Kamis, 13 Desember 2007

MENGAPA ALLAH MENCIPTAKAN MANUSIA PADA HARI KEENAM?

Bagian Terakhir Dari Tiga Tulisan


Esra Alfred Soru



Dalam bagian pertama dan kedua tulisan ini telah dibahas dua pertanyaan di sekitar penciptaan manusia yakni “Mengapa Allah Menciptakan Manusia ?” dan “Mengapa Allah Menciptakan Manusia Menurut ‘Gambar’ dan ‘Rupa’-Nya?” Satu fakta lain lagi tentang penciptaan manusia yang dikatakan kitab Kejadian adalah bahwa penciptaan manusia itu oleh Allah diletakkan pada ordo penciptaan dalam urutan terakhir yakni pada hari keenam. Keseluruhan ordo penciptaan itu adalah sebagai berikut : hari pertama Allah menciptakan terang, hari kedua Allah menciptakan cakrawala, hari ketiga Allah menciptakan laut dan darat, memisahkannya, serta menciptakan tumbuh-tumbuhan, hari keempat Allah menciptakan benda-benda penerang (matahari, bulan, bintang), hari kelima Allah menciptakan burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, hari keenam Allah menciptakan manusia dan hari ketujuh Allah berhenti dan menguduskan hari itu.


Dalam daftar di atas kita dapat melihat bahwa manusia diciptakan paling terakhir dari segala ciptaan yang lain yaitu pada hari keenam. The final creation of God is the existence of man. Mengapa demikian? Mengapa Allah tidak menciptakan manusia pada hari-hari sebelumnya? Apakah penciptaan manusia pada hari keenam mempunyai makna khusus, ataukah hanya suatu kebetulan saja? Sebelum kita menjawab pertanyaan ini baiklah kita pahami bahwa segala sesuatu yang terjadi atau dilakukan Allah di dalam dunia ini terjadi sesuai dengan rencana-Nya yang matang, agung dan kekal dan bukan sekedar suatu kebetulan belaka. Semua yang dikerjakan Allah adalah sempurna dan baik dalam perencanaan-Nya. Itulah sebabnya dalam hari-hari penciptaan kita dapat melihat kalimat-kalimat indah yang berbunyi : “Allah melihat bahwa semuanya itu baik”. (Kej 1: 1:4,10,12,18,21,25) bahkan setelah penciptaan manusia kalimat ini lebih meningkat : “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik…” (Kej 1:31). Dari terang ini bisa mengerti bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah, terlebih manusia adalah suatu tindakan yang memiliki nilai kebaikan dan dilaksanakan berdasarkan perencanaan-ya yang matang dan sempurna. Jadi tidak ada yang kebetulan bagi Allah. Dengan demikian kita dapat percaya bahwa penciptaan manusia yang terjadi pada hari keenam juga termasuk dalam rencana Allah atau dengan kata lain itu bukan sebuah kebetulan melainkan sesuatu yang mengandung makna khusus.


Keistimewaan Manusia


Jadi mengapa Allah menciptakan manusia pada hari keenam? Mengapa dalam ordo penciptaan Allah menempatkan manusia pada bagian akhir? Satu-satunya jawaban yang dapat diberikan adalah bahwa manusia adalah makhluk yang sangat istimewa di mata Allah dibandingkan dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Perlakuan Allah yang istimewa kepada manusia ini sebenarnya nampak dalam banyak hal di antaranya adalah (1) Manusia diciptakan melalui perundingan ilahi. Kej 1:26 berbunyi : “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia…”. Ini jelas sangat berbeda dengan penciptaan makhluk/benda yang lain karena Alkitab mencatat penciptaan mereka dengan kalimat “Berfirmanlah Allah…”. Ada banyak pandangan tentang siapakah/apakah “KITA” dalam Kej 1:26 ini namun secara umum diterima bahwa kata “KITA” itu adalah indikasi ke arah kenyataan ketritunggalan Allah. Pribadi-pribadi dalam keallahan mengadakan semacam ‘perundingan’ sebelum menciptakan manusia. R. Soedarmo menulis : “Tuhan Allah waktu menjadikan makhluk-makhluk lain hanya berfirman saja “Jadilah ini” dan “Jadilah itu”. Tetapi ketika Tuhan akan menjadikan manusia, Ia bermusyawarah”. (Ikhtisar Dogmatika; 2001 : 139) sedangkan Charles C. Ryrie berpendapat : “Karya penciptaan manusia didasarkan atas perundingan sidang Allah…. Manusia bukan dipikirkan-Nya kemudian, melainkan hasil pemikiran terdahulu dalam benak Allah”. (Teologi Dasar; 2001 : 255). (2) Manusia diciptakan menurut ‘gambar’ dan ‘rupa’ Allah. Maksudnya adalah bahwa sewaktu Allah menciptakan manusia, Ia memasukkan sebagian unsur diri-Nya dalam kualitas yang lebih rendah ke dalam manusia itu sehingga manusia itu menjadi mirip dengan Allah. Ini jelas membedakan manusia dengan ciptaan yang lain Ini juga membuktikan keistimewaan manusia di hadapan Allah (baca kembali bagian kedua tulisan ini : “Mengapa Allah Menciptakan Manusia Menurut ‘Gambar’ dan ‘Rupa’-Nya?”). (3) Manusia diciptakan untuk berkuasa. Ya! Manusia diciptakan untuk berkuasa atas segala ciptaan yang lain. Manusia diciptakan untuk menguasai sedangkan ciptaan yang lain diciptakan untuk dikuasai. Kej 1:26 : “….supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Kej 1:28 : “…penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Jadi manusia adalah “allah” bagi ciptaan yang lain. Stephen Tong menulis : “…manusia juga diberi sifat kebebasan, bagaikan “tuhan kecil” di tengah-tengah ciptaan di dunia ini. Maka manusia memainkan peranan keallahan terhadap binatang dan alam semesta ini. Kita akan menjadi “allah” bagi anjing atau kucing kita. Kalau kita tidak ada, binatang itu menjadi “ateis”. Dengan kehadiran kita, ia menjadi “teis”. Tetapi ia tidak dapat membedakan teis yang mana, karena ia tidak dapat melihat Allah yang rohani, yang tidak kelihatan. Ia hanya dapat melihat allah yang kelihatan, yaitu diri kita. Maka kita menjadi penolong, juruselamat, pemberi hidup, pemelihara, ataupun pembunuh mati bagi anjing-anjing kita, Jadi bagi anjing kita, kita adalah Allahnya.” (Roh Kudus, Suara Hati Nurani dan Setan; 1999:14). Jadi inilah keistimewaan-keistimewaan manusia dibanding dengan ciptaan yang lain.


Bahwa manusia diciptakan pada hari keenam, terakhir dari ciptaan yang lain juga membuktikan keistimewaannya yang lain. Sewaktu manusia membuka mata untuk pertama kalinya, ia sudah dapat melihat segala sesuatu yang serba teratur dan indah. Ia dapat melihat langit, matahari, bulan dan bintang. Ia dapat melihat ikan, bunga, pohon dan binatang serta tumbuhan yang lainnya. Ia dapat melihat lautan luas dan sungai yang mengalir. Segala sesuatu telah selesai barulah manusia itu hadir. Allah mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kehadiran manusia laksana suatu wilayah disiapkan, diperindah dan dipercantik untuk menyambut kehadiran “Very Important Person” (VIP). Sungguh betapa berharganya dan betapa pentingnya manusia. Segala sesuatu diciptakan untuk manusia dan bukan manusia untuk segala sesuatu. Stephen Tong menulis : “Bila dilihat dari urutan, yang terakhir itu biasanya yang paling kecil dan paling tidak penting. Mengapa? Karena manusia diciptakan dengan tujuan untuk dapat menikmati segala sesuatu yang telah diciptakan sebelumnya. (Peta dan Teladan Allah; 1995 : 6). Stephen Tong melanjutkan : “Segala sesuatu telah selesai baru manusia tiba untuk menikmati semuanya itu. Berarti alam semesta tidak lebih penting daripada manusia. Manusia lebih tinggi daripada alam semesta. Kita diciptakan lebih tinggi daripada dunia materi” (ibid). Perhatikan juga komentar Budi Asali : “Allah mencipta atau mengatur segala sesuatu untuk manusia, sebelum manusia diciptakan. Tempat sudah diatur dengan baik. Bayangkan andaikata Tuhan menciptakan manusia sebelum Ia memisahkan air dengan daratan. Makanan yaitu tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan (Kej 1:29), sudah disediakan lebih dulu”. (Eksposisi Kitab Kejadian : 10). Semuanya ini membuktikan keberhargaan manusia di mata Allah. Jelaslah bahwa penempatan manusia pada bagian akhir ordo penciptaan bukan suatu kebetulan tanpa makna tetapi suatu merupakan suatu rancangan yang mengandung nilai yang sangat besar. Manusia adalah makhluk yang berharga di mata Allah di antara ciptaan-ciptaan yang lain. Itulah yang mau dikatakan Allah. Sebagaimana seorang bayi sebelum lahir sudah disediakan baju, tempat tidur, selimut karena dia lebih penting daripada tempat tidur, popok, selimut, dsb. Segala sesuatu dipersiapkan untuk menyambut kedatangannya. Demikian Allah menciptakan segala sesuatu untuk menyambut kita, yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Manusia berkehormatan luar biasa, mempunyai tujuan yang sangat tinggi yang ditetapkan oleh Tuhan. (Stephen Tong; Peta… : 7).


Dari sudut pandang manusia, dapat pula ditambahkan bahwa sesungguhnya penciptaan manusia pada hari keenam semata-mata demi kebaikan dan “keamanan” manusia itu sendiri. Dengan kata lain akan berakibat sangat tidak baik bagi manusia itu jika ia tidak diciptakan pada hari keenam setelah segala sesuatu diciptakan. Jika manusia diciptakan terlebih dahulu dari penciptaan terang maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Manusia tentu akan hidup dalam kegelapan yang sangat gelap karena terang belum diciptakan, demikian pula benda-benda penerang lainnya apalagi saat itu gelap gulita menutupi samudera raya (Kej 1:2). Jika manusia diciptakan terlebih dahulu dari pemisahan laut dan darat maka di mana ia akan tinggal? Bukankah bumi sedang ditutupi oleh samudera raya? Manusia ditetapkan untuk hidup di darat, sedangkan saat itu darat belum ada. Manusia bukanlah ikan yang dapat hidup di air. Jika manusia diciptakan terlebih dahulu dari tumbuh-tumbuhan maka apakah yang akan dimakannya? Mungkinkah manusia akan mempertahankan hidupnya hanya dengan meminum air yang memang saat itu begitu melimpah? Allah menciptakan manusia pada bagian akhir ordo penciptaan justru demi kebaikan dan keamanan manusia itu sendiri. Meskipun alasan-alasan ini sifatnya sekunder namun dapat dipahami alasan Allah menciptakan manusia pada hari keenam.


Manusia seharusnya bersyukur karena ia diciptakan pada hari keenam di mana semua ciptaan telah diciptakan oleh Allah sehingga akibat-akibat yang dilukiskan di atas tidak sampai terjadi. Tentunya gambaran di atas tidak bermaksud untuk mengurangi kemahakuasaan Allah yang dapat membuat manusia itu dapat melihat dalam kegelapan (jika ia diciptakan terlebih dahulu dari penciptaan terang dan benda-benda penerang), hidup dalam air atau dapat terbang (jika ia diciptakan terlebih dahulu dari pemisahan air dan darat), serta dapat menahan lapar atau tidak mempunyai rasa lapar (jika ia diciptakan terlebih dahulu dari tumbuh-tumbuhan), dan mujizat-mujizat lainnya. Gambaran atau pengandaian semacam ini tidak boleh dilihat secara terpisah dari alasan primernya yakni bahwa urut-urutan penciptaan di mana manusia diciptakan paling akhir hendak menunjukkan bahwa manusia itu sangat berharga di mata Allah. Sekarang jelaslah bagi kita bahwa Allah menciptakan kita pada hari keenam sebab semuanya itu demi kebaikan dan kepentingan serta “keamanan” kita di samping alasan primernya yakni bahwa kita sangat berharga di mata-Nya. Merenungkan semuanya ini, baiklah bersama pemazmur kiranya semua manusia berseru : “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan. Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kau letakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam. Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan : apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kau letakkan di bawah kakinya : kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan. Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!” (Maz 8:2-10).

Tidak ada komentar: