi karena ketidaksesuaian pendapat sewaktu melakukan rapat panitia Natal. Apa yang digambarkan di atas hanyalah sedikit contoh dari begitu banyaknya kasus di mana Natal disambut dengan cara dan sikap hati yang salah. Meskipun demikian, kesalahan-kesalahan yang terjadi sebenarnya adalah pengulangan sejarah. Natal pertama di dunia ini yakni saat Kristus lahir juga sudah disambut dengan sikap-sikap yang salah dari orang-orang di sekitar peristiwa Natal di samping adanya orang-orang yang menyambut Natal itu dengan sikap hati yang benar. Berikut ini saya mengajak pembaca sekalian untuk merenungkan cerita yang dipaparkan dalam Injil Matius 2:1-12 (cerita tentang orang majus) dan kita akan melihat bahwa orang-orang yang hadir dalam kisah Natal itu menyambut kelahiran Kristus dengan cara-cara dan sikap hati yang berbeda.
Raja Herodes
Di dalam Alkitab ada banyak Herodes misalnya Herodes Agripa I (yang membunuh Yakobus dan ditampar malaikat hingga mati), Herodes Agripa II (yang bertemu dengan Paulus). Nah, Herodes yang hadir dalam kisah Natal dalam Matius pasal 2 ini dikenal dengan nama Herodes Agung. Dialah yang terkejut atas pertanyaan orang Majus yang hendak mencari Yesus yang mereka sebut sebagai ’raja yang baru lahir’. (Mat 2:2-3). Dialah yang hendak melakukan pembunuhan terhadap bayi Yesus (Mat 2:8, 13), dia jugalah yang melakukan pembunuhan atas anak-anak di bawah 2 tahun di Betlehem dan daearh sekitarnya (Mat 2:16). Mengapa ia seolah-olah begitu ketakutan dan marah ketika mendengar kabar kelahiran Yesus? Mengapa ia berniat membunuh Yesus? Mengapa ia begitu tega dan sadis dalam membunuh anak-anak Betlehem? Siapakah sebenarnya Herodes Agung ini?
Herodes Agung berasal dari sebuah daerah bernama Idumea. Ayahnya adalah seorang Edom (keturunan Esau) yang akhirnya memeluk agama Yahudi dan adalah perdana menteri Yudea, sebuah provinsi Roma waktu itu, dan teman dekat Julis Caesar. Ibunya seorang Arab dari Petra (Yordania). Dengan demikian Herodes bukanlah asli orang Yahudi dan karenanya ia sebenarnya tidak layak menjadi raja atas orang Yahudi. Meskipun demikian dengan kepandaian politiknya, pada umur 25 tahun diangkat pemerintah Romawi menjadi gubernur Galilea. Ia menikah dengan seorang wanita bernama Doris dan mempunyai seorang anak.
Meskipun demikian, Herodes menyadari satu hal bahwa sesungguhnya latar belakang dirinya yang bukan orang Yahudi menjadi halangan baginya untuk diterima dengan tulus oleh orang Yahudi sebagai pemimpin mereka. Herodes lalu berusaha dengan berbagai cara untuk mengamankan kedudukannya. Langkah pertama yang ia lakukan adalah menikahi gadis remaja berdarah bangsawan Yahudi yang bernama Mariamme di mana sebelumnya ia menceraikan dan mengusir Doris (isteri pertamanya) bersama puteranya Antipater yang baru berumur 3 tahun. Dengan menikahi Mariamme maka Herodes mendapat kesempatan emas di mana ia akan dianggap sebagai keluarga raja Yahudi yang adalah penguasa Yudea yang sebenarnya. Menikahinya sama dengan mendapat sekutu yang kuat. (Ket. Herodes mempunyai 10 orang isteri). Setelah menikahi Mariamme, 5 tahun kemudian pihak Roma menetapkan Herodes sebagai ”Raja orang Yahudi”.
Setelah menjadi raja yang diakui Roma, Herodes masih merasa tidak tenang karena ia belum dapat diterima kaum tua Yahudi. Ia lalu berusaha menarik simpati orang Yahudi dengan cara membangun Bait Allah yang sangat megah. Bait Allah yang dibangun Herodes begitu indah dan mewah sehingga bangunan itu dipuji orang sebagai bangunan terindah di dunia. Bait Allah yang dikerjakan oleh 18 ribu orang itu sangat besar dan indah dan dilapisi dengan marmer dan emas. Halamannya dikelilingi dengan menara-menara dan dinding benteng. Herodes lebih banyak menghamburkan uang untuk pembangunan Bait Allah ini daripada bangunan lain dalam sejarah Yudea. Ia membangun Bait Allah tersebut di Yerusalem untuk menguatkan reputasinya sebagai orang Yahudi. Selain itu ketika kelaparan melanda seluruh negeri, selain uang kas kerajaan, ia juga mengeluarkan uang pribadi untuk mengatasi kelaparan bagi seluruh rakyat Yudea. Akibat dari semuanya ini maka banyak orang yang bersimpati padanya tetapi keterangan Flavius Jospehus, sejarawan Yahudi abad pertama mengatakan bahwa masih juga cukup banyak orang Yahudi yang tidak menyukainya. Sumber kebenciannya selain karena ia bukan orang Yahudi juga karena ia diangkat oleh penjajah Romawi dan menjadi kaki tangan mereka di tiap kesempatan. Oleh karena itu Herodes selalu merasa bahwa kedudukannya tidak aman. Apalagi ia mengetahui adanya suatu harapan dalam diri banyak orang Yahudi bahwa akan datang seorang raja Yahudi yang sebenarnya, yakni Mesias. Herodes hidup penuh ketakutan. Ia takut bahwa suatu saat orang Yahudi akan melakukan pemberontakan terhadapnya. Itulah sebabnya istana tempat ia tinggal (Herodium) dibuat seperti layaknya sebuah benteng. Selain itu ia juga membangun sebuah istana dekat tepi pantai laut mati yang dikenal dengan mana ”Masada” di mana menaranya ribuan kaki di atas gurun Yudea dengan ketinggian 3 lantai. Masada ini dilengkapi dengan gudang persenjataan, gudang makanan, dan tempat persembunyian yang sangat aman. Bukan hanya itu saja. Ketakutan Herodes yang amat kuat membuat ia membangun lebih dari 20 benteng di seluruh kerajannya di mana sinyal dapat dikirim antar benteng dengan menggunakan cermin. Semua itu menunjukkan bahwa yang ada di dalam diri Herodes adalah sebuah ketakutan yang sangat besar. Prof Todd Schultz mengatakan : ”Ia punya ketakutan diserang, dikalahkan, dan diambil gelarnya. Bangunan-bangunannya berbicara langsung soal ketakutannya itu.
Ketakutan Herodes membuat ia begitu peka dan sangat curiga dengan segala sesuatu yang akan mengancam diri dan kedudukannya. Tidak segan-segan ia membunuh setiap orang yang dianggapnya mengancam diri dan kekuasaannya/kedudukannya. Itulah sebabnya perjalanan hidup Herodes sering dikenal sebagai ’perjalanan berdarah’. Suatu saat, karena takut bahwa orang Yahudi akan mendukung iparnya (adiknya Mariamme) yang bernama Aristobulus (17 tahun) yang diangkatnya menjadi Imam Besar, Herodes lalu membunuh Aristobulus dengan cara ditenggelamkan pada sebuah acara pesta kolam. Meskipun pembunuhan itu dibuat seolah kecelakaan namun Jospehus percaya bahwa Herodeslah yang membuat anak itu tenggelam. Prof. Tood Schultz menilai tindakan Herodes ini dan berkesimpulan : ”Ini membuktikan 2 hal tentang Herodes. Pertama, ia adalah paranoid. Kedua, ia mampau membunuh meski bukti yang ada kurang cukup”.
Lima tahun kemudian terjadi pergolakan politik di Romawi di mana Mark Anthony digulingkan oleh Octavian. Ketika itu terjadi Herodes berbalik dan menyatakan kesetiaan pada Octavian. Octavian lalu menegaskan bahwa Herodes adalah raja orang Yahudi. Meskipun demikian Herodes tidak cukup yakin bahwa Octavian tulus. Ia menduga bahwa Octavian akan membunuhnya karena sudah mendukung musuhnya Mark Anthony. Sebelum menghadap Octavian, ia meninggalkan pesan rahasia bahwa jika ia mati maka isterinya Mariamme harus dibunuh. Ia tidak tahan jika melihat Mariamme bersama orang lain. Namun ternyata ia tidak dibunuh. Sekembalinya dari Octavian, hubungannya dengan Mariamme menjadi retak karena Mariamme mengetahui rencana pembunuhan atas dirinya. Mariamme tidak mau tidur dengan Herodes lagi. Ini membuat Herodes sangat marah dan akhirnya ia membawa Mariamme ke pengadilan dengan tuduhan perzinahan dengan saksi yang memberatkan Mariamme yakni Salome, adik kandung Herodes sendiri dan juga ibu Mariamme sendiri yang bernama Alexandra. Josephus melihat ini sebagai cermin di mana Herodes menguasai Alexandra. Rupanya Alexandra juga masuk dalam daftar yang akan dibunuh Herodes. Sangat mungkin Alexandra menyalahkan puterinya demi menyelamatkan dirinya sendiri. Mariamme akhirnya dibunuh mati dalam usia 25 tahun. Tragis memang karena Herodes tega membunuh isteri yang paling dicintainya yang telah memberinya 5 orang putera selama 7 tahun hidup bersama.
Setelah membunuh isterinya sendiri, hidup Herodes mulai berubah. Josephus memberikan keterangan : ”Herodes sedih karena kehilangan Mariamme. Rupanya kematian Mariamme mengoyak hati Herodes. Ia dipenuhi rasa bersalah dan menyangkali kematian Mariamme. Ia berjalan-jalan di istana dan memanggil-manggil nama Mariamme. Ia benar-benar hancur setelah kematian isterinya. Dia psikosis, sering mendengar suara-suara, dia tertekan dan tidak mampu melakukan urusan publik lagi. Ia lalu sakit parah. Perilakunya aneh dan mulai banyak minum. Ada yang menganggap dia gila. Lalu Herodes sakit”. Nah, dalam kondisi semacam ini tiba-tiba Alexsandra (ibunya Mariamme) mencoba mengambil alih pemerintahan dan mengumumkan dirinya sebagai Ratu. Ini menyebabkan Herodes marah besar dan tanpa diadili, langsung menghukum mati Alexandra. Tindakan herodes ini justru memicu lebih banyak kudeta. Pada usia 65 tahun Herodes mendengar bahwa 2 orang puteranya (anak Mariamme) yakni Alexander dan Aristobulus berencana membunuhnya dan merebut kerajaan. Ini adalah kedua anak dari wanita yang sangat dicintainya. Herodes akhirnya menghukum mati 2 anaknya itu. Selanjutnya di tahun 4 SM, hanya 5 hari sebelum Herodes mati, ia membasmi komplotan yang dipimpin puteranya Antipater (anak sulungnya) yang diperolehnya dari isteri pertamanya (Doris). Antipater akhirnya dibunuh juga oleh Herodes. Herodes akhirnya mati pada usia 70 tahun dan dikubur di istana gurunnya, Herodium.
Itulah kehidupan Herodes. Ia adalah orang yang dalam hidupnya penuh ketakutan dan ia tega melakukan apa saja demi mempertahankan kedudukannya. Ia membunuh adik iparnya sendiri, isterinya, mertuanya dan juga anak-anak kandungnya sendiri. Kesadisan Herodes membuat sampai-sampai Kaisar Agustus pernah mengeluarkan kalimat yang akhirnya menjadi populer pada saat itu yakni : “Lebih baik menjadi babinya Herodes daripada menjadi anaknya Herodes”. (Ket : Dalam bahasa Yunani, kata “anak laki-laki” adalah HUIOS, sedangkan kata “babi” adalah HUOS, sehingga dalam bahasa Yunani kata-kata di atas itu membentuk syair yang indah). Mengapa muncul kalimat demikian? Karena Herodes, demi menghargai dan meraih simpati orang Yahudi, tidak makan babi. Jadi dapat dipastikan babi-babi waktu itu aman dan tidak akan dipotong. Tetapi anak-anak Herodes sungguh-sungguh tidak aman. Mereka dibunuh dan dipotong dengan kejam. Ya, tepat sekali, “Lebih baik menjadi babinya Herodes daripada menjadi anaknya Herodes”.
Demikianlah gambaran kehidupan Herodes. Sekali lagi, ia adalah orang yang selalu merasa tidak aman dan ia tidak membiarkan sedikitpun kemungkinan kekuasaannya direbut. Dengan mentalitas Herodes seperti ini, dapatlah dibayangkan bagaimana reaksinya ketika ia mendengar kabar dari para Majus bahwa mereka sementara mencari raja orang Yahudi yang baru dilahirkan. Mat 2:3 berkata “terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem”. Kata “terkejut” ini tidak terlalu kuat maknanya. Alkitab King James Version (KJV), Revised Standard Version (RSV), New American Standard Bible (NASB) menerjemahkannya dengan kata “was trouble” yang artinya “terganggu”. Jadi Herodes ketika mendengar ada raja yang baru lahir, perasaan curiga, perasaan marah, perasaan tersainginya mulai menguasai dia sehingga ia merasa terganggu. Bukan hanya Herodes yang terganggu. Seluruh Yerusalem juga “terganggu”. Mengapa? Karena mereka tahu persis sifat Herodes dan apa yang akan terjadi. Mereka sudah cukup terganggu dengan pembunuhan Aristobulus, Mariamne, Alexandra, dan anak-anak Herodes sendiri. Dan mereka yakin bahwa raja yang baru lahir itu pasti akan membuat geger Yerusalem dengan tindakan Herodes. Dan memang akhirnya Herodes memerintahkan pembunuhan anak-anak di bawah 2 tahun (Mat 2:16-18).
Kehidupan Herodes memberikan 2 gambaran tentang siapa sesungguhnya dia.
(1) HERODES ADALAH ORANG YANG MERASA BAHWA HIDUPNYA TERGANGGU OLEH KEHADIRAN YESUS. Baginya kelahiran Yesus tidak bermakna apa-apa selain hanya membawa ancaman bagi kekuasannya. Ia telah lama tahu bahwa Mesiaslah yang sementara diharapkan oleh orang-orang Yahudi untuk menggantikan dirinya dan ia sungguh terganggu dengan hal itu. Ia tidak tahu bahwa Sang Mesias datang bukan untuk sebuah kerajaan duniawi/politik melainkan untuk sebuah kerajaan rohani, kerajaan Allah. Yang ia tahu hanyalah bahwa kehadiran Yesus mengganggu ketentramannya. Inilah sikap hati yang keliru dari Herodes di sekitar momen Natal. Dan, mau akui atau tidak, ini jugalah sikap hati dari kebanyakan kita. Tidak jarang kita merasa bahwa kehadiran Kristus hanyalah sebuah gangguan bagi kehidupan kita. Ada banyak orang yang senang dan tertarik dengan gereja tertentu (sama seperti Herodes yang membangun Bait Allah) tapi mereka menolak Yesus karena merasa bahwa hidupnya terganggu oleh perintah-perintah dan kehendak-Nya. Bukankah banyak kesenangan duniawi terganggu ketika karena Kristus menentang perzinahan? Bukankah acara piknik menjadi terganggu karena Ia menghendaki kita beribadah pada hari minggu? Bukankah keuntungan besar terganggu karena Ia mau kita jujur dalam berbisnis? Bukankah studi terganggu karena Ia tidak mau kita nyontek? Bukankah kenikmatan terganggu karena kita dilarang mabuk-mabukan? Yesus datang dengan maksud baik untuk menyelamatkan dunia dari dosa tapi Herodes mencurigai-Nya. Demikian juga Yesus datang dengan maksud baik untuk kita semua tapi mungkin ada di antara kita yang “mencurigai-Nya” sebagai pengganggu kehidupan kita. Kalau hal-hal seperti ini menyebabkan kita akhirnya menolak Yesus, maka sesungguhnya kita tidak berbeda dengan Herodes, kita adalah ’anak buahnya’ Herodes.
(2) Selain itu HERODES ADALAH ORANG YANG HATINYA TIDAK BERES dalam artian penuh iri hati, amarah, kebencian dan kedengkian. Semua yang dilihat sebagai ancaman bagi diri dan kedudukannya ia habisi. Sifat seperti inilah yang ia perlihatkan pada momen Natal ketika Kristus dilahirkan ke dunia ini. Itulah Herodes! Namun, tidakkah ada banyak orang Kristen juga yang merayakan Natal sambil tetap memelihara mentalitas Herodes ini dalam hati mereka? Amarah yang masih tersimpan dengan rapi, dendam yang masih membara, kedengkian yang menyatu dengan hati, serta iri yang merasuk jiwa? Berapa banyak di antara kita yang begitu sibuk mempersiapkan perayaan-perayaan Natal, menghadiri setiap kebaktian Natal namun hati kita tetap hitam dengan amarah, kebencian, dendam, dengki dan iri? Berapa banyak di antara kita yang belum mengampuni sesamanya? Dengarlah, engkau berhati Herodes!!! Natal identik dengan damai sejahtera, tidakkah kita membuka hati kita dan melepaskan pengampunan itu agar damai sejahtera itu dapat masuk ke dalam hati kita?
Imam Kepala dan Ahli Taurat
Golongan kedua yang ditampilkan dalam peristiwa Natal adalah para imam kepala dan ahli Taurat. Alkitab bercerita bahwa ketika Herodes mendengar ada raja yang baru dilahirkan, ia lalu mengumpulkan para imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi dan bertanya kepada mereka di mana Mesias akan dilahirkan? (Mat 2:4) dan luar biasa bahwa para imam kepala dan ahli-ahli Taurat itu langsung memberikan jawaban dengan meyakinkan : "Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi: Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel." (Mat 2:5-6). Ini membuktikan bahwa mereka memang benar-benar tahu persis nubuatan tentang kedatangan Mesias sebagaimana yang dicatat dalam Mikha 5:1. Sayangnya, justru ketika Sang Mesias itu lahir ke dunia, mereka tidak menyambutnya, mereka acuh tak acuh saja. Ya, mungkin mereka akan menjawab bahwa mereka tidak tahu persis waktu kelahiran Sang Mesias. Tidak ada tanda bagi mereka seperti bintang bagi orang Majus, tidak ada pemberitaan malaikat pada mereka seperti kepada para gembala. Ok, tak apalah. Tapi bukankah setelah itu, sepanjang hidup dan pengajaran Yesus, seharusnya sudah cukup untuk meyakinkan mereka bahwa Yesus dari Nazaret itu adalah Sang Mesias sendiri? Bukankah orang awam seperti Simon Petrus dapat mengerti semua itu dan berkata ”Engkau Mesias Anak Allah yang hidup?” (Mat 16:16). Lalu mengapa para imam kepala dan ahli Taurat tidak menyambut Dia sebagai Mesias? Bahkan lebih dari itu bukankah kematian Sang Mesias itu adalah ulah para imam kepala dan ahli-ahli Taurat yang terus memusuhi-Nya sepanjang hidup-Nya? Oh....semua janji tentang Mesias ada di kepala mereka namun Mesias itu tidak ada dalam hati mereka. Mereka menguasai semua teori tentang Mesias namun mereka tidak menyambut-Nya sebagai Mesias. Kepala mereka penuh tapi hati mereka kosong. Itulah sikap para imam dan ahli Taurat dalam momen Natal itu, suatu sikap acuh tak acuh.
Adakah sikap itu juga yang menjadi sikap kita? Berapa banyak di antara kita memahami isi Kitab Suci dengan baik namun bersikap acuh tak acuh terhadap pribadi Kristus, Sang Putera Natal itu? Berapa banyak di antara kita yang menguasai sejumlah teori tentang Kristus namun tetap tidak menyambut Kristus itu dalam hati dan hidup kita? Berapa banyak di antara kita yang tahu tentang Kristus tetapi tidak mengenal-Nya secara pribadi dan mempunyai hubungan pribadi dengan-Nya? Ada banyak orang Kristen yang sangat interest terhadap pendeta tertentu, gereja tertentu, aliran tertentu tetapi tidak terhadap Kristus. Kekristenan semacam ini adalah kekristenan yang kosong yang tidak akan membawa anda ke sorga. Kalau anda seperti itu, anda benar-benar satu ’merk’ dengan para ahli Taurat pada saat Natal pertama itu. Bagaimana sikap anda dalam menyambut Natal tahun ini? Buka hati anda dan sambutlah Putera Natal itu sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadimu.
Orang Majus
Kelompok berikutnya yang dapat kita lihat dalam Matius pasal 2 ini adalah kelompok orang Majus. Kita diberitahu bahwa mereka datang dari Timur berdasarkan tuntunan bintang dan mencari raja yang baru lahir. Mereka akhirnya berjumpa dengan Yesus, sujud menyembahnya dan memberikan persembahan emas, mur dan kemenyan. Selanjutnya mereka pulang ke negeri mereka.
Siapakah mereka sebenarnya? Mat 2:1 menginformasikan bahwa mereka berasal dari Timur (Mat 2:1). Banyak penafsir setuju bahwa “Timur” di sini menunjuk kepada bagian timur dari Yudea yang menunjuk kepada daerah Persia dan Arabia (Kej 25:6). Sebagian menganggapnya daerah Mesopotamia dan Babilonia. Kata “Majus” ini adalah kata yang sulit dipahami dalam pengertian kita saat ini. Alkitab-Alkitab bahasa Inggris menyebutnya ‘wise man’ (orang bijaksana). Kata ini dalam dalam bahasa Yunaninya adalah ‘magoi’. Dalam perkembangan di kemudian hari kata ini sering dihubungkan dengan kata ‘magician’ yang dapat berarti tukang sihir. Namun sesungguhnya arti kata ini tidaklah sesempit pengertian masa kini. J.J. de Heer berkata : “Pada aslinya kata itu berarti imam-imam di Persia, ... ‘. (Tafsiran Alkitab Injil Matius; hal. 22). Homer A. Kent, Jr juga memberikan keterangan : “Orang-orang Majus (magoi) aslinya merupakan kasta imamat di kalangan orang Persia dan Babilonia (band. Dan 2:2, 48; 4:6-7; 5:7). Nama ini kemudian oleh orang Yunani dikenakan pada semua ahli sihir atau dukun (Kis 8:9; 13:8). Matius menggunakan kata ini dalam arti yang lebih baik untuk mengacu pada tokoh-tokoh terhormat dari agama Timur”. (The Wycliffe Bible Commentary; hal. 25). Dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible juga dicatat bahwa : “Orang-orang ini adalah ahli-ahli filsafat, imam-imam atau ahli-ahli perbintangan. Mereka hidup terutama di daerah Persia dan Arabia. Mereka adalah orang-orang terpelajar di daerah timur yang mahir dalam astronomi, agama dan obat-obatan. Dengan demikian kita mengerti bahwa orang-orang Majus ini adalah para imam, orang-orang terpelajar/terhormat, orang-orang kaya dan berkedudukan tinggi yang sangat pandai dalam hal-hal agama, pengobatan dan perbintangan. Mungkin karena status inilah Herodes menyambut mereka di istananya. Perhatikan juga keterangan Herodatus : “Mereka aslinya berasal dari sebuah suku bangsa Medi. Bangsa Medi adalah sebagian dari kekaisaran Persia. Bangsa Medi pernah mencoba untuk menggulingkan kuasa Persia dan menggantikannya dengan kuasa Media. Usaha ini gagal. Sejak saat itu bangsa Majus tidak pernah lagi mempunyai keinginan atau ambisi untuk memiliki kekuasaan dan prestise. Dan selanjutnya mereka memilih menjadi imam saja. Di tengah-tengah bangsa Persia para Majus tersebut berfungsi persis sama seperti fungsi orang-orang Lewi di tengah-tengah bangsa Israel. Mereka menjadi guru dan pembimbing para raja Persia. Di Persia tidak ada persembahan yang dapat dipersembahkan kecuali kalau ada orang Majus yang hadir dalam upacara itu. Jadi orang Majus dianggap sebagai orang suci dan orang yang bijaksana” (ibid : 39). Demikianlah kira-kira gambaran yang bisa kita dapat tentang para Majus ini.
Lalu berapakah jumlah mereka sebenarnya? Tentu saja jumlah mereka sangatlah banyak di daerah mereka sendiri. Namun berapa banyakkah yang datang mencari Yesus dan menyembah-Nya? Banyak dari antara kita merasa bahwa mereka berjumlah 3 orang dan demikian pula menurut tradisi. Bahkan tradisi-tradisi ini sampai memberitahukan nama ketiga orang Majus ini. Tradisi abad 6 mengatakan bahwa 3 orang Majus ini adalah Bithisarea, Melichior, dan Gathaspa sedangkan tradisi Armenia abad 14 mengatakan bahwa ketiga orang Majus itu adalah 3 orang raja, masing-masing bernama Gasper (raja Arab), Melkhior (raja Persia) dan Balthazar (raja India). Tradisi Suriah menyebut nama-nama mereka Larvandad, Hormisdas, dan Gusnasaf, sementara tradisi Armenia yang lebih tua hanya menyebutkan dua nama, yaitu Kagba dan Badadilma. Walaupun demikian kita harus sadar bahwa Alkitab sama sekali tidak memberitahukan jumlah orang-orang Majus ini maupun nama-nama mereka. Sangat mungkin bahwa jumlah tersebut (3 orang) dikaitkan dengan 3 persembahan yang dibawa mereka yakni emas, mur dan kemenyan. Namun persoalanya adalah apakah jumlah persembahan menentukan jumlah pemberi? Jelas tidak harus demikian. Bisa jadi mereka berjumlah lebih dari 3 orang namun membawa 3 macam persembahan.
Dari catatan Injil Matius 2:11 : ‘Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia...’ ada beberapa hal yang menarik untuk disimak. Pertama,: Para Majus ini bertemu bayi Yesus di dalam rumah.Tidakkah kita merasa heran? Mengapa bukan di kandang? Bukankah Yesus dilahirkan di kandang? Beberapa orang memakai ayat ini untuk menunjukkan kontradiksi Alkitab namun sesungguhnya tidaklah demikian. Kita harus memahami bahwa waktu di mana para Majus menjumpai Yesus, bukanlah tepat pada saat Yesus dilahirkan (di kandang) namun beberapa waktu setelah Yesus dilahirkan sehingga tentunya Maria dan Yusuf sudah pindah dari kadang ke sebuah rumah. Jadi para gembala hadir pada saat Yesus dilahirkan makanya mereka bertemu Yesus di kadang namun para Majus hadir beberapa waktu (bulan?) kemudian makanya mereka bertemu Yesus di rumah. Kedua, dikatakan bahwa mereka menjumpai ’Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia...’ Perhatikan bahwa yang dijumpai adalah bayi Yesus dan Maria ibu-Nya namun tidak dikatakan bahwa para majus itu menyembah “mereka” melainkan menyembah “Dia”. Para Majus tidak menyembah Maria atau Yesus dan Maria. Mereka hanya menyembah Yesus saja meskipun Maria ada di sana. Tidakkah itu memberikan sedikit pengajaran pada kita bahwa setiap penyembahan pada Maria maupun Maria dan Yesus sama sekali tidak didukung Alkitab?
Lepas dari semua itu namun hal yang harus kita perhatikan adalah sikap orang-orang majus itu dalam menyambut kelahiran Yesus. Mereka rupanya rela mengorbankan/memberikan waktu mereka untuk berjumpa dengan Yesus. Mereka rela mengorbankan/memberikan tenaga mereka dalam perjalanan yang pasti sangat melelahkan dari negeri mereka. Mereka juga rela mengorbankan kesibukan mereka. Demikian juga harta mereka (emas, kemenyan dan mur). Namun yang lebih daripada semuanya itu adalah mereka rela mengorbankan/memberikan hati mereka dalam sujud penyembahan kepada Putera Natal itu, Sang Raja yang baru dilahirkan. Mereka tentu tidak mengerti bahwa bayi yang mereka sembah itu adalah jelmaan Allah tetapi tindakan mereka cukup membuktikan penghormatan mereka pada-Nya. Ya, seharusnya Natal memang disambut dengan sikap seperti para Majus itu. Tapi berapa banyakkah kita yang memiliki sikap hati seperti mereka? Apakah dengan merayakan Natal membuat kita berkomitmen untuk memberikan segalanya bagi Yesus? Apakah momen Natal menimbulkan niat yang tulus untuk sujud dalam penyembahan kepada-Nya? Ataukah Natal bagi kita hanyalah ajang pesta pora dan pemuasan kedagingan dan keduniawian kita? Mari sobatku, sambutlah Natal tahun ini dengan sikap hati yang benar. Jika sikapmu dalam merayakan Natal seperti Herodes dan imam kepala-ahli Taurat, bertobatlah dan naikkan doa tulus kepada-Nya ”Tuhan, berikanku hati seperti hati para Majus”. Selamat Natal 2007 dan Tahun Baru 2008, Tuhan memberkati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar